UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Kurva ini dapat dibagi ke dalam 4 fase yaitu fase lag adaptasi, fase log eksponensial, fase stasioner seimbang dan fase kematian penurunan.
Pada fase lag atau adaptasi, suatu massa penyesuaikan diri dalam lingkungannya yang baru. Fase log, biasanya pada fase ini ditunjukan dengan
garis horizontal pada awal pertumbuhannya. Di sini, populasi bertambah secara teratur, menjadi dua kali lipat pada interval waktu tertentu selama
inkubasi. Fase eksponensial, fase ini laju pertumbuhan akan berkurang. Fase stasioner, pada fase ini kehabisan zat makanan atau terjadi penumpukan hasil-
hasil metabolisme yang beracun sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan terhenti Jawetz, 1982 dalam Khodijah, 2006.
Tabel 2. Hasil Kurva Pertumbuhan
-1 -0.5
0.5 1
1.5 2
2.5
1 3
5 7
9 11 13 15 17 19 21 23
A b
sor b
an si
OD
Waktu jam
s.epidermidis S. aureus
P.acne
Bakteri Uji Fase Lag jam
Fase Log jam Staphylococcus
epidermidis 1-3
4-9 Staphylococcus aureus
1-2 3-15
Propionibacterium acne 1-3
4-9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.8 Uji Aktivitas Antibakteri
Pada uji akitivitas antibakteri metode yang digunakan adalah metode difusi cakram. Hasil daya uji antibakteri didasarkan pada pengukuran
Diameter Daerah Hambat DDH pertumbuhan bakteri yang terbentuk di sekeliling kertas cakram. Bakteri yang digunakan, sebelumnya dilakukan
peremajaan terlebih dahulu untuk meregenerasi bakteri agar diperoleh bakteri yang muda dan tidak terkontaminasi. Media agar yang digunakan untuk
peremajaan bakteri dan media pengujian adalah Nutrient Agar NA.
Peremajaan bakteri dilakukan dengan menanam bakteri pada media agar miring Nutrient Agar NA yang kemudian diinkubasi selama 24 jam
dalam inkubator pada suhu 37 ⁰C. Inkubasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengkondisikan lingkungan pada suhu optimum perkembangan bakteri
sehingga dapat diketahui bahwa bakteri berkembang dengan baik.
Hasil dari peremajaan bakteri kemudian diperiksa dengan pewarnaan Gram apakah terjadi kontainasi atau tidak. Bakteri hasil peremajaan yang tidak
terkontaminasi kemudian dibuat suspensi bakteri dengan melarutkan beberapa ose bakteri ke dalam NaCl 0,9 sampai kekeruhannya sama dengan standar
0,5 Mc Farland atau setara dengan 3x10
8
CFUmL Tilton, et al., 1989 dalam Poeloengan, et al., 2007. Suspensi bakteri yang kekeruhannya sudah sama
dengan standar Mc Farland kemudian diencerkan sampai 10
-6
baru kemudian diuji. Pengenceran bakteri dilakukan untuk mendapatkan kerapatan
pertumbuhan koloni yang sesuai koloni yang tumbuh tidak terlalu rapat dan tidak terlalu sedikit.
Metode pengujian yang dilakukan adalah spread plate. Sebanyak 100 µL suspensi bakteri dituang di atas media Nutrient Agar yang sudah mengeras
dalam cawan petri, kemudian diratakan dengan batang L sampai mengering. Cawan petri yang sudah berisi bakteri tadi, kemudian ditaruh beberapa cakram
yang masing-masing berisi kontrol positif klindamisin, kontrol negatif etanol 96, dan caram yang berisi larutan uji dengan konsentrasi yang
berbeda-beda. Konsentrasi larutan uji yang dibuat merujuk pada penelitian Rizka Hastari 2012.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96 Limbah Kulit Pisang Kepok
Kuning terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Propionibacterium acne
Konsentrasi ppm
µgmL Diameter Zona Hambat mm
Staphylococcus aureus
Staphylococcus epidermidis
Propionibacterium acne
100.000 12,4
10,3 12,8
50.000 8,2
8,3 11,8
25.000 -
6,7 8,4
12.500 -
- -
6.250 -
- -
3.125 -
- -
Kontrol Positif
30µgdisk 14,9
15,3 15,9
Keterangan : - = tidak ada zona hambat
Pada uji pendahuluan, telah dilakukan pengujian dengan konsentrasi terendah yaitu 10 ppm - 1000 ppm, namun hasilnya negatif, ekstrak tidak
menunjukan adanya aktivitas antibakteri. Uji pendahuluan kemudian dilanjutkan dari 1000 ppm
– 16.000 ppm, namun estrak masih belum menunjukan adanya aktivitas antibakteri. Konsentrasi yang digunakan pada akhirnya merujuk pada
penelitian Rizka Hastari 2012. Ekstrak dibuat dalam konsentrasi besar yaitu 100.000 ppm, dan barulah dilakukan pengenceran menjadi 50.000 ppm, 25.000
ppm, 12.500 ppm, 6.250 ppm, dan 3.125 ppm. Aktivitas antibakteri telah ditunjukan pada konsentrasi 25.000 ppm
– 100.000 ppm terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acne, dan konsentrasi 50.000
ppm – 100.000 ppm terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bakteri uji diketahui bahwa ekstrak memiliki aktivitas antibakeri dengan kategori sedang hingga kuat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, kategori sedang
terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, dan kategori sedang hingga kuat terhadap bakteri Propionibacterium acne.
Mitscher, et al., 1972 dalam Apristiani 2005 menyatakan bahwa, jika ekstrak aktif pada konsentrasi 1000 µgmL ekstrak tersebut dianggap tidak
berpotensi dikembangkan sebagai antimikroba baru dibanding obat-obat antibiotik yang sudah ada sekarang. Ekstrak dikatakan berpotensi jika pada kadar pemberian
≤1000 µgmL mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan pernyataan tersebut, ekstrak etanol 96 limbah kulit pisang kepok kuning Musa balbisiana
memang memiliki aktifitas antibakteri, namun ekstrak tersebut tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat antibakteri baru.