dalam keranjang tanpa lapisan kertas dan ada yang langsung di letakkan di lantai tempat penjualan. Semua wadah yang digunakan dalam keadaan kering tetapi tidak
tertutup dan bebas dari pencemaran. Ikan asin disajikan dalam keadaan terbuka sehingga tidak terhindar dari pencemaran. Pencemaran bisa berasal dari debu dan
asap kenderaan.
5.3. Gambaran Higiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin Kota Sibolga Tahun
2012 Higiene sanitasi pembuatan ikan asin di Kota Sibolga secara umum tidak
memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes RI No. 1096MenkesSK2011, karena semua produsen ikan asin tidak menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan
secara keseluruhan sejak dari penyimpanan bahan baku ikan asin sampai kepada penyajian ikan asin. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan dari produsen ikan
asin sebagian besar adalah berpendidikan SMA, sehingga pengetahuan tentang higiene sanitasi pengolahan ikan asin masih kurang. Selain itu sebagian besar
produsen juga belum pernah mendapatkan pelatihan tentang higiene sanitasi pengolahan ikan asin. Sehingga masih banyak tempat-tempat produksi yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Prinsip higiene sanitasi makanan ini sangat penting diterapkan oleh semua
pengolah makanan agar makanan atau minuman yang dihasilkan berkualitas baik yang ditinjau dari aspek kelezatan, zat gizi pada makanan dan aspek kesehatan
masyarakat. Sehingga makanan atau minuman tersebut menjadi lebih bermanfaat bagi konsumennya.
Universitas Sumatera Utara
5.4. Pemakaiandan Keberadaan Tawas pada Proses Pembuatan Ikan Asin
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap penggunaan tawas pada saat pembuatan ikan asin di Kota Sibolga, dapat diketahui bahwa pada
saat pembuatan ikan asin produsen tidak hanya menggunakan garam dalam pengolahan tetapi juga menggunakan tawas.
Tawas digunakan bersamaan dengan garam, sehingga tawas larut beserta garam dan meresap kedalam daging ikan. Penggunaan garam dengan tawas pada saat
pengolahan yaitu jika ikan yang akan diolah sebanayk 1 ton ikan, maka garam yang digunakan sebanyak 300 Kg dan 50 Kg tawas. Setelah penggaraman selesai, ikan
didiamkan dalam tong pengasinan selama 24 jam. Tidak semua jenis ikan pada saat pengolahan diberi tawas, hanya jenis ikan tertentu yang ditambahkan tawas, yaitu
ikan yang pada saat pengasinan tidak dibelah, misalnya ikan pinang-pinang, perak- perak , maning, dan gembunng. Karena jika pada saat pengasinan ikan jenis tersebut
dibelah, maka ikan akan hancur karena ukuran ikan yang kecil sehingga tidak memungkinkan untuk dibelah dan diasin secara utuh. Sedangkan utuk ikan yang
berukuran lebih besar, sebelum pengasinan harus dibelah terlabih dahulu agar garam mudah meresap kedalam daging ikan. Untuk jenis ikan asin belah, produsen tidak
menggunakan tawas. Setelah penggaraman selesai, ikan dijemur. Untuk pengeringan ikan dengan
penambahan tawas menghabiskan waktu satu hari. Pengeringan ini juga bergantung pada cuaca. Sedangkan untuk daya tahan ikan dengan penambahan tawas 60
produsen mengatakan ikan dapat bertahan 1 bulan. Sedangkan ikan asin yang tidak ditambahkan garam dapat tahan 1 bulan jika ikan tersebut benar-benar kering.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Nurrahman dan Isworo 2002 ikan yangdirendam dalam larutan tawas dagingnya padat dan kesat firm, dengandaging yang lebih kompak dan padat
menghambat keluarnya material kelarutan dan menghambat air masuk lebih banyak, sehingga akan memengaruhi daya tahan ikan.
Penjemuran ikan asin paling banyak 60 dilakukan di atas laut, karena sebagain besar produsen melakukan aktifitas produksi ikan asin di atas laut sehingga
terhindar dari pencmaran debu tetapi tidak terhindar dari lalat. Ikan yang diberi tawas tidak banyak dihinggapi lalat karena tawas dapat menyerap kandungan air yang ada
pada ikan, sehingga tidak banyak kandungan air yang ad pada ikan setelah ikan diberi tawas. Sedangkan 40 lainnya produsen menjemur ikan di halaman produksi yang
cukup luas dan juga terhindar dari debu tetapi tidak terhindar dari lalat. Berdasarkan wawancara dengan produsen ikan asin, fungsi tawas yang
mereka ketahui adalah sebagai bahan yang digunakan untuk mengkilatkan ikan sehingga ikan asin yang diproduksi tampak lebih putih bersih.Banyak produsen yang
tidak mengetahui dampak penggunaan tawas pada makanan terhadap kesehatan, hal ini dikarenakan pengetahuan mereka yang masih rendah terhadap fungsi, manfaat dan
dampak pemakaian tawas terhadap kesehatan. Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan produsen ikan asin yang sebagian besar bependidikan SMA, sehingga
pengetahuan tentang fungsi, manfaat dan dampak pemakaian tawas terhadap kesehatan masih kurang.
Berdasarkan Permenkes No. 722MenkesIX1988 tentang bahan tambahan makanan, tawas Aluminium Kalium Sulfat merupakan salah satu bahan tambahan
Universitas Sumatera Utara
yang dibenarkan ada dalam makanan sebagai pengatur keasaman Acidity Regulator dan pengeras Firming Agent. Tetapi produsen ikan asin mengunakan tawas sebagai
pemutih yang bertujuan untuk membuat tampilan ikan putih bersih, sehingga meningkatkan nilai jual ikan. Hal ini tidak sesuai dengan fungsi tawas yang
seharusnya, dimana tawas hanya berfungsi sebagai pengatur keasaman dan pengeras. Dalam Keputusan Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.02592BSKVIII91
tentang Penggunaan Bahan Tambahan Makanan disebutkan bahwa penggunaan bahan tambahan makanan dengan tujuan lain tidak sesuai fungsinya, selain yang
dijelaskan dalam Permenkes No. 722MenkesIX1988, hanya dapat diizinkan setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
sementara para produsen ikan asin sama sekali tidak mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dalam penggunaannya sebagai pemutih. Hal
ini juga disebabkan karena rendahnya pengetahuan produsen tentang fungsi dan kegunaan tawas itu sendiri.
Produsen menggukan tawas dalam proses pengolahan ikan bersamaan dengan penggunaan garam, yang dilarutkan dengan air yang akan digunakan untuk
merendam ikan. Berdasarkan penelitian Nurrahman dan Isworo 2002 perendaman ikan dengan larutan tawas mempunyai kecenderungan air yang masuk ke
dalamdaging lebih rendah, hal ini terlihat dari kadar protein pada daging ikan lebih tinggi, hal ini mungkin terjadi karena tawasdapat menggumpalkan protein sehingga
struktur protein lebih kompak padat. Tawas dalam larutan cenderung untuk menurunkankeasaman, hal ini karena dalam tawas ada ion sulfat yang memberikan
suasanaasam pada larutan. Sifat dari protein bila terkena asam dapat
Universitas Sumatera Utara
mengalamipenggumpalan. Dengandaging yang lebih kompak dan padat menghambat keluarnya material kelarutan dan menghambat air masuk lebih banyak sehingga
proses pembusukan akan lebih lama terjadi. Pengguaan tawas dalam makanan memiliki keuntungan tersendiri bagi
pemakainya, tetapi dibalik keuntungan yang diberikan, tawas juga memiliki efek yang buruk bagi tubuh manusia. Hal ini dikarenakan tawas termasuk bahan kimia
yang masuk klasifikasi berbahaya, yang dapat menyebabkan kerusakan parah pada kesehatan apabila terhirup, tertelan, atau terserap malalui kulit. Apabila terkena mata
akan menyebabkan iritasi mata, apabila terkonsumsi akan menyebabkan iritasi organ pencernaan.Penggunaan tawas yangberlebihan akan menimbulkan
gangguankesehatan karena tubuh mengalamikelebihan Aluminium Al Haribi, 2009.
Menurut Haribi 2009 dari Sacher,R.A. and R.A. Mc. Pherson, tawas yang digunakan untuk peningkatan mutu makanan mengandung ion logam berat toksik
yaitualuminium yang dapat menggangu sistem enzimatik, dan merusak jaringan. Hati dan ginjal adalah jaringanyang paling dulu terkena dampak tersebut, karena
merupakan organ detoksifikasi. Ion logamdalam jaringan berikatan dengan proteinpengikat logam metalotionein, yaitu padagugus sulfidril dari protein tersebut.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Ratih Haribi dkk 2009 tentang Kelainan Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih Rattus norvegicus, L.Akibat
Suplementasi Tawas Dalam Pakan, sehingga dapatdiketahui efek dari ion aluminium sebagai komponen tawas terhadap kerusakanorgan dan fungsi dari hati dan ginjal
Universitas Sumatera Utara
tikusRatus norvegasus, L.pada dosis tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, dan dampak yang sama juga bisa dialami oleh tubuh manusia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel ikan asin, ditemukan 12 sampel dari 26 sampel yang diperiksa positif mengandung tawas
dengan kadar 6.17 bb dan 6.03 bb. Berdasarkan SNI 0032 tahun 2011hasil ini menunjukkan kandungan tawas dalam ikan asin masih dalam konsentrasi yang cukup
rendah, dimana kandungan minimum yang ditetapkan SNI adalah sebesar 17. Dengan kandungan tawas yang cukup rendah tidak melebihi batas tidak
menimbulkan efekrisiko yang berbahaya bagi tubuh manusia, karena tubuh manusia masih bisa menerima keberadaan tawas yang masuk kedalam tubuh. Tetapi jika
dilihat dari proses pengolahan ikan asin dari segi higiene dan sanitasinya yang tidak memenuhi syarat kesehatan, ikan asin bisa menjadi vehicle atau perantara dalam
penularan penyakit. HACCP Hazard Analysis Critical Control Point pembuatan ikan asin
dimana tindakan pengendalian ccp 1 terhadap tawas terletak pada saat pengolahan ikan asin dengan perendaman dengan air yang bersuhu 0 ° C, tawas dapat larut
sebesar 31.2 g100 ml, dengan air bersuhu 20 ° C, tawas dapat larut sebesar 36,4 g100 ml, dan dengan air mendidih 100 ° C, tawas dapat larut sebesar 89,0 g100 ml.
Tindakan pengendalian ini dilakukan oleh pengolah makanan
5.5. Daerah Tujuan Distribusi Ikan Asin Kota Sibolga