UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penanaman mikroba uji ataupun agen
antimikroba, dan diinkubasi umumnya selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai
KBM. 2 Metode dilusi padat solid dilution test. Metode ini serupa dengan
metode dilusi cair namun menggunakan media padat solid. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba
yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.
2.7.5
Pengukuran Zona Hambat
Aktivitas antibakteri dinyatakan positif apabila terbentuk zona hambat berupa zona bening disekeliling kertas cakram. Bagian yang
dihitung dengan jangka sorong adalah diameter dari zona hambat yang terbentuk Pratiwi, 2008. Diameter zona hambat dideskripsikan dengan
gambar dibawah ini :
Gambar 3 . Perhitungan diameter zona hambat antibakteri Pratiwi, 2008.
Keterangan: a = Diameter kertas cakram 6 mm b = Diameter zona hambat yang terbentuk mm
c = Daerah yang ditumbuhi bakteri
Menurut Suryawiria 1978 dalam Pradana 2013, berdasarkan zona hambat yang terbentuk maka aktivitas antibakteri dapat digolongkan
menjadi beberapa golongan yaitu antibakteri yang tergolong lemah zona hambat 5 mm, sedang zona hambat antara 5-10 mm, kuat zona
hambat antara 10-20 mm, dan tergolong sangat kuat zona hambat 20 mm.
27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di 3 laboratorium. Proses maserasi dan pembuatan ekstrak etanol 96 dilakukan di Laboratorium Penelitian I.
Sterilisasi alat dilakukan di Laboratorium Formulasi Sediaan Steril. Uji antimikroba dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Program
Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai bulan Februari
2015 sampai bulan Agustus 2015.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : seperangkat alat destilasi Barnstead, labu destilasi Iwaki, backer glass
Schott duran, erlenmeyer Schott duran, gelas ukur 10 mL Pyrex, gelas ukur 1000 mL Herma, pipet tetes, hot plate Are Heating, batang
pengaduk, corong, kaca arloji, tabung reaksi Pyrex, labu ukur Pyrex, cawan petri Normax, botol maserasi, ose, kertas wattman 52, vacum
rotary evaporator Eyela CCA-1111, spatula, pinset, termometer, alkoholmeter, incubator France Etuves, shaker Advantec TKB202DA,
refrigerator, oven Memmert, sentrifuge, autoklaf Allamerican, tali kasur, label Self-adhesif, kapas, kasa steril, timbangan analitik AND
GX-200, mikroskop cahaya, jangka sorong Trickle Brand, magnetic stirrer, micro pipet dan tip Renin, kaca objek Slides, kertas cakram,
spektrofotometer, bunsen, dan Laminar Air Flow Minihelix II.
3.2.2 Sampel Tumbuhan
Sampel tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah kulit pisang kepok kuning Musa balbisiana yang diperoleh dari
salah satu pedagang pisang goreng di daerah Ciputat, Tangerang Selatan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Banten. Limbah kulit pisang kepok kuning didapat tanggal 24 November 2014, pukul 19.00 WIB. Bagian tanaman pisang kepok Musa balbisiana
yang utuh didapat dari pemasok pisang untuk pedagang tersebut. Pemasok mengirim bagian lengkap tanaman pisang kepok dari salah satu
perkebunan di daerah Cilawu, Garut, Jawa Barat. Bagian tanaman tersebut dibutuhkan untuk determinasi di LIPI Cibinong Sains Center, Jawa Barat.
3.2.3 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol 96 pelarut, aquades, FeCl
3
, alkohol 70, pereaksi dragendorff, HCl pekat, kloroform, spirtus, pereaksi Mayer, serbuk Mg, antibiotik sebagai kontrol
positif klindamisin, larutan NaCl 0,9 fisiologis, pewarna bakteri pewarna Gentian violet, pewarna lugol, dan pewarna safranin dan media
agar Nutriet Agar sebaga media padat dan Nutrient Broth sebagai media cair.
3.2.4 Bakteri yang Digunakan
Pada penelitian ini bakteri penyebab jerawat yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis
ATCC 12228, dan Propionibacterium acne ATCC 11827 yang diperoleh dari koleksi Laboratorium Mikrobiologi Klinis, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Penyiapan Sampel
Limbah kulit pisang kepok kuning Musa balbisiana diperoleh dari seorang pedagang kripik pisang di daerah Ciputat. Limbah kulit
pisang kepok kuning dipilih yang sudah matang sempurna atau sudah menguning kulitnya. Limbah kulit pisang kepok kuning dicuci bersih
terlihat secara fisik, kemudian dikeringkan dengan diangin-anginkan sampai tiris airnya. Limbah kulit pisang kepok yang sudah bersih dirajang
kecil-kecil untuk mepermudah proses pengeringan, baru setelah itu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditimbang beratnya. Berat awal limbah kulit pisang kepok kuning yang sudah di rajang adalah ±5 kg. Pengeringan sampel limbah kulit pisang
kepok dan pengecekan kadar air, dilakukan di Balittro Balai Peneliti Bahan Alam dan Senyawa Aromatik pada tanggal 26 November 2014.
Proses pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 45 ⁰C sampai kadar
airnya stabil kurang dari 10, yaitu 8,90 selama 5 hari. Simplisia yang didapat dari Balitro sudah berupa serbuk seberat ±1 kg. Serbuk hasil
pengeringan sudah siap untuk dimaserasi.
3.3.2 Ekstraksi Limbah Kulit Pisang Kepok Musa balbisiana
Serbuk kering limbah kulit pisang kepok ditimbang sebanyak 500 gram, kemudian dimaserasi dengan 2 liter etanol 96. Maserasi dilakukan
sampai semua senyawa tertarik sempurna 2-3 hari, terlindung dari sinar matahari langsung, dan berada pada suhu ruang, dengan beberapa kali
pengadukan. Proses maserasi selesai setelah 3 hari, kemudian disaring dengan kapas, dianggap sebagai penyaringan tahap satu. Penyaringan
tahap kedua, disaring menggunakan kertas saring kertas wattman no.52, sehingga diperoleh maserat dan ditampung dalam wadah penampungan
yang tertutup dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Maserasi dilakukan sampai warna maserat yang diperoleh jernih atau mendekati
jernih. Seluruh maserat yang diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada suhu 45
⁰C hingga diperoleh ekstrak kental etanol 96 Noorhamdani, 2012.
3.3.3 Karakterisasi Ekstrak
A. Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak
Ekstrak yang telah diperoleh, kemudian diidentifikasi secara organoleptis. Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, bau, dan
rasa Permawati, 2008.