30
bergaya belajar auditori dan orang yang mengalami gangguan penglihatan termasuk penyandang tunanetra.
Dengan adanya audiobook, siswa tunanetra yang selama ini hanya bergantung pada pembacaan buku oleh orang lain guruorang
tua, dan buku Braille, kini mereka dapat secara lebih mandiri “membaca buku dengan cara mendengarkan audiobook.”
Audiobook biasanya berisi isi dari buku yang dibaca dan direkam. Isi buku yang di-audiobook-kan dapat dibacakan dan
direkam secara sama dan persis dengan buku sumbernya, atau pembacaan dan rekamannya dilengkapi dengan sajian yang mampu
menarik minat pengguna. Sajian dalam audiobook dapat juga diolah sehingga tidak akan
membosankan bagi para pendengar. Pengolahan kata menjadi bahasa verbal dapat menjadikannya lebih menarik jika dilakukan secara
kreatif. Bagi mereka yang tidak memiliki kekurangan dalam hal penglihatan, audiobook dapat menjadi alternative dalam menikmati
isi sebuah buku. Kebanyakan audiobook yang didengarkan oleh orang normal berupa novel, buku cerita maupun
buku-buku best seller.
c Media Audio SPLASH
MA SPLASH adalah media audio Solusi Pintar Jelas dan Mudah. Media ini media audio pembelajaran yang diperuntukkan
bagi siswa tunanetra.
31
Ada beberapa keunggulan dari MA SPLASH yaitu menarik karena materi yang disampaikan dikemas secara singkat, padat, jelas,
mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang komunikatif dan kosakata yang sesuai dengan kemampuan siswa tunanetra.
Selain itu, penggunaan MA SPLASH juga bersifat fleksibel karena berbentuk track-track dengan format MP3 yang dapat diputar
dengan handphone, MP3 Player, dan komputer atau laptop sehingga mudah digunakan siswa tunanetra.
c. Aksesbilitas Belajar Bagi Tunanetra
Aksesibilitas belajar yang dimaksud adalah keseluruhan komponen yang terkait dalam proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa sesuai dengan hambatan yang ditimbulkan oleh ketunanetraan, sehingga memudahkan siswa tunanetra untuk
mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Kegiatan belajar yang diikuti oleh siswa tunanetra di sekolah reguler inklusi yang sebagian besar
siswanya berpenglihatan awas dan cara belajarnya berbeda dengan siswa tunanetra, tidak mengharuskan pemisahan dari lingkungan
belajar sekolah reguler. Belajar bagi siswa tunanetra di sekolah inklusi, menuntut guru
untuk melakukan berbagai upaya penyesuaian berbagai komponen belajar dan pendukungnya dengan kondisi yang dialami siswa
tunanetra, agar kegiatan belajar dapat diikutinya dengan mudah, dan pada gilirannya dapat mengembangkan kemampuan dirinya sesuai
32
dengan potensi
yang dimilikinya.
Komponen belajar
dan pendukungnya yang mungkin perlu penyesuaian dapat digolongkan ke
dalam bidang-bidang sebagai berikut: 1
Kegiatan belajar mengajar yang meliputi pengelolaan kelas, pengembangan kurikulum, pemilihan dan penggunaan materi,
metode, media, dan evaluasi. 2
Lingkungan fisik sekolah yang meliputi sarana dan prasarana. 3
Lingkungan sosial yang berhubungan dengan pihak-pihak yang terlibat dan mendukung kegiatan belajar siswa tunanetra, seperti
teman, orang tua, guru, dan masyarakat serta stakeholders lainnya. Di samping aspek tersebut, ada hal penting yang harus
diperhatikan dan dilakukan oleh guru dalam menciptakan aksesibilitas belajar sebelum kegiatan belajar itu berlangsung, yaitu adaptasi ruang
kelas. Kegiatan guru yang dapat dilakukan untuk mengadaptasi ruang kelas, terutama bagi siswa yang masih memiliki sisa penglihatan low
vision, adalah: 1
Menentukan tempat terbaik dan tepat bagi siswa low vision agar dapat melihat papan tulis, contoh kapan dia duduk di depan kelas.
2 Mengupayakan agar cahaya tidak memantul ke mata siswa low
vision sehingga menyilaukan, dan meyakinkan bahwa tulisan di papan tulis jelas terlihat olehnya.
33
3 Jika mata siswa sensitif terhadap cahaya, guru perlu memindahkan
dia dari dekat jendela. Bisa juga dengan menggunakan ujung peci untuk menaungi matanya.
4 Meyakinkan siswa low vision mengetahui jalan di sekitar sekolah
dan ruang kelas. Guru dan siswa awas yang melihat sebaiknya menuntunnya dengan berjalan di depan siswa tunanetra sedikit di
belakang dan menyamping; dengan berpegangan erat pada siku pembimbing Unesco, 2001:50.
Dengan demikian, bahwa aksesibilitas belajar bagi siswa tunanetra meliputi aksesibilitas belajar fisik dan nonfisik. Aksesibilitas
belajar fisik berkenaan dengan sarana-prasarana belajar yang dipergunakan untuk membantu siswa tunanetra bisa belajar dengan
baik, seperti lapangan olah raga, ruang kelas, perpustakaan, alat bantu belajar, atau media khusus lainnya. Sedangkan aksesibilitas belajar
nonfisik menyangkut sikap positif semua anggota sekolah terhadap keberadaan siswa tunanetra yang dapat membantu mendorong
motivasi belajarnya dengan baik, seperti sikap menerima secara terbuka, menghargai, toleransi, tolong-menolong, ramah, dan hangat.
Dalam penyampaian pengembangan konsep dasar hendaknya jangan melupakan kemampuan-kemampuan yang perlu diberikan dan
dievaluasikan terhadap siswa tunanetra. Menurut Irham Hosni dalam Buku Ajar Orientasi dan Mobilitas, jenis-jenis kemampuan yang perlu
diberikan adalah sebagai berikut; 1 identifikasi; 2 deskripsi; 3
34
labelling; 4 grouping; 5 sorting; 6 ordering; 7 copying; 8 paterning; dan 9 contrasting. Dari kemampuan-kemapuan tersebut,
dapat dikaji sebagai berikut ini: 1
Identifikasi Mengenal identiffying yaitu kemampuan untuk mengetahui dan
mengenal suatu objek. 2
Deskripsi Menjelaskan describing yaitu kemampuan untuk menjelaskan
susunan atau ciri-ciri suatu objek. 3
Labelling Melabel labeling yaitu kemampuan memberi tanda label pada
suatu benda baik mengenai isi volume, keadaan ataupun bentuk benda tersebut, dan sebagainya.
4 Grouping
Mengelompokkan grouping yaitu kemampuan mengelompokkan benda yang mempunyai ciri-ciri khas. Sesuai dengan klasifikasinya.
5 Sorting
Memilih sorting yaitu kemampuan memilah dan melektakkan orang atau benda-benda sesuai dengan kebutuhannya.
6 Ordering
Menyusun ordering yaitu kemampuan menyusun sesuai urutan sehingga menjadi sistematis.
7 Copying
35
Menyalin copying yaitu kemampuan menirukan sesuatu sesuai dengan aslinya.
8 Paterning
Membuat pola paterning yaitu kemampuan memberi contoh, pola, model atau petunjuk untuk ditiru.
9 Contrasting
Membedakan contrasting yaitu kemampuan membedakan dua atau lebih suatu benda.
C. Hasil Belajar 1. Pengertian
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana 2009:3 mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati
dan Mudjiono 2006: 3-4 juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,
tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses
belajar. Benjamin S. Bloom Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27 menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut; 1
pengetahuan; 2 pemahaman; 3 penerapan; 4 analisis; 5 sintesis; 6