2.2 Sistem Budidaya Tambak
Kawasan perikanan pesisir merupakan tempat dilakukannya berbagai aktivitas yang berorientasi pada usaha-usaha perikanan, baik usaha perikanan
budidaya air payaupertambakan brakish water aquaculture, budidaya laut mariculture, maupun usaha penangkapan ikan capture fisheries Ditya 2007.
Usaha tambak merupakan sistem usaha perikanan budidaya yang memanfaatkan lahan di pesisir pantai dengan kondisi air payau. Teknologi budidaya tambak
dibedakan atas budidaya tradisional, semi-intensif dan intensif. Pembagian sistem budidaya tersebut didasarkan pada beberapa kriteria berikut, yaitu: pakan,
pengelolaan air, padat penebaran, ukuran petak tambak, dan produksi seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria perbandingan sistem budidaya tambak
Kriteria Tingkat sistem budidaya
Tradisional Semi-Intensif
Intensif Pakan
Alami Alami dan tambahan
Pakan formula lengkap
Pengelolaan air Pasang surut
Pasang surut dan pompa
Pompa dan aerasi Padat penebaran
ekor hamusim 1.000
– 10.000 10.000-50.000
100.000-500.000 Ukuran petak tambak
ha 3-20
1-5 0,1-1,0
Produksi kg ha tahun
100-500 500-1.000
2.000-20.000 Sumber: Suyanto dan Mujiman 2000
Budidaya tambak intensif dapat menghasilkan produksi yang maksimal namun rentang waktu operasinya pendek, sebaliknya budidaya tambak tradisional
produksinya kecil namun rentang waktu operasinya panjang Boer 2010. Pada umumnya, isu utama dalam perencanaan pembangunan budidaya tambak adalah
teknologi yang tepat, minimumkan dampak lingkungan dari budidayatersebut, perhatikan daya dukung lingkungan, minimumkan penyakit, maksimumkan nilai
produksi, dan mengurangi kemiskinan Nautilus Consultants 2000. Keberhasilan budidaya tambak sangat ditentukan oleh keberadaan berbagai
komponen faktor teknik budidaya. Poernomo 1992 menguraikan syarat-syarat faktor teknik lingkungan dalam budidaya tambak pada Tabel 4.
Tabel 4 Syarat-syarat faktor teknik lingkungan dalam budidaya tambak
No. Tolak UkurDaya
Dukung Tinggi
Sedang Rendah
1. Tipe dasar pantai
Terjal, karang, berpasir, terbuka
Terjal, karang, berpasir atau sedikit lumpur,
terbuka Sangat landai, ber-
lumpur tebal, berupa teluk atau laguna
2. Tipe garis pantai
Konsistensi tanah stabil Konsistensi tanah stabil Konsistensi
tanah sangat stabil
3. Arus perairan
Kuat Sedang
Lemah 4.
Amplitudo pasang surut
11-21 dm 8-11 dm dan 21-29 dm
8 dm dan 29 dm 5.
Elevasi Dapat diairi cukup pada
saat pasang dan dapat dikeringkan total pada
saat surut Dapat
diari cukup
pada saat pasang dan dapat dikeringkat total
pada saat surut Dibawah rataan surut
terendah
6. Mutu tanah
Tekstur sandy
clay, sandy clay loam.
Tidak bergambut, tidak ber-
pirit Tekstur sandy clay,
sandy clay
laom .
Kandungan pirit rendah Tekstur
lumpur berpasir bergambut.
Kandungan pirit tinggi 7.
Air tawar Dekat
sungai dengan
mutu dan jumlah air memadai
Sama dengan kategori tinggi
Dekat sungai
dan bergambut
8. Jalur hijau
Memadai Memadai
Tipistanpa jalur hijau 9.
Curah hujan 2.000 mm
2.000 – 2.500 mm
2.500 mm Sumber: Poernomo 1992
Menurut Dahuri et al. 1996 dalam hal budidaya perikanan tambak faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas, ketidakpastian hasil
produksi termasuk kegagalan panen adalah sebagai berikut: 1
Kemampuan teknologi budidaya mencakup pemilihan induk, pemijahan, penetasan pembuahan, pemeliharaan larva, pendederan, pembesaran,
manajemen kualitas air, manajemen pemberian pakan, genetik breeding, manajemen kesehatan ikan dan teknik perkolaman sebagian besar petani ikan
masih rendah. 2
Kompetisi penggunaan ruang lahan perairan antara usaha budidaya perikanan dan kegiatan pembangunan lainnya pemukiman, industri,
pertambangan, dan lainnya pada umumnya selalu mengalahkan usaha budidaya perikanan.
3 Semakin memburuknya kualitas air sumberdaya untuk budidaya perikanan
khususnya di
kawasan padat
penduduk atau
tinggi intensitas
pembangunannya.