Kondisi Perikanan Budidaya di Lokasi Penelitian

6.3.1 Analisis Aspek Non-finansial pada Tambak Silvofishery

Aspek-aspek non-finansial yang perlu dilakukan pembahasan diantaranya yaitu aspek teknis, manajemen, sosial, lingkungan, pasar, dan ekonomi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas suatu usaha dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang secara bersamaan menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan. Aspek Teknis Analisis secara teknis meliputi analisis tentang input dan output berupa barang dan jasa yang diperlukan dan dihasilkan dalam suatu usaha. Usaha tambak silvofishery memerlukan ketersediaan input berupa alat-alat konstruksi untuk membuat kolam, benih mangrove, benih ikan yang akan dibudidayakan, pakan ikan, dan tenaga kerja. 1. Pembuatan Kolam Kolam merupakan bagian penting sebagai sarana produksi dalam usaha tambak. Standar yang harus dipenuhi petani tambak dalam membuat kolam adalah kolam dengan ukuran 100×100 meter. Setiap unit kolam tambak harus memiliki pintu air dan petakan tunggal. Pintu air digunakan sebagai sarana pengairan kolam. Petakan tunggal digunakan untuk pertumbuhan benih ikan atau benur udang. Petani tambak pada awalnya mengkonversi hutan mangrove menjadi tambak non-silvofishery yang kemudian ditanami mangrove kembali sehingga menjadi tambak silvofishery. Total luasan kolam tambak silvofishery di Desa Canang Kering adalah 29 hektar dengan rata-rata luas area kolam dua hektar per petani tambak. Tiap kolam umumnya memiliki rumah jaga dan Surat Izin Usaha Perikanan SIUP. Berdasarkan hasil dari kuesioner responden, modal yang dibutuhkan untuk pembuatan kolam rata-rata senilai Rp 33.357.142,86ha. 2. Benih Mangrove Benih mangrove digunakan sebagai tanaman yang mendukung dan melengkapi tambak silvofishery. Tanaman mangrove dalam kolam tambak ini memiliki banyak fungsi ekologis seperti sebagai nursery ground dan feeding ground sehingga meningkatkan produktivitas dari kolam tambak. Harga benih mangrove adalah Rp 500,00 per buah. Untuk satu kolam tambak umumnya petani membeli 1100 bibit yang ditanam di kolam bibit. Setelah satu tahun bibit dapat dipindahkan ke kolam tambak, kemudian selama tiga tahun bibit mangrove dipelihara sampai tumbuh dan menjadi habitat bagi komoditas perikanan budidaya. 3. Benih Benih merupakan salah satu input penting dalam usaha tambak silvofishery. Komoditas perikanan yang dibudidayakan adalah udang windu, ikan nila, dan kepiting. Benih yang digunakan pada saat pertama kali dimasukkan ke dalam kolam adalah benih ikan nila yang berukuran 2 inci, benur udang yang berukuran pl post larva 12-15, dan kepiting dengan berat 3-5 gram. Benih ikan nila diperoleh dari hasil tangkapan alam, benur udang diperoleh dari hatchery dan tongkolan, sedangkan benih kepiting diperoleh dari agen yang datang ke lokasi kolam. Harga benih yang diperoleh petani untuk benih ikan nila adalah sebesar Rp 250,00 per ekor. Setiap petakan kolam dimasukkan benih sebanyak 1.500 ekor untuk ikan. Harga benih yang diperoleh petani untuk benih udang windu sebesar Rp 50,00 per ekor. Setiap petakan kolam dimasukkan benih sebanyak 10.000 ekor untuk udang. Harga benih yang diperoleh petani untuk satu kilogram benih kepiting sebesar Rp 30.000,00 per kilogram. Setiap petakan kolam dimasukkan benih kepiting sebanyak 20 kilogram. Petani mengaku seringkali mengalami kesulitan untuk memperoleh benih dikarenakan jumlah pedagang benih yang terbatas dalam memenuhi permintaan benih yang semakin lama semakin meningkat. Ketersediaan jumlah pedagang benih terbatas menyebabkan harga benih mengalami peningkatan. 4. Pakan Pembelian pakan merupakan biaya operasional pilihan dalam pengelolaan tambak silvofishery. Beberapa petani tambak tetap menggunakan pakan tambahan selain dari pakan alami yang didapat dari mangrove karena dianggap dapat meningkatkan produktivitas dengan lebih cepat. Jenis pakan yang digunakan untuk memberi makan ikan nila yang dibudidayakan dalam kolam tambak adalah pelet ikan. Ikan nila diberi makan dengan frekuensi pemberian pelet dua kali sehari. Jenis pakan yang digunakan untuk memberi makan kepiting adalah ikan rucah dengan frekuensi satu kali sehari. Ikan nila diberi makan dengan frekuensi pemberian pelet dua kali sehari. Jenis pakan yang digunakan untuk memberi makan udang adalah pakan konsentrat buatan, yaitu pakan merk global. Udang diberi makan dengan frekuensi pemberian pelet dua kali dalam satu hari. Pemberian makanan tambahan ini diberikan satu bulan setelah penebaran sampai menjelang panen. Pakan tersebut diperoleh petani dengan kisaran harga Rp 10.000,00 per kilogram. Setiap petak kolam umumnya menggunakan 25 kilogram. 5. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan berasal dari luar keluarga. Dibutuhkan 1-3 orang tenaga kerja laki-laki untuk mengelola kolam pada saat musim panen. Jumlah hari kerja petani untuk melakukan aktifitas panen yaitu 5 jam, upah tenaga kerja luar keluarga adalah Rp 85.000 per hari orang kerja HOK. Jumlah hari kerja panen pada umumnya berlangsung dalam waktu satu hari, sehingga dalam jangka waktu satu tahun yang terdiri dari tiga musim panen dengan tiga orang tenaga kerja luar keluarga terdapat 9 HOK. Kegiatan budidaya selain pada saat musim panen relatif sederhana sehingga dapat dilakukan sendiri oleh petani pemilik tambak. Aspek Sosial dan Manajemen Aspek manajemen pada usaha tambak silvofishery terdiri dari struktur organisasi dan tanggung jawab pada kegiatan usaha. Organisasi yang terdapat dalam usaha ini adalah kelompok tani. Peranan kelompok tani di lokasi penelitian adalah sebagai unit koperasi dan sebagai fasilitator yang menghubungkan petani tambak dengan pemerintah ketika ada pemberian bantuan, pelatihan, dan kegiatan lainnya. Kelompok tani merupakan binaan Dinas Pertanian dan Kelautan. Aspek sosial menganalisis implikasi sosial dari usaha tambak silvofishery. Usaha tambak ini memiliki dampak positif, yaitu membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang tinggal di Kelurahan Belawan Sicanang. Dengan adanya usaha tambak masyarakat sekitar lokasi mendapat peluang kerja. Aspek Lingkungan Usaha tambak silvofishery memberikan dampak positif terhadap lingkungan, hal ini disebabkan limbah dari penggunaan bahan kimia anorganik pada kolam tambak seperti obat-obatan dimanfaatkan menjadi pakan bagi ikan. Keberadaan mangrove juga dapat menyerap limbah dan sebagai biofilter untuk memperbaiki kualitas air, selain itu mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai tempat penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai biota, pencegah erosi yang mengurangi potensi terjadinya pecah kolam. Aspek Pasar Aspek pasar menganalisis permintaan, penawaran, harga, pemasaran, dan perkiraan penjualan ikan yang dibudidayakan, struktur pasar, dan persaingan kegiatan usaha tambak silvofishery. 1. Permintaan Permintaan hasil perikanan di Medan tergolong cukup besar, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah konsumsi ikan oleh masyarakat Sumatera Utara yang mencapai 38,95 persen dari konsumsi pangan secara keseluruhan. Jumlah itu lebih tinggi dari rata-rata nasional yang tercatat pada angka 35,14 persen BPS Provinsi Sumatera Utara 2013. Udang, ikan, dan kepiting merupakan jenis yang banyak digemari oleh masyarakat sehingga permintaan tergolong cukup tinggi, namun seiring dengan tingginya permintaan akan ikan masih belum diimbangi dengan produksi ikan budidaya yang sering mengalami gagal panen. 2. Penawaran Jumlah penawaran ikan hasil produksi usaha tambak silvofishery diperoleh berdasarkan jumlah produksi rata-rata dalam kuesioner responden. Hasil produksi rata-rata ikan nila mencapai 407,14 kghatahun, hasil produksi rata-rata udang mencapai 184,29 kghatahun, dan hasil produksi rata-rata kepiting mencapai 30 kghatahun. 3. Harga Harga ikan untuk masing-masing jenis dan ukuran di tingkat petani berbeda- beda. Berdasarkan hasil kuesioner responden, harga rata-rata yang diterima petani