Analisis Ekonomi Tambak Silvofishery Sebagai Upaya Pemafaatan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan (Studi Kasus: Desa Canang Kering, Medan)
ANALISIS EKONOMI TAMBAK
SILVOFISHERY
SEBAGAI
UPAYA PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE
BERKELANJUTAN
(Studi Kasus: Desa Canang Kering, Medan)
MELLY SARI RAMADHANI NASUTION
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Ekonomi Tambak Silvofishery sebagai Upaya Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan (Studi Kasus: Desa Canang Kering, Medan)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Februari 2015
Melly Sari Ramadhani
N
asution NIM H44100001(4)
(5)
MELLY SARI RAMADHANI NASUTION. Analisis Ekonomi Tambak Silvofishery sebagai Upaya Pemafaatan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan (Studi Kasus: Desa Canang Kering, Medan). Dibimbing oleh METI EKAYANI dan ASTI ISTIQOMAH.
Desa Canang Kering merupakan salah satu desa yang terletak di kawasan pesisir Kota Medan yang kondisi mangrovenya mengalami kerusakan akibat adanya konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak. Kerusakan ekosistem mangrove berakibat pada terjadinya banjir pasang air laut dan akan mempegaruhi kesejahteraan masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kementerian Kehutanan memperkenalkan pola tambak silvofishery yang merupakan integrasi antara budidaya tambak dan tanaman mangrove. Hasil perbandingan analisis pendapatan sistem tambak menunjukkan nilai R/C rasio tambak silvofishery lebih tinggi dari R/C rasio tambak non-silvofishery, artinya tambak silvofishery lebih menguntungkan dibanding tambak non-silvofishery. Pengaruh keberadaan mangrove terhadap produktivitas tambak dilihat menggunakan analisis kelayakan tambak silvofishery. Hasil kriteria kelayakan menunjukkan bahwa usaha tambak silvofishery layak untuk diusahakan secara finansial dan ekonomi. Partisipasi masyarakat untuk menerapkan sistem tambak silvofishery dapat ditingkatkan dengan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani dalam pemilihan jenis tambak melalui pendekatan analisis regresi logistik. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap keputusan petani tambak untuk menerapkan sistem tambak silvofishery yaitu pendidikan formal, luas areal tambak, dan keikutsertaan dalam pelatihan.
Kata Kunci: analisis kelayakan, analisis pendapatan, analisis regresi logistik, mangrove, silvofishery
ABSTRACT
MELLY SARI RAMADHANI NASUTION. The Economic Analysis of Silvofishery Farming as Sustainable Utilization of Mangrove Ecosystem (Case Study: Canang Kering Village, Medan). Supervised by METI EKAYANI and ASTI ISTIQOMAH.
Canang Kering Village is located in Medan’s coastal area where the mangrove forests are degraded and damaged due to the conversion of mangroves into fishponds. The degradation will lead cause tidal floods and impact the public welfare. In order to solve the environmental problem, The Ministry of Forestry has introduced Silvofishery system that is an integration form between ponds and mangrove forests. The value of R/C ratio in the silvofishery system is higher than that in the non-silvofishery system, meaning that silvofishery system has more benefits than the non-silvofishery system. The impact of mangroves on fishponds productvity through the feasibility analysis of silvofishery system. The result show that silvofishery system is financially and economically feasible. The participation
(6)
logistic regression indicate that the factors that affecting the decision to adopt silvofishery system are formal education, fishponds area, and follow the training. Keywords: sustainable, income, mangrove, fishponds, silvofishery
(7)
BERKELANJUTAN
(Studi Kasus: Desa Canangkering, Medan)
MELLY SARI RAMADHANI NASUTION
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(8)
(9)
(10)
(11)
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ekonomi Tambak Silvofishery sebagai Upaya Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan (Studi Kasus: Desa Canang Kering, Medan)”.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Ayah (Ir. Syarifuddin Nasution), Mama (Almh. Yusleni Lubis), Bunda (Hadijah Nasution), Abang (Alvi Syahri Ramadhan Nasution), dan Adik (Annisa Rizky Nasution) atas segala doa, dukungan, serta semangat yang telah diberikan; Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut M.Sc dan Ibu Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mendidik dan mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi; Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi; Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan, Dinas Kehutanan Kota Medan, Badan Lingkungan Hidup Kota Medan, Kelurahan Belawan Sicanang, dan para responden di Desa Canang Kering yang telah membantu dan memberikan informasi selama pengumpulan data; Seluruh dosen beserta staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas segala dukungan dan bantuan; Rekan-rekan sebimbingan skripsi; Dimas Jaya Satria, Melinda Widya Ghamelina, Mentari Nindya Pratiwi, Nurul Subkhania, Qonita Muhlisa, Rizky Amelia, dan Zumar Halim Rambe yang telah bekerjasama selama masa bimbingan skripsi; Seluruh kabinet BEM FEM Progresif periode 2011/2012 dan seluruh keluarga ESL 47atas kebersamaan serta motivasi yang diberikan kepada penulis; Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan dan Keluarga Cendana (Adilla Ahmad, Amalia Aldina Thoha, Daeng Tidar Dewan Maulani, Ega Aprindah Utami, Frisca Angelina Simamora, Kartika Jayamurti, Muhammad Dahri Zikri Purba, Muhammad Haris, Muhammad Iqbal Syahputra Siregar, Muhammad Irfan Miraza, Novade Nur Arif Siregar, Nurnidya Btari Khadijah, Rita Astuti, Siti Mayang Sari) atas segala motivasi dan kekeluargaan selama menjalani proses penyelesaian skripsi.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai rujukan penelitian dalam pemanfaatan ekosistem mangrove berkelanjutan.
Bogor, Februari 2015
(12)
(13)
DAFTAR ISI...i
DAFTAR TABEL...iii
DAFTAR GAMBAR...iv
DAFTAR LAMPIRAN...iv
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 5
II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Mangrove ... 7
2.1.2 Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove ... 8
2.1.3 Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Mangrove ... 9
2.2 Sistem Budidaya Tambak ... 10
2.3 Sistem Tambak Silvofishery ... 12
2.4 Konsep Pembangunan Berkelanjutan ... 12
2.5 Analisis Pendapatan ... 14
2.6 Analisis Biaya Manfaat ... 14
2.6.1 Analisis Kelayakan Secara Finansial ... 15
2.6.2 Analisis Kelayakan Secara Ekonomi ... 15
2.7 Model Regresi Logistik... 16
2.8 Penelitian Terdahulu ... 19
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 22
IV METODE PENELITIAN ... 25
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 25
4.3 Metode Pengambilan Responden ... 25
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 26
4.4.1 Identifikasi Kondisi Perikanan Budidaya ... 26
(14)
4.4.5 Pengujian Parameter Regresi ... 36
V GAMBARAN UMUM ... 37
5.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan ... 37
5.1.1 Kependudukan ... 38
5.1.2 Mata Pencaharian Penduduk ... 39
5.2 Karakteristik Responden ... 39
5.3 Potensi Mangrove ... 41
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
6.1 Kondisi Perikanan Budidaya di Lokasi Penelitian ... 45
6.2 Analisis Perbandingan Pendapatan Tambak Silvofishery dan Tambak Non-silvofishery... 48
6.3 Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Tambak Silvofishery ... 50
6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Tambak untuk Menerapkan Sistem Tambak Silvofishery ... 64
6.5 Silvofishery sebagai Alternatif Bentuk Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan ... 69
VII SIMPULAN DAN SARAN ... 71
7.1 Simpulan ... 71
7.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN ... 78
(15)
1 Produk dan jasa hutan mangrove ... 8
2 Kriteria ekosistem hutan mangrove ... 9
3 Kriteria perbandingan sistem budidaya tambak ... 10
4 Syarat-syarat faktor teknik lingkungan dalam budidaya tambak ... 11
5 Perbedaan analisis finansial dan analisis ekonomi ... 16
6 Penelitian mengenai ekosistem mangrove dan tambak silvofishery ... 20
7 Penelitian menggunakan analisis kelayakan finansial dan ekonomi... 20
8 Matriks metode analisis data ... 26
9 Perbedaan analisis kelayakan finansial dan ekonomi ... 32
10 Matriks metode estimasi nilai manfaat hutan mangrove... 34
11 Luas wilayah di Kecamatan Medan Belawan tahun 2013 ... 37
12 Jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk berdasarkan kelurahan di Kecamatan Medan Belawan tahun 2012 ... 38
13 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kelurahan Belawan Sicanang tahun 2014 ... 39
14 Karakteristik responden ... 40
15 Nilai indeks keanekaragaman Shannon Wienner untuk masing-masing fase perkembangan vegetasi mangrove ... 42
16 Nilai kerapatan pohon, pancang, dan semai ... 44
17 Perbedaan sistem tambak silvofishery dan tambak non-silvofishery per musim panen ... 47
18 Potensi lahan tambak Kota Medan ... 48
19 Perbandingan pendapatan rata-rata per tahun petani tambak silvofishery dan non-silvofishery ... 49
20 Perhitungan border price pakan ... 56
21 Perhitungan border price pupuk ... 56
22 Perhitungan total manfaat hasil perikanan tambak silvofishery dalam setahun ... 57
23 Nilai ekonomi bersih potensi kayu mangrove per hektar... 58
24 Nilai kerugian akibat abrasi ... 60
25 Nilai ekonomi hutan mangrove sebagai penahan abrasi ... 60
(16)
29 Analisis komponen manfaat dan biaya tambak silvofishery ... 62
30 Perbandingan hasil analisis kelayakan tambak silvofishery secara finansial dan ekonomi ... 63
31 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani tambak untuk menerapkan tambak sistem silvofishery ... 66
DAFTAR GAMBAR 1 Dimensi pembangunan berkelanjutan ... 13
2 Transformasi logit ... 18
3 Kerangka pemikiran penelitian ... 24
4 (a) Tambak silvofishery; (b) Tambak non-silvofishery ... 45
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta lokasi penelitian ... 79
2 Analisis pendapatan ... 80
3 Analisis kelayakan tambak silvofishery secara finansial ... 81
4 Analisis kelayakan tambak silvofishery secara ekonomi ... 83
5 Regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem tambak silvofishery ... 85
(17)
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan mangrove mempunyai fungsi yang kompleks. Para ahli berpendapat bahwa hutan mangrove memiliki fungsi fisik, fungsi biologi, dan fungsi ekonomi yang potensial. Bann (1998) dan Kusmana et al. (2005) mengemukakan fungsi fisik hutan mangrove yaitu untuk pemecah gelombang, pelindung pantai dari abrasi, pencegah intrusi air laut ke daratan, pengolah limbah organik, penahan lumpur, dan polutan trap. Fungsi biologis sebagai tempat pemijahan (spawning ground) dan pertumbuhan pasca larva (nursery ground) komoditi perikanan, penyedia makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar ekosistem mangrove, pelindung terhadap keanekaragaman hayati, serta sebagai penyerap karbon dan penghasil oksigen. Menurut Saenger et al. (1981) dan Arief (2003) sebagai fungsi ekonomis hutan mangrove merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat, industri, maupun bagi negara. Hutan mangrove dapat digunakan sebagai lahan untuk tambak, tempat pembuatan garam, tempat rekreasi, dan dapat menghasilkan kayu. Mengingat kompleksnya fungsi hutan mangrove maka keberadaan hutan mangrove harus dikelola secara optimal dan dilestarikan baik secara kuantitas maupun kualitas.
Potensi sumberdaya mangrove yang sangat besar membutuhkan konsep pemanfaatan yang berkelanjutan, namun kenyataannya dalam pelaksanaan pengelolaan tersebut faktor keberlanjutan sumberdaya alam (SDA) sering diabaikan. Hal ini terlihat dengan terjadinya degradasi SDA yang memprihatinkan di berbagai daerah dan kebijakan pengelolaan yang sering memperkuat kecenderungan untuk mengeksploitasi sumberdaya secara berlebihan.
Ekosistem mangrove yang dinilai sangat potensial dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat memicu tingginya tingkat eksploitasi hutan mangrove (Olfie et al. 2011). Kawasan hutan mangrove mengalami tekanan serius pada fungsi ekologisnya dikarenakan pembangunan daerah pesisir, pertambangan, konversi lahan menjadi kolam garam dan pertanian, serta konversi hutan menjadi kolam budidaya atau tambak. Pemanfaatan yang dilakukan secara terus menerus
(18)
dengan tidak mementingkan aspek keberlanjutan akan melampaui kapasitas produksi hutan mangrove sehingga ekosistem maupun habitat yang terkait dengan ekosistem tersebut rusak.
Luas mangrove Indonesia adalah yang terluas di Asia dengan proporsi 49% dari total keseluruhan luasan mangrove dan memiliki 43 jenis mangrove yang berbeda. Kondisi hutan mangrove mengalami penurunan terbesar pada tahun 1980-an (FAO 2007). Pada tahun 1980 hutan mangrove Indonesia memiliki luasan 4,2 juta hektar dan pada tahun 2009 luasan mangrove turun menjadi kurang dari 1,9 juta hektar. Alih fungsi hutan mangrove menjadi lahan tambak merupakan penyebab utama terjadinya penurunan luas mangrove (Balitbang Kehutanan 2013). Setelah terjadi penurunan luasan mangrove masyarakat mulai merasakan pentingnya keberadaan hutan mangrove dan mulai menyadari manfaat dari ekosistem mangrove tersebut. Kemenhut (2013) mencatat adanya upaya rehabilitasi pada tahun 2008 sampai tahun 2013 dengan total penambahan 79 ribu hektar hutan mangrove.
Belawan Sicanang adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara yang memiliki hutan mangrove seluas 125 Ha dan telah mengalami kerusakan seluas 94 Ha (75,20%). Kerusakan hutan mangrove tergolong kondisi berat 72 Ha (76,60%) dari luas kerusakan hutan mangrove 94 Ha (Fadhlan 2011). Selama empat tahun terakhir, Kelurahan Belawan Sicanang selalu terkena banjir rob atau pasang air laut. Salah satu faktor penyebab terjadinya banjir rob di Belawan adalah karena maraknya pembukaan tambak yang merambah kawasan hutan mangrove. Bencana banjir rob menghambat pertumbuhan ekonomi di Belawan dan membutuhkan dana penanggulangan yang sangat besar (Medan Bisnis 8 Juni 2013).
Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa setiap sumberdaya alam harus dikelola dengan berwawasan lingkungan, maka dalam penerapan sistem pengelolaan hutan mangrove perlu memperhatikan beberapa prinsip, yaitu prinsip keberlanjutan fungsi hutan mangrove, terpeliharanya jaring-jaring kehidupan ekosistem hutan mangrove, terpeliharanya keanekaragaman hayati, terkendalinya dampak negatif dan peningkatan dampak positif dari pembangunan
(19)
hutan mangrove, dan kesadaran dari berbagai pihak atas kedudukan hutan mangrove sebagai milik bersama.
Dalam mengatasi pengalihan fungsi hutan mangrove menjadi tambak ikan, Kementerian Kehutanan memperkenalkan pemanfaatan mangrove yang disebut dengan pola “Silvofishery” dalam bentuk tumpangsari. Silvofishery adalah sebuah bentuk terintegrasi antara budidaya tanaman mangrove dengan tambak air payau (Balitbang Kehutanan 2013). Hubungan tersebut diharapkan mampu membentuk suatu keseimbangan sehingga tambak yang secara ekologis mempunyai kekurangan elemen produsen yang harus disuplai melalu pemberian pakan akan tersuplai oleh adanya subsidi produsen (biota laut) dari hutan mangrove (Fitzgerald dan Sutika 1997). Selain manfaat ekologis, masyarakat juga mendapat manfaat ekonomi tambahan dari kayu mangrove yang dihasilkan.
Dibawah pengawasan dan pembinaan Perhutani, masyarakat dihimbau agar melakukan penanaman mangrove kembali di sekitar tambaknya untuk mempertahankan ekosistem hutan mangrove. Upaya tersebut dilakukan untuk merehabilitasi hutan mangrove dan juga mendukung perekonomian masyarakat yang tinggal disekitarnya. Hal ini yang menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan, yaitu untuk menilai apakah pola pemanfaatan silvofishery lebih menguntungkan dibandingkan pola pemanfaatan non-silvofishery serta menjamin keberlangsungan pemanfaatan oleh masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dari hutan mangrove.
1.2 Perumusan Masalah
Desa Canang Kering merupakan desa yang berlokasi di Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Desa Canang Kering merupakan daerah pesisir dimana mangrove yang ada telah mengalami kerusakan karena banyak dikonversi menjadi lahan tambak dan berakibat pada seringnya terjadi bencana banjir pasang air laut (banjir rob) yang menghambat aktivitas dan merugikan perekonomian masyarakat (Medan Bisnis 8 Juni 2013).
Ditengah semakin parahnya kerusakan hutan mangrove di Kelurahan Belawan Sicanang akibat ulah manusia, sejak tahun 2010 petani tambak
(20)
menyadari adanya penurunan kualitas lingkungan dan mengajukan permohonan pelatihan pembuatan sistem tambak silvofishery kepada Departemen Kehutanan. Petani tambak yang telah mengalihfungsikan ekosistem mangrove untuk pembukaan tambak dihimbau melakukan penanaman mangrove kembali dalam penerapan sistem tambak silvofishery. Tambak silvofishery merupakan bentuk pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan yang memanfaatkan hutan mangrove secara langsung (Balitbang Kehutanan 2013).
Pada kenyataannya saat ini belum semua petani tambak mau menerapkan sistem tambak silvofishery sehingga perlu diidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani tambak dalam mengambil keputusan untuk melakukan pemilihan terhadap sistem tambak. Hasil perbandingan pendapatan petani tambak dan manfaat keberadaan mangrove terhadap produktivitas dan keberlanjutan tambak diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menerapkan sistem tambak silvofishery. Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana kondisi perikanan budidaya dan potensi mangrove di Kelurahan
Belawan Sicanang?
2) Berapa pendapatan yang dihasilkan dari sistem tambak silvofishery dan non-silvofishery?
3) Berapa manfaat dan kerugian yang ditimbulkan sistem tambak silvofishery secara finansial dan ekonomi?
4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani tambak dalam pemilihan sistem tambak secara silvofishery?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah sistem tambak silvofishery lebih menguntungkan baik dari segi ekonomi maupun lingkungan sehingga masyarakat yang belum menerapkan mau menerapkan sistem tambak silvofishery. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kondisi perikanan budidaya di Kelurahan Belawan Sicanang.
(21)
2) Membandingkan pendapatan antara sistem tambak silvofishery dengan non-silvofishery.
3) Menganalisis kelayakan sistem tambak silvofishery secara finansial dan ekonomi.
4) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani tambak dalam pemilihan sistem tambak secara silvofishery dan non-silvofishery.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat untuk berbagai hal, antara lain:
1) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan berguna dalam pengaplikasian ilmu pengetahuan yang telah didapatkan pada saat perkuliahan dan diterapkan untuk pemecahan masalah di daerah penelitian.
2) Bagi akademisi, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam penelitian sejenis atau penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan mangrove.
3) Bagi pembuat kebijakan, rekomendasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau pertimbangan dalam menentukan atau membuat kebijakan pengelolaan yang lebih baik. Dalam hal ini, penentuan kebijakan demi kesejahteraan masyarakat pesisir dan kelestarian ekosistem mangrove.
4) Bagi masyarakat, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan solusi yang lebih baik dalam pemanfaatan kawasan mangrove sebagai areal pertambakan yang ramah lingkungan dan peningkatan produksi tambak masyarakat.
1.5Ruang Lingkup Penelitian
Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Penelitian dilakukan hanya dalam ruang lingkup Desa Canang Kering, Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
(22)
2) Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat di sekitar kawasan mangrove yang bermatapencaharian sebagai petani tambak silvofishery dan petani tambak non-silvofishery.
3) Manfaat dari keberadaan mangrove yang dihitung adalah manfaat langsung hasil hutan dan perikanan, dan manfaat tidak langsung sebagai penahan abrasi, feeding ground, dan penyerapan tenaga kerja.
ian sebagai petani tambak silvofishery dan petani tambak non-silvofishery. 4) Analisis dilakukan dalam unit kelompok tani pada tahun ke-4 pelaksanaan
proyek. Periode analisis dilakukan selama 15 tahun yang diasumsikan dari waktu penebangan mangrove sebagai umur proyek.
5) Harga bayangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga bayangan untuk pakan dan pupuk.
(23)
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
2.1.1 Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove termasuk ekosistem pantai atau komunitas bahari dangkal yang menarik, mangrove hidup pada lingkungan yang ekstrim karena membutuhkan air asin (salinitas air), berlumpur, dan selalu tergenang (Irwan 1992). Vegetasi mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki sungai besar dan terlindung seperti delta dan estuaria, dan dapat pula tumbuh di lingkungan daerah pesisir yang berlumpur (Noor et al. 1999).
Irwan (1992) menjelaskan bahwa sejumlah pohon mangrove mempunyai sistem perakaran yang istimewa. Jenis Rizophora mempunyai akar jangkar yang panjang untuk mencegah tumbuhnya semaian didekatnya. Adapula yang mempunyai akar yang muncul tegak di permukaan tanah yaitu dari jenis Sonneratia dan Avicennia, serta adanya akar napas berbentuk lutut dari jenis Bruquiera untuk memberikan kesempatan bagi oksigen untuk masuk ke dalam sistem perakaran. Fungsi utama akar pohon mangrove yang umumnya berbentuk cakram adalah untuk mengurangi arus pasang surut, mengendapkan lumpur, dan merupakan tempat anak-anak udang dan ikan mencari makan sambil berlindung dari kejaran predatornya.
Hutan mangrove merupakan ekosistem dengan tingkat produktivitas yang tinggi dengan berbagai macam fungsi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang penting. Penipisan dan penurunan kapasitas suatu ekosistem untuk memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan pada akhirnya mendorong negara-negara untuk menerapkan paradigma baru yaitu pembangunan berkelanjutan (Kusumastanto dan Meilani 1998). Pemanfaatan wilayah pesisir dalam bentuk pengubahan fungsi hutan mangrove secara tidak terkendali mengakibatkan keadaan tidak sesuai dengan skenario pembangunan berkelanjutan (Indrajaya 1992).
(24)
2.1.2 Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan potensi yang dapat dikembangkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Secara ekologis fungsi hutan mangrove menurut Kusmana et al. (2005), sebagai:
1) Fungsi biologis; yaitu sebagai penyedia makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar mangrove, dan tempat pemijahan atau asuhan (nursery ground) bagi anak udang, ikan, dan biota laut lainnya.
2) Fungsi fisik; yaitu sebagai pemecah gelombang, melindungi pantai dari abrasi, mencegah intrusi air laut, menahan lumpur, dan mengolah limbah organik.
3) Fungsi ekonomis; yaitu sebagai lokasi pembuatan tambak, lahan pertanian, kolam garam, lokasi kegiatan ekoturisme, serta flora dan fauna mangrove yang dapat dimanfaatkan secara langsung.
Tabel 1 Produk dan jasa hutan mangrove
Produk dan Jasa Hutan Mangrove Jenis Produk Bahan Bakar (Fuel) Kayu Bakar (Fuelwood)
Arang (Charcoal)
Konstruksi (Construction) Kayu sebagai Bahan Bangunan (Timber, scaffolding) Konstruksi (Heavy construction)
Alat Pertambangan (Mining props) Pembuatan Kapal (Boat-building)
Perikanan (Fishing) Alat Pancing (Fishing pole)
Tempat Perlindungan Ikan (Fish-attracting shelters) Tekstil (Textile, Leather) Benang Sintetis (Synthetic fibres (rayon))
Bahan Pewarna Kain (Dye for cloth)
Tennin Produk Alami Lainnya (Other Natural
Products)
Ikan (Fish)
Crustaceans Madu (Honey)
Wax
Burung (Birds)
Mamalia (Mammals)
Reptil (Reptiles)
Fauna lainnya (Other fauna)
Makanan dan Obat-obatan (Food, Drugs, and Beverages)
Gula (Sugar)
Alkohol (Alcohol)
Minyak Goreng (Cooking oil)
Cuka (Vinegar)
Pengganti Teh (Tea substitute)
Sayuran (Vegetables fruit/leaves)
(25)
Produk dan Jasa Hutan Mangrove Jenis Produk Barang Rumah Tangga (Household
Items)
Lem (Glue)
Minyak Rambut (Hairdressing oil)
Alu (Rice mortar)
Mainan (Toys)
Korek Api (Match sticks)
Produk Hutan Lainnya (Other Forest Products)
Kotak Pengemasan (Packing boxes)
Obat-obatan (Medicines)
Bahan Kertas (Paper Products) Berbagai jenis kertas (Paper-various)
Sumber: FAO (2007)
Berkaitan dengan manfaat hutan mangrove secara ekonomi seringkali terjadi kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati yang tidak terkendali dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan pada ekosistem mangrove. Kerusakan hutan mangrove dapat menyebabkan hilangnya manfaat langsung dan manfaat tidak langsung dari ekosistem mangrove tersebut.
2.1.3 Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Mangrove
Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan kondisi fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi (rusak) yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Tirtakusumah 1994 dalam Rahmawaty 2006). Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya alam wilayah pantai yang tidak memperhatikan kelestarian, seperti penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, pemukiman, industri dan pertambangan.
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, maka kondisi ekosistem hutan mangrove dibagi menjadi tiga kriteria yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria ekosistem hutan mangrove
No Kriteria Penutupan Kerapatan Pohon/Ha
1 Baik ≥ 75% ≥ 1500 Pohon/Ha
2 Sedang ≥ 50% - < 75% ≥ 1000 - < 1500 Pohon/Ha
3 Rusak < 50% < 1000 Pohon/Ha
(26)
2.2 Sistem Budidaya Tambak
Kawasan perikanan pesisir merupakan tempat dilakukannya berbagai aktivitas yang berorientasi pada usaha-usaha perikanan, baik usaha perikanan budidaya air payau/pertambakan (brakish water aquaculture), budidaya laut (mariculture), maupun usaha penangkapan ikan (capture fisheries) (Ditya 2007). Usaha tambak merupakan sistem usaha perikanan budidaya yang memanfaatkan lahan di pesisir pantai dengan kondisi air payau. Teknologi budidaya tambak dibedakan atas budidaya tradisional, semi-intensif dan intensif. Pembagian sistem budidaya tersebut didasarkan pada beberapa kriteria berikut, yaitu: pakan, pengelolaan air, padat penebaran, ukuran petak tambak, dan produksi seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria perbandingan sistem budidaya tambak
Kriteria Tingkat sistem budidaya
Tradisional Semi-Intensif Intensif
Pakan Alami Alami dan tambahan Pakan formula
lengkap Pengelolaan air Pasang surut Pasang surut dan
pompa Pompa dan aerasi Padat penebaran
(ekor/ /ha/musim) 1.000 – 10.000 10.000-50.000 100.000-500.000 Ukuran petak tambak
(ha) 3-20 1-5 0,1-1,0
Produksi (kg/ ha/
tahun) 100-500 500-1.000 2.000-20.000
Sumber: Suyanto dan Mujiman (2000)
Budidaya tambak intensif dapat menghasilkan produksi yang maksimal namun rentang waktu operasinya pendek, sebaliknya budidaya tambak tradisional produksinya kecil namun rentang waktu operasinya panjang (Boer 2010). Pada umumnya, isu utama dalam perencanaan pembangunan budidaya tambak adalah teknologi yang tepat, minimumkan dampak lingkungan dari budidayatersebut, perhatikan daya dukung lingkungan, minimumkan penyakit, maksimumkan nilai produksi, dan mengurangi kemiskinan (Nautilus Consultants 2000).
Keberhasilan budidaya tambak sangat ditentukan oleh keberadaan berbagai komponen faktor teknik budidaya. Poernomo (1992) menguraikan syarat-syarat faktor teknik lingkungan dalam budidaya tambak pada Tabel 4.
(27)
Tabel 4 Syarat-syarat faktor teknik lingkungan dalam budidaya tambak
No. Tolak Ukur/Daya Dukung
Tinggi Sedang Rendah
1. Tipe dasar pantai Terjal, karang, berpasir, terbuka
Terjal, karang, berpasir atau sedikit lumpur, terbuka
Sangat landai, ber-lumpur tebal, berupa teluk atau laguna 2. Tipe garis pantai Konsistensi tanah stabil Konsistensi tanah stabil Konsistensi tanah
sangat stabil
3. Arus perairan Kuat Sedang Lemah
4. Amplitudo pasang surut
11-21 dm 8-11 dm dan 21-29 dm < 8 dm dan > 29 dm
5. Elevasi Dapat diairi cukup pada saat pasang dan dapat dikeringkan total pada saat surut
Dapat diari cukup pada saat pasang dan dapat dikeringkat total pada saat surut
Dibawah rataan surut terendah
6. Mutu tanah Tekstur sandy clay, sandy clay loam. Tidak bergambut, tidak ber-pirit
Tekstur sandy clay, sandy clay laom. Kandungan pirit rendah
Tekstur lumpur berpasir & bergambut. Kandungan pirit tinggi
7. Air tawar Dekat sungai dengan mutu dan jumlah air memadai
Sama dengan kategori tinggi
Dekat sungai dan bergambut
8. Jalur hijau Memadai Memadai Tipis/tanpa jalur hijau
9. Curah hujan < 2.000 mm 2.000 – 2.500 mm > 2.500 mm Sumber: Poernomo (1992)
Menurut Dahuri et al. (1996) dalam hal budidaya perikanan (tambak) faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas, ketidakpastian hasil produksi (termasuk kegagalan panen) adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan teknologi budidaya (mencakup pemilihan induk, pemijahan, penetasan pembuahan, pemeliharaan larva, pendederan, pembesaran, manajemen kualitas air, manajemen pemberian pakan, genetik (breeding), manajemen kesehatan ikan dan teknik perkolaman sebagian besar petani ikan masih rendah.
2) Kompetisi penggunaan ruang (lahan perairan) antara usaha budidaya perikanan dan kegiatan pembangunan lainnya (pemukiman, industri, pertambangan, dan lainnya) pada umumnya selalu mengalahkan usaha budidaya perikanan.
3) Semakin memburuknya kualitas air sumberdaya untuk budidaya perikanan khususnya di kawasan padat penduduk atau tinggi intensitas pembangunannya.
(28)
2.3 Sistem Tambak Silvofishery
Tambak silvofishery merupakan bentuk dari kebijakan pendekatan perhutanan sosial, yaitu suatu model pengembangan tambak ramah lingkungan yang memadukan antara hutan/pohon (sylvo) dengan budidaya perikanan (fishery). Menurut Balitbang Kehutanan (2013), sistem tambak silvofishery merupakan suatu teknik rehabilitasi hutan mangrove yang pada pelaksanaannya areal tersebut juga diusahakan untuk usaha perikanan.
Pola silvofishery merupakan sebuah konsep usaha terpadu antara hutan mangrove dan perikanan budidaya, yaitu budidaya di tambak menjadi alternatif usaha yang prospektif dan sejalan dengan prinsip blue economy. Pendekatan terpadu terhadap konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove memberikan kesempatan untuk mempertahankan kondisi kawasan hutan tetap baik dan disamping itu budidaya perairan payau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi. Konsep silvofishery ini menawarkan alternatif teknologi yang aplikatif berdasarkan prinsip keberlanjutan (KKP 2013).
Pengelolaan hutan mangrove melalui pendekatan perhutanan sosial dengan sistem tambak silvofishery mempunyai beberapa manfaat yaitu meningkatkan persentase keberhasilan tanaman mangrove diatas 80% dengan jenis ikan yang diusahakan adalah bandeng, udang, dan kepiting; terbinanya petani penggarap empang dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) yang melibatkan Dinas Perikanan, Dinas Pertanian, Kantor Kecamatan setempat maupun pihak Perum Perhutani sendiri; meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya yang tergabung dalam wadah KTH; gangguan terhadap keamanan dan kelestarian mangrove menurun; serta adanya pengakuan dari dunia internasional terhadap keberhasilan program perhutanan sosial payau (Perhutani 1993).
2.4Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Keterbatasan sumberdaya alam merupakan faktor yang membatasi manusiauntuk memenuhi kebutuhannya yang semakin lama semakin kompleks. Peningkatan jumlah penduduk dunia tentu saja membutuhkan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efisien agar tidak mengorbankan faktor lingkungan sehingga keberlanjutan sumberdaya alam untuk generasi mendatang
(29)
dapat dipertahankan (Suryono 2006). Menurut Palunsu dan Messmer (1997), pengertian pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan dan tidak melampaui daya dukung ekosistem (lingkungan).
Tujuan pembangunan berkelanjutan menurut Seragaldin (1996) adalah untuk selalu memperbaiki kualitas hidup manusia atas berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian maka konsep pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk mengintegrasikan tiga aspek kehidupan (ekonomi, sosial, dan ekologi) dalam satu hubungan yang sinergis. Hubungan tersebut digambarkan sebagai “A Triangle Framework” dan didefinisikan sebagai keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dimensi pembangunan berkelanjutan menurut Seragaldin dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Dimensi pembangunan berkelanjutan (Seragaldin 1996)
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa dimensi pembangunan yang berkelanjutan meliputi aspek ekonomi yang mencakup pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisiensi; aspek sosial mencakup keadilan, keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; sedangkan aspek ekologi mencakup keutuhan ekosistem, sumberdaya alam, daya dukung lingkungan, dan keanekaragaman hayati. Pembangunan berkelanjutan akan tercapai apabila pembangunan sosial budaya dan pembangunan lingkungan hidup mempunyai bobot yang sama dengan pembangunan ekonomi.
Economics
(30)
2.5Analisis Pendapatan
Menurut Nicholson (2002) usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja, dan modal dalam proses produksinya. Petani akan selalu mencari cara mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat memperoleh produksi yang maksimal karena petani berprinsip bagaimana mendapatkan keuntungan yang maksimum (profi maximization). Di lain pihak, ketika petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usaha taninya, upaya memaksimalkan keuntungan dapat juga dilakukan dengan menekan biaya produksi seminimal mungkin.
Penerimaan total usahatani merupakan hasil produksi dikalikan dengan harga per satuan produksi tersebut, sedangkan pengeluaran total usahatani merupakan semua nilai yang dikeluarkan dalam melakukan proses produksi. Perbedaan antara penerimaan dan pengeluaran inilah yang disebut dengan pendapatan (Nicholson 2002).
2.6Analisis Biaya Manfaat
Analisis Biaya dan Manfaat atau Benefit-Cost Analysis (BCA) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui besaran keuntungan atau kerugian, serta kelayakan suatu kegiatan usaha. Tujuan utama dari BCA adalah untuk menentukan proyek atau kebijakan yang efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya. Analisis ini didasarkan pada tambahan biaya dan manfaat neto yang membentuk tambahan arus uang, kemudian ukuran tersebut akan menghasilkan Net Present Value (NPV), yaitu rasio antara penjumlahan manfaat yang telah didiscounting per jumlah biaya yang telah didiscountingkan, sehingga proyek yang ada nanti akan menggambarkan penggunaan sumber daya yang efisien. Kriteria lainnya adalah Benefit-Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP) (Gray 2008). Evaluasi proyek merupakan pengkajian suatu proyek sudah berjalan, apakah proyek dapat dilanjutkan (go project) atau dihentikan (no go project), dengan berdasarkan berbagai aspek kajian (Husnan dan Suwarsono 1994). Dalam mengevaluasi proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek yang saling berkaitan dan secara bersama-sama
(31)
menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut (Gittinger 2008). 2.6.1 Analisis Kelayakan Secara Finansial
Analisis finansial adalah suatu analisis yang dilihat dari orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam manfaat dan biaya usaha tersebut, yaitu individu atau pengusaha (Gray et al. 2007). Dalam Gray et al. (2007) yang menjadi dasar perhitungan analisis finansial adalah harga menggunakan harga pasar baik untuk sumber-sumber yang dipergunakan untuk produksi maupun untuk hasil-hasil produksi dari usaha, pajak adalah bagian dari manfaat yang dibayar kepada instansi pemerintah, penerimaan subsidi berarti pengurangan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik usaha, biaya investasi dibiayai modal sendiri, serta bunga atas pinjaman dalam maupun luar negeri merupakan biaya proyek.
2.6.2 Analisis Kelayakan Secara Ekonomi
Analisis ekonomi adalah analisis yang dilakukan untuk mengidentidikasi keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau keseluruhan perekonomian tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut (Kadariah 2001). Pada analisis ekonomi, harga menggunakan shadow price yaitu harga yang disesuaikan sedemikian rupa untuk menggambarkan niai sosial yang sebenarnya dari barang dan jasa tersebut. Penentuan shadow price menurut Gray et al. (2007) adalah dengan social opportunity cost tiap-tiap unit modal tersebut yang besarnya sama dengan tingkat bunga sosial. Social opportunity cost adalah manfaat yang diperoleh bila modal tersebut diinvestasikan dalam proyek.
Selain shadow price, terdapat kriteria dasar perhitungan analisis ekonomi lain seperti pajak yang merupakan transfer dari manfaat proyek yang diserahkan kepada pemerintah dan digunakan untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Subsidi dianggap sebagai sumber yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proyek. Biaya investasi dianggap sebagai biaya proyek
(32)
pada saat dikeluarkan. Bunga atas pinjaman dalam negeri dianggap manfaat sosial karena tidak dimasukkan sebagai biaya, sedangkan bunga atas pinjaman luar negeri yang terikat dan tersedia hanya untuk satu proyek tertentu diperhitungkan sebagai biaya proyek pada saat tahun pembayaran (Gray et al. 2007). Perbedaan analisis finansial dan analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perbedaan analisis finansial dan analisis ekonomi
Kriteria Analisis Finansial Analisis Ekonomi
Sudut Pandang Analisis yang melihat manfaat dan biaya tambak silvofishery dari sudut pandang petani tambak.
Analisis yang melihat manfaat dan biayatambak silvofishery dari sudut pandang pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Harga Harga yang berlaku di pasar dan
sudah memperhitungkan pajak dan subsidi.
Harga bayangan, yaitu harga yang disesuaikan untuk menggambarkan nilai sosial ekonomi yang sebenarnya.
Pajak Pajak adalah biaya yang dibayarkan petani tambak
silvofishery kepada instansi pemerintah.
Pajak adalah transfer manfaat proyek tambak silvofishery yang diserahkan kepada pemerintah.
Subsidi Penerimaan subsidi adalah pengurangan biaya yang diterima oleh petani tambak silvofishery.
Subsidi adalah sumber-sumber yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proyek tambak silvofishery.
Biaya Investasi Bagian investasi yang dibiayai dari dalam dan luar negeri tidak dianggap biaya saat dikeluarkan.
Seluruh biaya investasi baik dari modal sendiri maupun dari pinjaman yang berasal dari dalam dan luar negeri dianggap sebagai biaya proyek saat dikeluarkan. Pelunasan Pinjaman Arus pelunasan pinjaman
merupakan biaya.
Pelunasan pinjaman yang digunakan untuk membiayai sebagian investasi diabaikan dalam perhitungan biaya.
Bunga Bunga atas pinjaman merupakan biaya proyek.
Bunga atas pinjaman dalam negeri tidak dimasukkan biaya karena merupakan modal masyarakat. Sumber: Gittinger (2008)
2.7 Model Regresi Logistik
Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah model regresi logistik. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengambilan keputusan menurut Reijntjes et al. (1992) cara yang ditempuh suatu rumah tangga petani tergantung pada ciri-ciri rumah tangga yang bersangkutan, misalnya jumlah anggota keluarga, usia, kondisi kesehatan, kemampuan, keinginan, kebutuhan, pengalaman bertani, pengetahuan, dan keterampilan serta hubungan antar anggota
(33)
rumah tangga. Menurut Pattanayak et al. (2003) terdapat lima faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pertanian dan kehutanan, yaitu:
1) Preferensi petani, secara eksplisit efek dari preferensi petani sulit untuk diukur maka digunakan pendekatan berdasarkan faktor sosial demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan status sosial.
2) Resources endowment, digunakan untuk mengukur ketersediaan sumberdaya pada adopsi teknologi untuk diimplementasikan. Umumnya resources endowment memiliki kolerasi positif dengan adopsi teknologi. 3) Insentif pasar, merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya biaya
atau tingginya penerimaan dari adopsi teknologi. Faktor ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap adopsi teknologi.
4) Faktor biofisik, faktor ini diharapkan dapat mempengaruhi proses produksi yang berhubungan dengan pertanian dan kehutanan. Umumnya jika kondisi biofisik rendah (seperti tingginya intensitas banjir rob) akan berkorelasi positif dengan kesediaan untuk menerima teknologi.
5) Resiko dan ketidakpastian, faktor ini memperlihatkan ketidaktahuan pasar dan pemerintah terhadap kebijakan yang dibuat.
Faktor-faktor ini kemudian diadaptasi dalam penelitian sebagai pertimbangan untuk menentukan variabel apa yang mempengaruhi keputusan petani tambak dalam menerapkan sistem tambak silvofishery. Faktor yang digunakan adalah preferensi petani, insentif pasar, dan faktor biofisik.
Regresi logistik merupakan salah satu model statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya atau tidak, sukses atau gagal, dan lain-lain, atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju (Rosadi 2011). Dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi dari regresi linear ke logit (Firdaus dan Afendi 2008).
(34)
Formulasi transformasi logit tersebut adalah:
...(1) Persamaan (1) dapat ditunjukkan menjadi:
...(2) dimana:
Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan
Xi = variabel bebas
α = intersep
β = koefisien regresi
e = bilangan dasar logaritma natural (e = 2.718)
Zi =
Kedua sisi dari persamaan (2) dikalikan dengan 1+e-zi sehingga persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
...(3) Dibagi dengan Pi dimana 1 disubstitusi dengan
...(4) Persamaan (4) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural (ln) yaitu:
...(5) Atau dari persamaan (5) dapat dituliskan menjadi,
...(6) Persamaan (6) merupakan model persamaan logit atau model regresi logistik.
Pi Logit (Pi)
Transformasi Logit
Predictor Predictor
(35)
Dimana Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk orang ke-i dan log e adalah logaritma basis bilangan e. Kategori sukses secara umum merupakan kategori yang menjadi perhatian dalam penelitian. Gambar 2 mengilustrasikan proses transformasi logit tersebut (Firdaus dan Afendi 2008).
Interpretasi model logistik sama seperti model OLS yaitu dengan slope dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p) akibat perubahan satu unit peubah bebas. Keuntungan dalam penggunaan regresi logistik adalah terdapatnya odds ratio. Odd adalah peluang kejadian tidak sukses dari peubah respon. Ratio mengindikasikan seberapa mungkin dalam kaitannya dengan nilai odd munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lain. Apabila pengamatan Y ke-i merupakan setuju/bersedia untuk membayar maka dilambangkan Yi=1, peluangnya adalah Pi, sedangkan peluang untuk Yi=0 (tidak setuju) adalah (1-Pi). Odds ratio dituliskan sebagai berikut:
...(7) Li dikenal dengan logit, yang merupakan logaritma dari rasio sebelumnya dan linier dalam variabel independen dan parameter. Estimasi parameter dari metode regresi logistik dapat dilakukan dengan metode maximum likelihood estimator (mle), dimana parameter optimal dapat diperoleh dengan metode numerik (Rosadi 2011).
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai ekosistem mangrove dan tambak silvofishery telah banyak dilakukan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Beberapa hasil dari penelitian tersebut dijadikan referensi pada penelitian ini. Penelitian mengenai peranan dan manfaat sumberdaya hayati ekosistem mangrove telah dilakukan oleh Gunawan dan Noorhidayah (2007). Hasil penelitian Gunawan et al. (2007) mengidentifikasi peranan program silvofishery dalam menyumbang pendapatan masyarakat sekitar dan mengkonservasi hutan mangrove. Halidah et al. (2007) melakukan penelitian terhadap produktivitas tambak pada berbagai penutupan mangrove, sedangkan analisis perbandingan hasil tambak perikanan di dalam dan di luar kawasan mangrove telah dilakukan oleh Wisyanda (2013).
(36)
Penelitian mengenai analisis kelayakan secara finansial dan ekonomi telah dilakukan oleh Margaretta (2013) mengenai analisis ekonomi usahatani jamur tiram putih dan oleh Renita (2013) menganalisis secara finansial dan ekonomi pengembangan taman wisata alam sesuai daya dukung kawasan. Mantau (2008) melakukan penelitian terhadap kelayakan investasi usaha budidaya ikan mas dan nila dalam keramba jaring apung ganda. Hasil dari penelitian terdahulu mengenai ekosistem mangrove dan tambak silvofishery dan analisis kelayakan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6 Penelitian mengenai ekosistem mangrove dan tambak silvofishery
Penulis Judul Hasil Penelitian
Gunawan dan
Noorhidayah 2007
Peranan dan manfaat sumberdaya hayati ekosistem mangrove
Perubahan luas hutan mangrove sebesar 50% dapat mengakibatkan pengurangan nilai ekonomi ekosistem mangrove sebesar Rp 23.820.915.689,79 hingga Rp 39.701.526.149,65.
Gunawan et al.
2007
Peranan Silvofishery
dalam Peningkatan Pendapatan Masyarakat dan Konservasi Mangrove di Bagian Pemangkuan Hutan Ciasem-Pamanukan, Kesatuan Pemangkuan Hutan Purwakarta
Kegiatan silvofishery empang parit mampu memberikan tambahan pendapatan bagi petani rata-rata 72,16% tetapi belum cukup tepat sasaran. Persepsi petambak terhadap fungsi mangrove umumnya masih kurang, hanya 15% responden yang menyatakan mangrove penting bagi produksi perikanan. Hasil Wawancara dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan komposisi yang disajikan dalam bentuk grafik.
Halidah et al.
2007
Produktivitas Tambak Pada Berbagai Penutupan Mangrove
Produktivitas tambak yang optimal pada plot dengan penutupan mangrove 60% dimana parameter yang dilihat adalah produksi serasah, pertumbuhan berat ikan, kesuburan fitoplankton, dan kesuburan zooplankton yang tinggi.
Wisyanda 2013
Analisis Perbandingan Hasil Tambak Perikanan di Dalam dan di Luar Kawasan Mangrove (Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur)
Surplus produsen petani tambak dalam kawasan mangrove adalah sebesar Rp 7.351.792,00 per hektar per tahun, sedangkan surplus produsen petani tambak petani di luar kawasan mangrove adalah sebesar Rp 2.407.010,00 per hektar per tahun. Metode yang digunakan adalah analisis biaya dan manfaat dan Surplus Produsen.
Tabel 7 Penelitian menggunakan analisis kelayakan finansial dan ekonomi
Penulis Judul Hasil Penelitian
Margaretta 2013
Analisis Ekonomi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung
Kabupaten Bogor
Analisis pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang dilakukan menunjukkan bahwa usaha tani non plasma A memiliki pendapatan dan penyerapan tenaga kerja terbesar, sedangkan usahatani plasma tidak layak untuk dijalankan karenapetani mengalami kerugian. Berdasarkan kriteria kelayakan ekonomi ketiga jenis usahatani jamur tiram putih layak untuk dijalankan.
(37)
Penulis Judul Hasil Penelitian Renita
2013
Analisis Finansial dan Ekonomi Pengembangan Taman Wisata Alam Telaga Warna Sesuai Daya Dukung Kawasan
Pengembangan kawasan TWA Telaga Warna secara finansial memberikan keuntungan bagi pihak ketiga, dan secara ekonomi TWA Telaga Warna tidak mengganggu kelestarian ekosistem sekitar kawasan. Pada analisis ekonomi upah tenaga kerja dianggap sebagai manfaat sosial sehingga lebih menguntungkan dibanding analisis finansial. Mantau
2008
Analisis Kelayakan Investasi Usaha Budidaya Ikan Mas dan Nila dalam Keramba Jaring Apung Ganda di Pesisir Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara
Analisis kelayakan usaha baik secara finansial maupun ekonomi dengan menggunakan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan PBP menunjukkan bahwa investasi usaha budidaya ikan dalam KJA Ganda layak untuk dilaksanakan dalam kurun waktu yang panjang.
Aspek keterbaruan dari penelitian ini adalah perbandingan pendapatan sistem tambak silvofishery dengan sistem tambak non-silvofishery dan analisis kelayakan secara finansial dan ekonomi mengenai tambak silvofishery. Analisis perbandingan pendapatan bertujuan untuk melihat apakah sistem tambak silvofishery lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem tambak non-silvofishery. Dilakukannya penelitian kelayakan tambak silvofishery bertujuan untuk menganalisis manfaat sosial dan biaya sosial tambak silvofishery agar mengetahui pengaruh keberadaan mangrove terhadap produktivitas tambak dan meningkatkan partisipasi petani tambak untuk menerapkan pola tambak silvofishery yang dapat menjaga kelestarian mangrove.
(38)
III
KERANGKA PEMIKIRAN
Desa Canang Kering merupakan wilayah pesisir dimana mayoritas utama mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai petambak atau nelayan. Untuk meningkatkan produktivitas budidaya ikan secara intensif, petani tambak memilih untuk melakukan penebangan liar ekosistem mangrove yang kemudian dijadikan tambak. Alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak berdampak pada menurunnya kualitas ekosistem mangrove dan area mangrove yang semakin mengecil.
Ekosistem mangrove memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Salah satu fungsi ekologis hutan mangrove adalah sebagai pemecah gelombang dan penjaga garis pantai (Kusmana et al. 2005). Kerusakan hutan mangrove menyebabkan Desa Canang Kering menjadi rawan bencana banjir rob yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi setempat. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat, pemerintah, dan semua pihak untuk menjaga kelestarian mangrove di wilayah pesisir.
Tambak merupakan salah satu bentuk manfaat langsung dari ekosistem mangrove bagi kehidupan manusia yang memiliki nilai ekonomi. Terdapat dua model tambak yang diterapkan, yaitu pengelolaan tambak silvofishery dan pengelolaan tambak non-silvofishery. Pengelolaan tambak silvofishery diduga lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem tambak non-silvofishery. Hutan mangrove bernilai tinggi karena memiliki manfaat ekologis, contohnya dengan keberadaan mangrove biaya pemeliharaan tambak menjadi murah karena petani tambak tidak perlu memberikan pakan ikan setiap hari. Hal ini disebabkan karena produksi fitoplankton sebagai energi utama perairan telah mampu memenuhi kebutuhan untuk usaha budidaya tambak sehingga terwujud efesiensi.
Petani tambak di Desa Canang Kering masih banyak yang belum menerapkan sistem tambak silvofishery. Analisis perbandingan pendapatan dilakukan untuk melihat sistem tambak mana yang lebih menguntungkan antara sistem tambak silvofishery dan non-silvofishery. Setelah kedua sistem tambak dibandingkan, perlu dibuktikan bagaimana pengaruh keberadaan mangrove
(39)
terhadap produktivitas tambak, yakni dengan menganalisis kelayakan tambak silvofishery secara finansial dan ekonomi.
Partisipasi masyarakat untuk menerapkan sistem tambak silvofishery dapat ditingkatkan dengan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan jenis tambak. Faktor-faktor ini akan diidentifikasi melalui pendekatan analisis regresi logistik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penerapan pola sistem tambak silvofishery yang dapat menjaga kelestarian ekosistem mangrove dan memberi dampak ekonomi bagi masyarakat. Berikut adalah kerangka pemikiran operasional yang dibentuk dalam diagram alir (Gambar 3):
(40)
Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian
Kerusakan Mangrove di Canang Kering
Upaya Peningkatan Produktivitas Konversi Hutan
Mangrove untuk Pembukaan Tambak
Fungsi Ekologis Fungsi Ekonomi
Ekosistem Mangrove
Peningkatan Partisipasi Masyarakat untuk Menerapkan Sistem Tambak Silvofishery yang dapat Menjaga Kelestarian
Mangrove Analisis
Deskriptif
Identifikasi Pola Sistem Tambak
Perbandingan Pendapatan Tambak
Non-Silvofishery
Tambak
Silvofishery
Sistem Tambak yang Berkelanjutan
Analisis Kelayakan Finansial dan
Ekonomi
Analisis Pendapatan (R/C
Ratio)
Analisis Biaya Manfaat
Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis
Tambak
Analisis Regresi Logistik
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis
(41)
IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Canang Kering, Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan data dilakukan selama satu bulan yaitu bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut ekosistem mangrove mengalami kerusakan dan telah ada penerapan pola tambak silvofishery sebagai upaya rehabilitasi.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung menggunakan kuesioner responden yang menjadi objek penelitian dan para tokoh atau instansi terkait. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh melalui studi literatur dari penelitian-penelitian dahulu yang terkait, jurnal nasional maupun internasional, data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Dinas Perikanan dan Peternakan, Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup, dan literatur lain yang dapat menunjang tujuan yang ingin dicapai.
4.3 Metode Pengambilan Responden
Penelitian ini tidak menggunakan metode pengambilan sampel untuk responden karena dilakukan dengan sensus. Ruslan (2008) mengatakan bahwa peneliti sebaiknya mempertimbangkan untuk meneliti seluruh elemen-elemen dari populasi, jika elemen populasi relatif sedikit dan variabilitas setiap elemennya tinggi (heterogen). Sensus lebih layak dilakukan jika penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik setiap elemen dari suatu populasi. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh petani tambak di Desa Canang Kering, yaitu petani tambak silvofishery berjumlah 14 orang dan petani tambak non-silvofishery berjumlah 26 orang.
(42)
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode Analisis Pendapatan dan Analisis Biaya Manfaat. Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk matriks pada Tabel 8.
Tabel 8 Matriks metode analisis data
No Tujuan penelitian Data yang dibutuhkan Sumber data Metode analisis data 1 Mengidentifikasi kondisi
perikanan budidaya
Pola-pola sistem tambak yang digunakan oleh petani tambak
-Wawancara dengan petani tambak mengenai pola sistem tambak -Data sekunder dari
Badan Lingkungan Hidup Kota Medan
Analisis Deskriptif
2 Membandingkan pendapatan antara sistem tambak sylvofishery
dengan sistem tambak
non-silvofishery
Petani tambak sylvo-fishery:
1. Penerimaan 2. Pengeluaran
Petani tambak non-silvofishery:
1. Penerimaan 2. Pengeluaran
- Wawancara dengan petani tambak
silvofishery mengenai pendapatan tambak - Wawancara dengan
petani tambak non-silvofishery mengenai pendapatan tambak
Analisis pendapatan (R/C Ratio)
3 Menganalisis kelayakan tambak silvofishery
secara finansial dan ekonomi
Petani tambak sylvo-fishery:
1. Manfaat privat 2. Manfaat sosial 3. Biaya privat 4. Biaya sosial
Wawacara dengan petani tambak silvofishery
mengenai pengelolaan tambak
Analisis Biaya dan Manfaat
4 Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi petani tambak dalam pemilihan sistem tambak secara
sylvofishery dan non-silvofishery
Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi keputusan petani dalam pemilihan pola tambak: 1. Pendidikan formal 2. Luas areal tambak 3. Status kepemilikan 4. Lama bertambak 5. Keikutsertaan dalam
pelatihan
Wawancara dengan petani tambak mengenai pemilihan keputusan sistem tambak yang digunakan
Analisis Regresi Logistik
4.4.1 Identifikasi Kondisi Perikanan Budidaya
Identifikasi kondisi perikanan budidaya dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif bersifat eksploratif, yaitu berupaya menelusuri dan mengungkapkan struktur dan pola tanpa mengaitkan secara kaku asumsi-asumsi tertentu (Juanda 2007). Analisis deskriptif bertujuan untuk
(43)
memberikan gambaran atau deskripsi suatu populasi. Identifikasi kondisi perikanan budidaya dilakukan untuk menggambarkan sistem budidaya yang diterapkan di lokasi penelitian.
4.4.2 Analisis Pendapatan
Pendekatan yang digunakan untuk membandingkan pendapatan antara petani tambak silvofishery dengan non-silvofishery adalah melalui analisis pendapatan. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran, formulasi pendapatan menurut Nicholson (2002) adalah sebagai berikut:
...(8) Keterangan:
π = Tingkat pendapatan tambak nonsilvofishery (Rp) TR = Total penerimaan tambak non-silvofishery (Rp) TC = Total pengeluaran tambak non-silvofishery (Rp) Py1 = Harga per satuan produksi udang (Rp)
Y1 = Jumlah produksi udang (kg)
Py2 = Harga per satuan produksi ikan (Rp)
Y2 = Jumlah produksi ikan (kg)
Py3 = Harga per satuan produkisi kepiting (Rp)
Y3 = Jumlah produksi kepiting
Pxi = Harga input (Rp)
Xi = Jumlah input (kg)
i = 1, 2, 3, ...., n
Setelah mengestimasi total penerimaan dan total biaya tambak non-silvofishery selanjutnya tingkat pendapatan pada tambak silvofishery juga diestimasi dengan formula yang sama. Analisis selanjutnya adalah dengan melihat rasio penerimaan atas biaya (R/C) dari sistem tambak silvofishery dan non-silvofishery untuk melihat sistem tambak yang lebih menguntungkan. Return Cost Ratio (R/C Ratio) dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya (Soekartawi 1995).
(44)
Secara matematika R/C Ratio dituliskan sebagai berikut:
...
(9) Keterangan:r = Return cost ratio tambak non-silvofishery R = Penerimaan tambak non-silvofishery
C = BT + BNT
BT = Biaya tunai tambak non-silvofishery BNT = Biaya non tunai tambak non-silvofishery
Analisis R/C ratio selanjutnya juga dilakukan pada sistem tambak silvofishery dengan formula yang sama. Hasil R/C ratio dari sistem tambak silvofishery dengan nonsilvofishery kemudian akan dibandingkan. Analisis R/C ratio menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam usaha tambak. Secara teoritis, usaha tambak dikatakan menguntungkan jika R/C > 1, dan merugikan jika R/C < 1. Rasio R/C = 1 artinya usaha tambak mengalami Break Even Point (BEP) atau mencapai titik impas, dimana usaha tambak tersebut tidak untung ataupun rugi (Soekartawi 1995). 4.4.3 Analisis Kelayakan Sistem Tambak Sylvofishery
Identifikasi Manfaat dan Biaya
Analisis kelayakan secara finansial dan ekonomi dilakukan dengan cara penyusunan cash flow, yaitu mengelompokkan komponen yang termasuk ke dalam biaya dan manfaat baik privat maupun sosial pada sistem tambak silvofishery. Analisis kelayakan usaha tambak silvofishery ini menggunakan beberapa asumsi:
1. Umur ekonomis adalah 15 tahun dihitung berdasarkan umur tebang tanaman mangrove.
2. Tingkat suku bunga yang digunakan sebesar 7 persen berdasarkan nilai bunga deposito di Bank BRI pada bulan Agustus 2014.
3. Harga seluruh input dan output yang digunakan dalam analisis merupakan harga rata-rata dari semua usaha tambak yang ada dan bersumber dari hasil wawancara dan survei lapang pada petani tambak.
(45)
4. Harg silvo harg waw 5. Pem ke-1 bata luas 6. Nila diasu anal luas Analisis K Keg yang dida NPV, BC merupakan matematis Kete Bt Ct i t n Proy nol. Dala peningkata kriteria la
ga jual h
ofishery dan ga rata-rata wancara dan manfaatan ha 15) dengan as maksimu an mangrov ai manfaat umsikan sa lisis yaitu p
mangrove
Kelayakan
giatan perika apat sesuai CR, IRR, d
n nilai seka s, menurut G
erangan: = Pen = Biay ke-t = Suku = Tahu = Umu yek tersebut am hal ini, an dalam k ainnya, mis
hasil perika n petani tam a dari sem n survei lapa asil kayu d
sistem teba um peneban ve.
mangrove ma setiap ta pada saat u
seluas 30%
Secara Fin
anan tamba dengan sy dan paybac
arang dari a Gittinger (20
...
erimaan pet ya yang dik t (Rp) u bunga (% un kegiatan ur proyek t layak jika , jika proy kesejahteraa salnya Bene
anan diasu mbak non-s
mua petani ang pada lok
diasumsika ang butuh. ngan yang sebagai pe ahun. Nilai umur tanam % persen dar
nansial
ak silvofishe
yarat nilai ck period. arus tambah 008) rumus ... tani tambak keluarkan p
%) n kriteria NP yek memen an sosial. efit-Cost R umsikan sa ilvofishery
tambak d kasi penelit
n dilakukan Nilai hasil
diperboleh
nyedia pak yang digun man mangrov
i total luas t
ery dapat di dari kriteri Dalam ana han pendapa s dari NPV a ...
k silvofisher
petani tamb
PV adalah le nuhi kriteri Selain NPV
atio (BCR)
ama baik , harga ters dan bersum
ian.
n pada akhi l kayu diasu hkan yaitu
kan alami (f
nakan adalah ve 5 tahun tambak.
ikatakan lay ia-kriteria k alisis finan
atan untuk adalah:
...
ry pada tahu bak silvofish
ebih besar at ia NPV, b V, ada beb ), Internal
petani ta sebut merup mber dari
ir proyek ( umsikan de
25% dari
(feeding gro
h nilai saat n dengan ko
yak apabila kelayakan, nsial, nilai
individu. S
...
un ke-t (Rp)
hery pada
atau sama de berarti akan berapa alter
Rate of R
mbak pakan hasil tahun engan total ound) tahun ondisi a nilai yaitu NPV Secara . (10) ) tahun engan n ada rmatif Return
(46)
(IRR yang manf nilai Seca IRR meng mem tamb maks karen dan proye Capi perhi Seca
R), dan Pay
g menggamb faat bersih y BCR yang ara sistemati
Keteranga Bt = Ct =
i =
t =
n =
Kriteria y merupakan gukur manf mbuat manfa bahan sama simum yang na proyek m
proyek bar ek atau keg
ital atau D
itungan ini ara matemat
IRR = i1 = i2 =
yback Perio
barkan rasi yang bernil didapat ada is, rumus BC
an:
= Penerimaa = Biaya yan ke-t (Rp) = Suku bung = Tahun keg = Umur proy yang beriku
n cara lai faat proyek aat sekarang a dengan n
g dapat dib membutuhk ru sampai giatan invest
Discount Ra
adalah dala tis dapat ditu
= Internal ra
= Discount r
= Discount r
od (PP). K io antara m lai negatif. alah sama d CR dapat di
an petani tam ng dikeluar ga (%) giatan yek tnya adalah n penggun k, yakni den
g neto dari nol (NPV=0
bayar oleh kan dana la pada tingk tasi dikatak
ate yang d am satuan pe
uliskan seba
ate of return rate yang m
rate yang m
Kriteria kela manfaat bers Suatu proye dengan atau ituliskan se ...
mbak silvof
rkan petani
h IRR. Ting naan arus
ngan menc arus manfa 0). Tingkat proyek unt agi untuk b kat pulang kan layak ap digunakan . ersentase. agai berikut
n (%) menghasilka menghasilka
ayakan BCR sih yang be ek dapat di
lebih besar bagai berik
...
fishery pada tambak sil
gkat penge manfaat n cari tingkat aat neto tam t tersebut a tuk sumberd biaya-biaya
modal (Gi pabila IRR ≥
. Besaran
t:
an NPV posi an NPV nega
R merupak ernilai posi katakan lay dari satu. ut: ...
a tahun ke-t
lvofishery p
mbalian int eto tambah diskonto y mbahan atau adalah ting daya yang operasi dan ttinger, 200 ≥Opportun yang dihas . itif (%) atif (%) kan kriteria itif dengan yak apabila ... (11) (Rp) pada tahun ternal atau han unfuk yang dapat u arus uang gkat bunga
digunakan n investasi 08). Suatu
nity Cost of
silkan dari
....
f
... (12) Keterangan:
(47)
NPV1 = NPV positif (Rp)
NPV2 = NPV negatif (Rp)
Adapun kriteria yang digunakan selanjutnya adalah payback period (PP). Kriteria PP merupakan kriteria yang digunakan untuk menunjukkan jangka waktu yang diperlukan biaya investasi untuk kembali. Menurut Gittinger (2008), PP merupakan jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan. Kriteria payback period berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan cashflow. Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat pengembalian investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk diusahakan.
Analisis Kelayakan Secara Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan sistem tambak silvofishery layak secara ekonomi dengan memasukkan manfaat dan biaya sosial. Indikator kelayakan dalam analisis ekonomi sama dengan indikator yang digunakan dalam analisis finansial yaitu NPV, Net B/C, IRR dan PP (Gray et al. 2007). Perbedaan dalam analisis ekonomi dan finansial dapat dilihat pada Tabel 9.
(48)
Tabel 9 Perbedaan analisis kelayakan finansial dan ekonomi
Kriteria Analisis Finansial Analisis Ekonomi Harga Harga pasar untuk seluruh
input dan output.
Harga bayangan menggunakan
border price pada input pakan dan pupuk karena merupakan barang
tradeable yang dapat diperdagangkan secara internasional. Harga yang digunakan adalah harga Cost Insurance and Freight (CIF). Harga bayangan menggunakan opportunity cost pada input tenaga kerja.
Pajak Pajak dihitung dalam
analisis finansial.
Pajak tidak dihitung dalam analisis ekonomi.
Bunga Pinjaman Bunga atas pinjaman merupakan biaya.
Bunga atas pinjaman diabaikan dalam perhitungan biaya.
Manfaat Manfaat privat yang berupa hasil perikanan dan hasil kayu mangrove.
Manfaat privat dan manfaat sosial. Manfaat sosial yang dihitung adalah manfaat mangrove sebagai penahan abrasi dan feeding ground. Nilai manfaat penahan abrasi dihitung menggunakan metode economic loss
dan nilai manfaat feeding ground
dihitung menggunakan pendekatan biaya produksi.
Sumber: Gittinger (2008)
Estimasi Nilai Manfaat Mangrove
Nilai ekonomi mangrove dinilai melalui identifikasi manfaat dan pengkuantifikasian nilai manfaat yang terkait dengan hutan mangrove. Nilai ekonomi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nilai guna dan nilai non-guna. Nilai guna meliputi nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, dan nilai guna pilihan. Nilai non guna terdiri dari nilai warisan dan nilai keberadaan. Pada penelitian ini estimasi nilai manfaat mangrove dibatasi hanya pada nilai guna langsung yang berupa hasil perikanan dan hasil kayu, dan nilai guna tidak langsung sebagai penahan abrasi dan feeding ground.
1. Nilai Guna Langsung (Direct Use Value)
Nilai guna langsung dihasilkan dari pemanfaatan secara langsung suatu sumberdaya, dalam hal ini adalah hutan mangrove. Nilai manfaat langsung tersebut dihitung dari jenis pemanfaatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Belawan Sicanang. Nilai manfaat langsung ini diidentifikasi dari hasil tangkapan ikan,udang, kepiting, dan nilai potensi kayu mangrove.
(49)
Nilai manfaat langsung dari hutan mangrove dari produktivitas ikan, udang, dan kepiting dapat diperoleh dengan menggunakan Productivity Method. Nilai tersebut diperoleh dengan mengalikan volume dan harga jual hasil perikanan. Nilai potensi kayu mangrove diperoleh dengan menggunakan Analysis of Standing Volume (Analisis Volume Tegakan) pada pohon mangrove. Menurut Nilwan et al. (2003) rumus umum yang digunakan untuk menganalisis volume tegakan adalah:
...(14) Keterangan:
V = Volume tegakan (m3) D = Diameter rata-rata (m) T = Tinggi rata-rata (m)
K = Kerapatan rata-rata (pohon per ha) π = 3,14
Analisis volume tegakan dapat menggambarkan kondisi hutan mangrove pada tiap hektar dan juga dapat digunakan sebagai perhitungan awal dari nilai ekonomi potensi kayu mangrove.
2. Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value)
Nilai guna tidak langsung dapat diidentifikasi dari manfaat fisik dan biologis dari hutan magrove. Manfaat fisik dari hutan mangrove yaitu sebagai penahan abrasi air laut. Manfaat biologisnya yaitu daerah penyedia makanan bagi ikan. Penilaian hutan mangrove tambak silvofishery sebagai penahan abrasi diperoleh berdasarkan pendekatan kerugian ekonomi (Economic Loss). Identifikasi besaran biaya kerusakan pada penelitian ini difokuskan pada jenis direct-tangible loss, dimana nilai kerugian dihitung berdasarkan perubahan kerugian banjir akibat abrasi yang dirasakan masyarakat sebelum dan sesudah diterapkan tambak silvofishery yang kemudian dikurangkan dengan biaya penanaman dan pemeliharaan mangrove. Nilai ekonomi manfaat mangrove sebagai penahan abrasi dapat dihitung seperti pada persamaan berikut:
...(15) Keterangan:
(50)
Ka = Kerugian ekonomi akibat abrasi (Rp)
Bm = Biaya penanaman dan pemeliharaan mangrove (Rp)
Penilaian ekonomi sebagai penyedia pakan alami dilakukan secara tidak langsung melalui pendekatan biaya produksi. Nilai ini diestimasi dengan mencari selisih antara biaya pakan yang digunakan pada tambak silvofishery dan tambak non-silvofishery .
Tabel 10 Matriks metode estimasi nilai manfaat hutan mangrove
Manfaat Mangrove Metode Valuasi
Manfaat langsung dari hutan mangrove Hasil Hutan
Hasil perikanan Productivity Method
Manfaat tidak langsung dari hutan mangrove
Sebagai penahan abrasi Economic Loss
Sebagai feeding ground Pendekatan Biaya Produksi
Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012
4.4.4 Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani Tambak untuk Pemilihan Sistem Tambak
Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan pemilihan jenis tambak yaitu dengan pendekatan model regresi logistik. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan pemilihan jenis tambak adalah tingkat pendidikan formal, luas areal tambak, umur, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan, dan lama usaha tambak.
Fungsi persamaannya dirumuskan sebagai berikut (Juanda 2007):
...(16) dimana:
Y = Peluang petani dalam mengambil keputusan (1 = menerapkan sistem tambak silvofishery, 0 = tidak menerapkan sistem tambak silvofishery)
β0 = Intersep
β1...β5 = Parameter peubah
PDDK = Pendidikan formal (tahun) LAT = Luas areal tambak (ha)
(1)
Lampiran 4 Analisis kelayakan secara ekonomi
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
INFLOW
Panen Kayu Mangrove 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Panen Perikanan 0,00 0,00 0,00 489.764.905,00 489.764.905,00 489.764.905,00 489.764.905,00 489.764.905,00 489.764.905,00 Penahan Abrasi 0,00 0,00 0,00 49.250.699,10 49.250.699,10 49.250.699,10 49.250.699,10 49.250.699,10 49.250.699,10
Feeding Ground 0,00 0,00 0,00 1.989.048,81 1.989.048,81 1.989.048,81 1.989.048,81 1.989.048,81 1.989.048,81
Penyerapan Tenaga Kerja 0,00 0,00 0,00 22.185.000,00 22.185.000,00 22.185.000,00 22.185.000,00 22.185.000,00 22.185.000,00 Total Benefit 0,00 0,00 0,00 563.189.652,91 563.189.652,91 563.189.652,91 563.189.652,91 563.189.652,91 563.189.652,91
DF (7%) 1,31 1,23 1,14 1,07 1,00 0,93 0,87 0,82 0,76
Present Benefit 0,00 0,00 0,00 602.612.928,61 563.189.652,91 526.345.470,01 491.911.654,21 459.730.517,96 429.654.689,68
OUTFLOW
Biaya Investasi
Pembuatan Pintu Air 18.539.285,59 0,00 0,00 0,00 0,00 18.539.285,59 0,00 0,00 0,00
Pembangunan Rumah Jaga 21.708.571,47 0,00 0,00 0,00 0,00 21.708.571,47 0,00 0,00 0,00
Pembelian Laha 3.583.571,47 0,00 3.583.571,47 0,00 3.583.571,47 0,00 3.583.571,47 0,00 3.583.571,47
Pembelian Waring 5.297.678,57 0,00 0,00 5.297.678,57 0,00 0,00 5.297.678,57 0,00 0,00
Pembelian Bibit Mangrove 16.882.142,86 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Biaya Operasional
Biaya Tetap
Pemeliharaan Mangrove 11.600.000,00 11.600.000,00 11.600.000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Rehab Pematang 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 Sewa Lahan 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00
Biaya Variabel
Benih Ikan 0,00 0,00 0,00 86.067.857,15 86.067.857,15 86.067.857,15 86.067.857,15 86.067.857,15 86.067.857,15
Pupuk Tambak 0,00 0,00 0,00 7.840.025,51 7.840.025,51 7.840.025,51 7.840.025,51 7.840.025,51 7.840.025,51
Pupuk Mangrove 0,00 0,00 0,00 7.099.635,00 7.099.635,00 7.099.635,00 7.099.635,00 7.099.635,00 7.099.635,00
Obat-obatan 0,00 0,00 0,00 13.329.642,86 13.329.642,86 13.329.642,86 13.329.642,86 13.329.642,86 13.329.642,86
Pakan 0,00 0,00 0,00 10.097.903,57 10.097.903,57 10.097.903,57 10.097.903,57 10.097.903,57 10.097.903,57
Tenaga Kerja 0,00 0,00 0,00 10.440.000,00 10.440.000,00 10.440.000,00 10.440.000,00 10.440.000,00 10.440.000,00 Total Cost 98.636.249,96 32.625.000,00 36.208.571,47 161.197.742,66 159.483.635,56 196.147.921,15 164.781.314,13 155.900.064,09 159.483.635,56
DF (7%) 1,31 1,23 1,14 1,07 1,00 0,93 0,87 0,82 0,76
Present Cost 129.292.002,89 39.967.027,88 41.455.193,48 172.481.584,64 159.483.635,56 183.315.814,16 143.926.381,46 127.260.891,32 121.669.301,97 Net Benefit -98.636.249,96 -32.625.000,00 -36.208.571,47 401.991.910,25 403.706.017,35 367.041.731,76 398.408.338,78 407.289.588,82 403.706.017,35 Present Value -129.292.002,89 -39.967.027,88 -41.455.193,48 430.131.343,97 403.706.017,35 343.029.655,85 347.985.272,76 332.469.626,63 307.985.387,71
(2)
INFLOW
Panen Kayu Mangrove 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 19.703.157,25
Panen Perikanan 489.764.905,00 489.764.905,00 489.764.905,00 489.764.905,00 489.764.905,00 0,00 Penahan Abrasi 49.250.699,10 49.250.699,10 49.250.699,10 49.250.699,10 49.250.699,10 0,00 Feeding Ground 1.989.048,81 1.989.048,81 1.989.048,81 1.989.048,81 1.989.048,81 0,00 Penyerapan Tenaga Kerja 22.185.000,00 22.185.000,00 22.185.000,00 22.185.000,00 22.185.000,00 0,00 Total Benefit 563.189.652,91 563.189.652,91 563.189.652,91 563.189.652,91 563.189.652,91 19.703.157,25
DF (7%) 0,71 0,67 0,62 0,58 0,54 0,51
Present Benefit 401.546.438,95 375.277.045,75 350.726.210,98 327.781.505,59 306.337.855,69 10.016.086,04
OUTFLOW
Biaya Investasi
Pembuatan Pintu Air 0,00 18.539.285,59 0,00 0,00 0,00 0,00
Pembangunan Rumah
Jaga 0,00 21.708.571,47 0,00 0,00 0,00 0,00
Pembelian Laha 0,00 3.583.571,47 0,00 3.583.571,47 0,00 3.583.571,47
Pembelian Waring 5.297.678,57 0,00 0,00 5.297.678,57 0,00 0,00
Pembelian Bibit
Mangrove 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Biaya Operasional
Biaya Tetap
Pemeliharaan Mangrove 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Rehab Pematang 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 6.525.000,00 Sewa Lahan 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00 14.500.000,00
Biaya Variabel
Benih Ikan 86.067.857,15 86.067.857,15 86.067.857,15 86.067.857,15 86.067.857,15 0,00 Pupuk Tambak 7.840.025,51 7.840.025,51 7.840.025,51 7.840.025,51 7.840.025,51 0,00 Pupuk Mangrove 7.099.635,00 7.099.635,00 7.099.635,00 7.099.635,00 7.099.635,00 0,00 Obat-obatan 13.329.642,86 13.329.642,86 13.329.642,86 13.329.642,86 13.329.642,86 0,00 Pakan 10.097.903,57 10.097.903,57 10.097.903,57 10.097.903,57 10.097.903,57 0,00 Tenaga Kerja 10.440.000,00 10.440.000,00 10.440.000,00 10.440.000,00 10.440.000,00 0,00 Total Cost 161.197.742,66 199.731.492,62 155.900.064,09 164.781.314,13 155.900.064,09 24.608.571,47
DF (7%) 0,71 0,67 0,62 0,58 0,54 0,51
Present Cost 114.931.762,68 133.089.526,96 97.086.724,67 95.904.225,09 84.799.305,33 12.509.749,89 Net Benefit 401.991.910,25 363.458.160,29 407.289.588,82 398.408.338,78 407.289.588,82 -4.905.414,22 Present Value 286.614.676,27 242.187.518,79 253.639.486,31 231.877.280,51 221.538.550,36 -2.493.663,85
NPV 3.187.956.928,44 Layak
Net BC 15,95 Layak
IRR (%) 76% Layak
(3)
85
Lampiran 5 Regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem
tambak
silvofishery
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square Df Sig.
Step 1 Step 41.631 5 .000
Block 41.631 5 .000
Model 41.631 5 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 10.165a .647 .891
a. Estimation terminated at iteration number 9 because parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 1.929 8 .983
Classification Tablea
Observed
Predicted
Silvofishery Percentage
Correct Nonsilvofishery Silvofishery
Step 1 Silvofishery Nonsilvofishery 25 1 96.2
Silvofishery 1 13 92.9
Overall Percentage 95.0
(4)
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Pendidikan_Formal 1.318 .894 2.170 1 .141 3.735 .647 21.558
Luas_Areal_Tambak 1.974 1.198 2.716 1 .099 7.197 .688 75.261
Status_Kepemilikan(1) 2.794 4.832 .334 1 .563 .061 .000 794.048
Lama_Bertambak -.020 .163 .015 1 .904 .980 .712 1.350
Mengikuti_Pelatihan (1) 2.747 1.818 2.285 1 .131 .064 .002 2.259
Constant -15.220 10.101 2.270 1 .132 .000
(5)
87
Lampiran 6 Dokumentasi daerah penelitian
Tambak Silvofishery
Tambak Non-silvofishery
Program Kebun Bibit Rakyat
Departemen Kehutanan
Rhizophora sp.
Hasil Perikanan Budidaya Udang
Windu
(6)