An analysis of environmental quality of medium and small cities in Kalimantan

(1)

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN

AMI RISTANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Nopember 2013

Ami Ristanto


(4)

RINGKASAN

AMI RISTANTO. Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan. Dibimbing oleh SANTUN R.P.SITORUS dan KUKUH MURTILAKSONO.

Wilayah Kalimantan berdasarkan sensus tahun 2010 memiliki penduduk sebanyak 13 787 831 jiwa, 42.06 % atau 5 799 291 penduduk tersebut mendiami wilayah perkotaan dan terus tumbuh dari tahun ke tahun. Pertumbuhan penduduk kawasan perkotaan terjadi akibat adanya kelahiran, urbanisasi dari kawasan perdesaan, maupun masuknya penduduk yang berasal dari daerah lain. Pada satu sisi kondisi ini memberikan dampak positif dalam hal ketersediaan sumberdaya manusia, pada sisi lain timbul dampak negatif pada lingkungan berupa pencemaran dan makin intensifnya pemanfaatan lahan kawasan perkotaan. Dalam menghindari dampak negatif yang terjadi pada lingkungan dan untuk menjaga keberlanjutan suatu kota, perlu dilakukan upaya - upaya pengelolaan lingkungan yang baik dan didasari atas studi yang tepat dan akurat.

Berdasarkan klasifikasi kota menurut jumlah penduduk, Kalimantan memiliki 52 kota yang terdiri dari 5 (lima) kota besar, 4 (empat) kota sedang dan 43 (empat puluh tiga) kota kecil. Hingga saat ini terjadi kecenderungan studi pengelolaan lingkungan perkotaan di Kalimantan lebih terfokus pada kota - kota besar, namun hal serupa belum banyak dilakukan pada kota - kota sedang dan kecil, sehingga informasi kondisi lingkungan kota - kota sukar untuk didapatkan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dipilih kota - kota kategori sedang dan kecil menjadi obyek pengamatan. Tujuan penelitian adalah : (1) menganalisis dan mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup, (2) menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh pada indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan, (3) menganalisis hubungan alokasi anggaran sektor lingkungan hidup dan sektor kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan, (4) menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan dan (5) menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan.

Penelitian dilaksanakan selama 14 bulan pada periode Juni 2012 hingga Juli 2013. Wilayah penelitian mencakup regional Kalimantan yang terdiri dari 47 kota dengan ukuran sedang dan kecil di 4 (empat) wilayah provinsi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1) Analisis gerombol, (2) Analisis komponen utama dan (3) Analisis panel data.

Berdasarkan analisis gerombol didapatkan pengelompokan kota sedang dan kecil di Kalimantan : 6 (enam) atau 12.77 % kota sedang dan kecil di Kalimantan termasuk kluster kategori “sangat baik”, 7 (tujuh) atau 14.89 % kota termasuk termasuk kluster kategori “baik”, 19 (sembilan belas) atau 40.43 % kota berada termasuk kluster kategori “cukup”, 11 (sebelas) atau 23.40 % kota termasuk kluster kategori “buruk” dan 4 (empat) atau 8.51 % kota termasuk kluster kategori “sangat buruk”. Analisis gerombol juga menunjukkan terjadinya


(5)

kecenderungan kota - kota di Provinsi Kalimantan Tengah termasuk dalam kategori “buruk”.

Berdasarkan analisis komponen utama diketahui bahwa indikator - indikator kualitas lingkungan kawasan - kawasan publik dan kawasan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, pasar dan TPA memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti permukiman dalam penentuan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya - upaya peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan - kawasan publik memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan kawasan privat pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.

Berdasarkan analisis panel data diketahui bahwa alokasi APBD sektor kebersihan memiliki hubungan nyata positif dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Kota - kota dengan alokasi APBD sektor kebersihan tinggi cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi. Sebaliknya kota - kota dengan alokasi APBD sektor kebersihan lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang rendah. Namun demikian, dalam analisis panel data alokasi APBD sektor lingkungan diketahui memiliki hubungan tidak nyata positif dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Selain itu, kepadatan penduduk wilayah perkotaan memiliki hubungan nyata negatif dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Kota - kota dengan kepadatan penduduk tinggi cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah. Sebaliknya, kota - kota dengan kepadatan penduduk lebih rendah, cenderung memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi.

Dengan pendekatan konsep kota ramah lingkungan, disusun arahan bagi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan meliputi : (1) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada hulu pengelolaan sampah untuk pemenuhan kebutuhan jumlah dan kapasitas TPS serta armada angkut sampah agar sampah kawasan permukiman, taman kota dan pasar terkelola dengan baik, (2) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan sampah dan pengendalian pencemaran di TPA, serta (3) peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan RTH pada area tidak terbangun kawasan permukiman, pasar, taman kota serta zona non aktif TPA.

Kata Kunci : alokasi anggaran, kepadatan penduduk, kualitas lingkungan kota, ruang terbuka hijau, sampah


(6)

SUMMARY

AMI RISTANTO. An Analysis of Environmental Quality of Medium and Small Cities in Kalimantan. Supervised by SANTUN R.P.SITORUS and KUKUH MURTILAKSONO.

Based on the 2010 census, Kalimantan region inhibited by 13 787 831 people where 5 799 291 people or 42.06 % among them live in urban areas. The population growth occurred because of the rising birth rate, urbanization from rural areas, as well as immigrant that coming from other areas. On one side, this condition contributes positively to abundant availability of human resources. On the other hand, this condition causes problems or negative impacts on the environment such as pollution and more intense use of urban land. Through good urban environment management, these negative impacts can be reduced. This study conducted in order to achieve a sustainable city through good environmental management. This study conducted in order to achieve a sustainable city through good environmental management.

Based on population classifications, Kalimantan region consist of 52 cities. These cities divided into 5 big cities, 4 medium cities and 43 small cities. Until now, there was a tendency of urban environmental management research more focused on big cities and very limited similar researches have done in medium and small cities. As the result, information about environment management in medium and small cities is generally difficult to obtain. Therefore, in these researches medium and small cities were chosen to be the object of the research. The objectives of this research are : (1) analyzing and grouping medium and small cities in Kalimantan based on common characteristics of the environment, (2) analyzing factors that affect the medium and small cities environmental quality index in Kalimantan, (3) analyzing relationship between environmental budget allocations, solid waste management budget allocation and city environmental quality index, (4) analyzing relationship between population density and city environmental quality index and (5) developing direction in improving environmental quality for medium and small cities.

The research was conducted over 14 months in the period of June 2012 to July 2013. Research area covers 47 cities in Kalimantan, which consist of 4 medium cities and 43 small cities. Analysis of the data used in this study including: (1) Cluster analysis, (2) Principal component analysis and (3) Panel data analysis.

Cluster analysis was used to group cities based on common characteristics related to environmental management. The analysis obtained 6 or 12.77 % of the cities belongs to best category, 7 or 14.89 % of the cities belongs to good category, 19 or 40.43 % of the cities belongs to sufficient category, 11 or 23.40 % of the cities belongs to bad category while the rest 4 or 8.51 % are belongs to the worst category.


(7)

Principal component analysis showed that management of public area such as city park and traditional market has greatest impact on city environment quality index. While management of private area such as citizen settlements has less positive impact on city environment quality index.

Panel analysis was used to get correlation between environmental management budget allocation, solid waste management budget allocation, urban area population density and environmental quality index of the cities. As the result environmental management budget allocation and solid waste management budget allocation have positive correlation with city environmental quality index. The analysis also shows that urban area population density has negative correlation with environmental quality index of the city.

In order to improve the environmental quality index of medium and small cities in Kalimantan with green city concept, three directions were proposed includes : (1) increasing solid waste management budget to comply temporary solid waste storage and solid waste transportation vehicle needed, (2) increasing landfill management budget to control solid waste management and to avoid soil and ground water from leachate contamination and (3) increasing green open space management budged to improve environmental quality of residential, market and city park areas.

Keywords : budget allocations, green open space, population density, solid waste, urban environment quality


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(9)

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

KOTA SEDANG DAN KECIL DI KALIMANTAN

AMI RISTANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(10)

(11)

Judul Tesis : Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan

Nama : Ami Ristanto

NIM : A156110174

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus Ketua

Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr


(12)

Judul Tesis Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan

Nama Ami Ristanto

NIM A156110174

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus


(13)

(14)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat - Nya karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan selama 14 bulan pada periode Juni 2012 hingga Juli 2013 ini ialah Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan.

Tahapan - tahapan penelitian tersebut tidak lepas bantuan dari dosen - dosen, staf manajemen, rekan - rekan mahasiswa serta pihak - pihak lain yang turut membantu terselesaikannya penelitian ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1 Bapak Prof. Dr Ir Santun R P Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas arahan dan bimbingan yang diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian tesis ini.

2 Bapak Prof. Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian sampai penyelesaian tesis ini.

3 Bapak Didit Okta Pribadi, ST, MSi selaku mantan anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan pada awal kegiatan penelitian.

4 Dr Ir Baba Barus, MSc, Ibu Dr Dra Khursatul Munibah, MSc, seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. 5 Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan

beasiswa yang diberikan kepada penulis.

6 Ir Tuti Hendrawati Mintarsih, MPPPM, Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan yang telah memberikan izin pada penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

7 Rekan - rekan mahasiswa Ilmu Perencanaan Wilayah program Bappenas dan Reguler atas dukungan dan kerjasamanya selama ini,

Terima kasih yang istimewa disampaikan pada Ibu, Ayah dan Kakak tercinta atas doa, kasih sayang, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkan.

Bogor, Nopember 2013


(15)

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Manfaat Penelitian 6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Lingkungan Hidup 7

2.2 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup 9

2.3 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 11

2.4 Berbagai Aspek dalam Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup

Perkotaan 13

2.5 Hubungan Alokasi Anggaran Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup

Perkotaan 18

2.6 Hubungan Penduduk Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup

Perkotaan 20

2.7 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 21

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran 23

3.2 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Penelitian 24

3.3 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 27

3.4 Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian dengan Jenis dan

Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Keluaran 32

3.5 Teknik Analisis Data 34

IV KONDISI UMUM KALIMANTAN

4.1 Kalimantan Barat 40

4.2 Kalimantan Tengah 46

4.3 Kalimantan Selatan 49

4.4 Kalimantan Timur 52

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelompokan (Clustering) Kota - Kota Sedang dan Kecil

di Kalimantan 57

5.2 Analisis Pengaruh Variabel - Variabel Kualitas Lingkungan

Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 71

5.3 Perbandingan Pengelompokkan Kota - Kota Berdasarkan Hasil Analisis Gerombol dan Kategori Nilai Indeks Kualitas Lingkungan 87


(17)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas

Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 89 5.5 Analisis Pengaruh Kepadatam Penduduk terhadap Nilai Indeks

Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 94 5.6 Arahan Peningkatan Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota 96

VI SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 120

Saran 121

DAFTAR PUSTAKA 122

LAMPIRAN 126


(18)

DAFTAR TABEL

1 Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan 24

2 Sumber perolehan nilai komponen indeks kualitas

lingkungan hidup kota 32

3 Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil keluaran

yang diharapkan 32

4 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Barat tahun 2010 41

5 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Barat tahun 1990 - 2010 41

6 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan

di Kalimantan Barat tahun 2010 42

7 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas

Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 43

8 Jenis tanah dan luasnya menurut kabupaten / kota

di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 44

9 Jenis penggunaan lahan menurut kabupaten / kota di Kalimantan Barat

tahun 2010 45

10 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Tengah tahun 2010 46

11 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan

di Kalimantan Tengah tahun 2010 47

12 Luas wilayah kalimantan tengah menurut kabupaten / kota

dan ibukotanya tahun 2010 48

13 Luas Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

(RTRWP) tahun 2010 49

14 Jumlah Kecamatan dan desa/kelurahan menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Selatan tahun 2010 50

15 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan

di Kalimantan Selatan tahun 2010 51

16 Luas daerah kabupaten / kota dan persentase terhadap luas

Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 51

17 Jumlah kecamatan dan desa / kelurahan menurut kabupaten / kota

di Kalimantan Timur tahun 2010 53

18 Jumlah penduduk menurut klasifikasi perkotaan / perdesaan

di Kalimantan Timur tahun 2010 54

19 Luas daerah kabupaten / kota terhadap luas Provinsi Kalimantan Timur

tahun 2010 54

20 Luas wilayah menurut kelas lereng / kemiringan dan kabupaten / kota

tahun 2010 55

21 Rata - rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin dan curah hujan bulanan melalui stasiun Samarinda, Balikpapan,


(19)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

22 Nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada tiap kluster kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 59 23 Kota - kota anggota kluster 1 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “sangat baik” 61

24 Kota - kota anggota kluster 2 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “baik” 61

25 Kota - kota anggota kluster 3 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “cukup” 61

26 Kota - kota anggota kluster 4 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “buruk” 62

27 Kota - kota anggota kluster 5 di Kalimantan tahun 2010 dengan

kategori “sangat buruk” 62

28 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku

menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 70

29 Hasil perhitungan ragam dari analisis komponen utama 71

30 Nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 73 31 Kategori kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

berdasarkan nilai indeks tahun 2010 75

32 Nilai rata - rata indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil tiap

provinsi di Kalimantan tahun 2006 - 2010 84

33 Perbandingan jumlah anggota kelompok kota sedang dan kecil di Kalimantan pada tiap kategori berdasarkan hasil analisis gerombol dan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 87 34 Nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan

kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan untuk tiap kategori

nilai indeks tahun 2010 98

35 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan

kategori “sangat tinggi” 101

36 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota sedang di Kalimantan dengan

kategori “tinggi” 103

37 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi

“sangat tinggi” 106

38 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan


(20)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

39 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “tinggi” 109

40 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “tinggi” menjadi

“sangat tinggi” 111

41 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “sedang” 112

42 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sedang” menjadi

“tinggi” 113

43 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “rendah” 114

44 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “rendah” menjadi

“sedang” 116

45 Aspek pembenahan, lokasi sasaran, pelaksana kegiatan, serta kegiatan / keluaran yang diharapkan bagi kota kecil di Kalimantan dengan

kategori “sangat rendah” 117

46 Acuan waktu pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota kecil di Kalimantan dengan kategori “sangat rendah”

menjadi “rendah” 118

DAFTAR GAMBAR

1 Kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata

kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 3

2 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil

tiap provinsi di Kalimantan 2010 4

3 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota - kota berdasarkan

regional di Indonesia tahun 2010 4

4 Kerangka pikir penelitian 24

5 Peta Kalimantan 26

6 Grafik nilai tengah variabel - variabel indikator kualitas lingkungan pada tiap klusterkota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010 59 7 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Kalimantan tahun 2010 60

8 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Kalimantan tahun 2010 62


(21)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

9 Diagram jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok untuk tiap provinsi di Kalimantan

tahun 2010 63

10 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 64

11 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 65

12 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 66

13 Peta distribusi kluster berdasarkan kondisi lingkungan kota sedang

dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 67

14 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Barat

tahun 2010 68

15 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Selatan

tahun 2010 68

16 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Tengah

tahun 2010 68

17 Diagram persentase jumlah dan distribusi kota - kota sedang dan kecil pada masing - masing kelompok di Provinsi Kalimantan Timur

tahun 2010 69

18 Perbandingan PDRB pengeluaran pemerintah atas dasar harga berlaku

menurut provinsi di Kalimantan tahun 2010 70

19 Persentase nilai bobot variabel - variabel komponen kualitas lingkungan

kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 74

20 Kurva distribusi normal selang nilai indeks kualitas lingkungan dan jumlah kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2010

untuk tiap kategori 74

21 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Kalimantan tahun 2010 76

22 Persentase kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kategori

nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 77

23 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 78

24 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2010 79

25 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil

di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010 80

26 Peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota sedang dan kecil


(22)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

27 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Barat

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 82 28 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Selatan

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 82 29 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 83 30 Persentase kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Timur

berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan tahun 2010 83 31 Grafik indeks kualitas lingkungan kota per provinsi tahun 2006 - 2010 84 32 Grafik rata - rata indeks kualitas lingkungan di Kalimantan

tahun 2006 - 2010 85

33 Gambar nilai rata - rata variabel - variabel indikator kualitas lingkungan

untuk tiap kategori nilai indeks 99

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai indikator - indikator komponen kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 126 2 Dendogram hasil analisis gerombol menggunakan metode berhirarki

pada 47 kota sedang dan kecil di Kalimantan 137

3 Koefisien komponen utama 138

4 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil

di Kalimantan tahun 2006 - 2010 139

5 Nilai indeks kualitas lingkungan, persentase anggaran pengelolaan lingkungan, persentase anggaran pengelolaan kebersihan dan jumlah penduduk kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010 141

6 Hasil uji korelasi 147

7 Statistik hasil F - test dan Chi - square 147

8 Statistik hasil Hausman - test 147

9 Hasil analisis data panel 148


(23)

(24)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, berkembang pula kawasan - kawasan yang menjadi pusat - pusat aktivitas dan kegiatan perekonomian. Kawasan - kawasan tersebut dapat dicirikan dari kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan daerah - daerah lain yang menjadi kawasan penyangganya. Kawasan - kawasan perkotaan tersebut pada umumnya dikenal dengan istilah daerah urban. Tingginya kepadatan penduduk pada daerah

urban merupakan salah satu konsekuensi langsung akibat terpusatnya aktivitas dan kegiatan perekonomian yang terjadi disana. Tingginya angka kelahiran, arus urbanisasi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertambahan jumlah penduduk. Pada satu sisi kondisi ini memberikan kontribusi positif yakni ketersediaan sumberdaya manusia yang melimpah, pada sisi lain memberikan dampak negatif pada lingkungan berupa pencemaran akibat tingginya aktivitas yang terjadi di daerah urban tersebut.

Selain masalah kependudukan, akibat upaya pengelolaan kawasan yang kurang baik serta kesalahan dalam penetapan regulasi dan pengawasan dari pemerintah, akan timbul dampak - dampak negatif lain yang menjadi turunan atau lanjutan dari masalah di atas. Semakin intensifnya pemanfaatan lahan akibat semakin bertambahnya luas area terbangun, mengurangi luas kawasan ruang terbuka hijau yang memiliki peran penting dalam siklus air. Proporsi seimbang antara kawasan terbangun terhadap kawasan ruang terbuka hijau yang berfungsi dalam menampung dan menyerap air diperlukan guna mencegah terjadinya banjir maupun kurangnya ketersediaan air tanah.

Pertumbuhan jumlah penduduk juga turut memberikan kontribusi pada meningkatnya produksi sampah maupun limbah domestik lain. Produksi sampah maupun limbah domestik lain tanpa diimbangi kemampuan mengolah limbah tersebut memungkinkan terjadinya pencemaran tanah maupun badan air. Pencemaran yang mungkin terjadi tersebut menunjukkan besarnya potensi penurunan kualitas lingkungan suatu wilayah kota. Adapun penurunan kualitas lingkungan terjadi bila pencemaran mengakibatkan suatu media lingkungan menurun atau bahkan kehilangan fungsinya. Makin intensifnya pemanfaatan lahan serta tingginya beban pencemaran yang harus ditanggung oleh lingkungan seperti yang dijelaskan di atas merupakan dampak lanjutan dari pemusatan kegiatan yang terjadi pada daerah urban.

Dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan yang terpusat pada daerah urban menimbulkan kesadaran akan pentingnya melakukan pengelolaan lingkungan kawasan perkotaan yang lebih baik. Upaya ini dapat dimulai dari inventarisasi atau pencatatan kualitas lingkungan hidup kota - kota yang ada di Indonesia secara rutin dan berkala. Pemantauan kualitas lingkungan hidup kota - kota di Indonesia yang memiliki penduduk di atas 20 000 jiwa dilakukan minimal sebanyak 2 (dua) kali dalam kurun waktu satu tahun mencakup wilayah Kalimantan yang memiliki 5 kota berukuran besar dan 47 kota berukuran sedang hingga kecil (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).


(25)

Lingkup pengawasan yang dilakukan tersebut mencakup pengelolaan kebersihan dan keteduhan kota serta meliputi sarana - sarana atau fasilitas kota pendukungnya. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh gambaran kualitas lingkungan kota secara keseluruhan meski tetap lebih difokuskan pada masalah sampah domestik, ruang terbuka hijau dan kebersihan badan air.

Hingga saat ini telah banyak dilakukan pemantauan dan kajian kualitas lingkungan pada kota - kota besar di Indonesia termasuk pula di Kalimantan. Mengingat sebagian besar kota - kota tersebut sudah lama terbentuk, bahkan mendahului kemerdekaan negara Indonesia, kondisi lingkungan maupun kecenderungan perubahan yang terjadi baru mulai tercatat pada kurun waktu tahun 1990 - an. Gambaran perubahan semenjak kota tersebut didirikan hingga terbentuk menjadi sebuah kota besar dengan kondisi yang kompleks seperti pada masa ini sukar untuk didapatkan. Oleh sebab itu informasi - informasi terkait kota besar yang diperoleh terbatas hanya pada rentang 30 tahun ke belakang. Pada kisaran waktu tersebut, kota - kota besar di Indonesia telah menjadi kawasan - kawasan pusat perekonomian yang memiliki penduduk dengan jumlah yang besar, dalam arti lain tekanan yang terjadi pada lingkungan pada masa tersebut sudah cukup besar meskipun masih dapat ditoleransi oleh daya dukung lingkungan kota.

Keadaan di atas mendorong perlunya informasi yang menggambarkan kondisi lingkungan kota - kota lain yang berpenduduk lebih sedikit maupun kota - kota yang kegiatan perekonomiannya masih lebih rendah dibandingkan dengan kota besar dari sekarang. Untuk wilayah Kalimantan, gambaran tersebut dapat dilihat melalui pemantauan kota - kota dengan kategori sedang maupun kecil. Dibandingkan dengan kota besar, kota sedang dan kecil memiliki penduduk yang lebih sedikit, hal ini juga berarti tekanan yang terjadi pada lingkungan juga lebih rendah. Sejalan dengan waktu kota - kota sedang dan kecil tersebut akan mengalami pertambahan jumlah penduduk maupun pertumbuhan kegiatan ekonomi yang menyebakan kota - kota tersebut akan berubah menjadi kota besar. Kondisi serupa tentu pernah terjadi pada kota - kota besar di Kalimantan sebelum tahun 1990 - an, namun pada masa tersebut kebutuhan akan pemantauan kualitas lingkungan kota belum terlalu dirasakan penting, sehingga informasi lingkungan yang dimiliki pada masa tersebut juga terbatas. Pemantauan dan kajian yang dilakukan pada kota - kota sedang dan kecil penting untuk dilakukan untuk mendapatkan informasi kecenderungan arah perubahan kualitas lingkungan kota itu sendiri maupun melihat gambaran kondisi awal kota besar yang memiliki karakter sosial, ekonomi dan ekologi yang serupa.

Pemantauan dan kajian pada kota - kota sedang dan kecil yang berjumlah lebih banyak dan bersifat lebih tersebar juga dapat memberikan gambaran kondisi lingkungan kota - kota pada lingkup regional tertentu serta membantu penyusunan kebijakan dalam ruang lingkup makro.

1.2 Perumusan Masalah

Sejak dilakukan pemantauan secara rutin yang dimulai pada tahun 2006 hingga saat ini, terlihat perubahan naik atau turunnya kualitas lingkungan hidup kota - kota sedang dan kecil secara nasional. Adapun kota - kota sedang dan kecil ditentukan atas kriteria berikut :


(26)

Kota Kecil, kota dengan jumlah penduduk 20 000 - 50 000 jiwa Kota Sedang, kota dengan jumlah penduduk 50 001 - 200 000 jiwa

Penentuan kriteria tersebut didasari atas Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 16 Ayat 5 dan 6.

Hasil dari pemantauan yang dilakukan secara rutin tersebut menunjukkan indikasi berhasil atau tidaknya pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan lingkungan di wilayahnya masing - masing. Pemantauan kualitas lingkungan hidup yang dilakukan tersebut mencakup pemantauan pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau (RTH) pada komponen - komponen wilayah :

Permukiman

Area jalan arteri dan kolektor Pasar tradisional Sekolah Area perkantoran Terminal Pelabuhan penumpang Hutan kota Taman kota

Sungai / danau / situ Drainase utama kota

Tempat pengelolaan akhir sampah

Hasil akhir dari pemantauan yang dilakukan tersebut adalah nilai indeks lingkungan hidup kota secara umum serta nilai - nilai indeks komponen - komponen penyusunnya. Untuk wilayah Kalimantan sendiri, berdasarkan kategori kota sedang dan kecil dari tahun 2006 hingga tahun 2010 kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kecenderungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil di Kalimantan tahun 2006 - 2010

Kualitas lingkungan rata - rata kota kecil di Kalimantan secara umum masih berada pada kategori kurang baik atau berada dibawah nilai 60, sedangkan rata - rata kota sedang berada kategori baik atau berada pada kisaran nilai 70.

0 20 40 60 80 100

2006 2007 2008 2009 2010

64.98 66.97

71.92 73.12 72.83 55.31 55.67 56.75 56.45 58.23

N il ai i n d ek s k u al it a s li n g k u n g an k o ta Tahun Kota Sedang Kota Kecil


(27)

Berdasarkan pembagian wilayah administratif daerah, nilai indeks kualitas lingkungan rata - rata kota di tiap provinsi terkecuali kota - kota di Provinsi Kalimantan Selatan berada dibawah nilai 60 seperti ditunjukkan Gambar 2. Nilai tersebut masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia terutama terhadap wilayah Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi seperti ditunjukkan Gambar 3. Oleh sebab itu, dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas lingkungan terutama difokuskan pada aspek - aspek kebersihan dan keteduhan wilayah perkotaan di Kalimantan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Gambar 2 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota sedang dan kecil tiap provinsi di Kalimantan tahun 2010

Gambar 3 Nilai indeks kualitas lingkungan hidup rata - rata kota - kota berdasarkan regional di Indonesia tahun 2010

52 54 56 58 60 62 64 Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat 59.38 63.27 56.55 58.87 N il ai In d ek s K u al it as L in g k u n g an H id u p K o ta Provinsi Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota Rata - Rata Tahun 2010 56 58 60 62 64 66 68 70 72 74 Bali dan Nusa Tenggara

Jawa Kalimantan Sulawesi,

Maluku dan Papua Sumatera 68.63 71.19 59.81 63.22 66.63 N il ai In d ek s K u al it as L in g k u n g an H id u p K o ta Regional Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota Rata - Rata Tahun 2010


(28)

Kondisi di atas mendorong pentingnya dilakukan evaluasi maupun upaya terhadap pemantauan yang telah dilakukan secara rutin. Kedepan informasi tersebut juga harus dapat memberikan gambaran perubahan kualitas lingkungan dengan lebih baik untuk kota - kota sedang dan kecil sejak awal mula pelaksanaan pemantauan hingga masa sekarang. Informasi kualitas lingkungan tersebut tersusun atas variabel - variabel yang mewakili komponen wilayah dari suatu kota. Variabel - variabel adalah wilayah permukiman, sarana kota, sarana transportasi dan sarana pengelolaan kebersihan kota.

Informasi tersebut bagi pemerintah daerah dapat digunakan sebagai masukan terkait pembenahan komponen - komponen lingkungan dari kawasan

urban di wilayah kerjanya. Bagi pemerintah pusat, informasi tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan gambaran umum perbandingan kawasan urban

di suatu kabupaten / kota terhadap kabupaten / kota lainnya.

Namun secara lebih spesifik belum dilakukan analisis statistik yang menunjukkan pengelompokan kota - kota yang terjadi, maupun faktor - faktor kondisi fisik komponen lingkungan kota yang mempengaruhinya. Faktor - faktor lain seperti besarnya alokasi anggaran maupun faktor kepadatan penduduk diperkirakan juga dapat memberi kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap nilai kualitas lingkungan suatu kota. Keadaan di atas mendorong perlunya dilakukan analisis dan pengolahan data lanjutan untuk mendapatkan informasi - informasi turunan lain yang terkait dengan data tersebut.

Dengan menghubungkan informasi kualitas lingkungan hidup yang diperoleh dari komponen fisik suatu kota dengan data APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan maupun dengan informasi kependudukan suatu kota, diharapkan dapat dilihat hubungan keterkaitan antara faktor - faktor tersebut. Adapun nantinya bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hasil analisis ini dapat digunakan sebagai bahan penyusunan kebijakan untuk penentuan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada masa mendatang.

Berdasarkan uraian di atas maka disusun rumusan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini yaitu :

1 Belum tersedianya informasi clustering atau pengelompokan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup

2 Belum tersedianya analisis faktor - faktor yang berpengaruh pada kualitas lingkungan suatu kota

3 Alokasi APBD kegiatan pengelolaan lingkungan dan kegiatan pengelolaan kebersihan yang masih rendah yang berimplikasi pada kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

4 Belum diketahuinya pengaruh kepadatan penduduk yang mendorong meningkatnya pencemaran tanah maupun badan air hingga berpengaruh pada kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

5 Diperlukannya arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan


(29)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1 Menganalisis dan mengelompokkan kota - kota sedang dan kecil di

Kalimantan berdasarkan kesamaan karakteristik kualitas lingkungan hidup 2 Menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh pada indeks kualitas

lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan

3 Menganalisis hubungan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengelolaan kebersihan dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

4 Menganalisis hubungan kepadatan penduduk dengan indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

5 Menyusun arahan peningkatan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1 Memberikan masukan pada pemerintah pusat dalam penentuan kebijakan pengawasan kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan 2 Memberikan masukan pada pemerintah daerah dalam upaya perbaikan


(30)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kualitas Lingkungan Hidup

Lingkungan merupakan kondisi fisik yang melingkupi sumber daya alam berupa tanah, air, mineral, termasuk makhluk hidup flora dan fauna yang berada pada kawasan tersebut. Lingkungan sendiri terdiri atas komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik merupakan komponen lingkungan yang memiliki sifat tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban serta intensitas matahari. Komponen biotik mencakup segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro - organisme yang mendiami lingkungan tersebut. Lingkungan hidup juga sering pula diartikan dengan istilah biosfer yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan makhluk tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami. Tanpa adanya pengaruh campur tangan manusia, lingkungan membentuk suatu siklus yang seimbang dan berkelanjutan. Faktor manusia, terutama yang didasari atas motif pemenuhan kebutuhan ekonomi secara umum memberikan dampak pada kualitas lingkungan. Hal ini yang mendasari perlunya dilakukan pengukuran kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya dampak kerusakan lingkungan yang terlalu besar. Kualitas lingkungan hidup merupakan keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung optimal bagi ke langsungan hidup manusia pada suatu wilayah. (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Selama ini, pengukuran kualitas lingkungan pada umumnya dilakukan secara terpisah berdasarkan media lingkungan yang ada, yaitu air, udara, dan tanah. Kondisi ini menyebabkan banyaknya data yang tidak saling terintegrasi satu dan lainnya, sehingga sulit untuk menilai apakah kondisi lingkungan hidup di suatu kawasan secara utuh apakah bertambah baik atau sebaliknya. Salah satu cara untuk mereduksi banyak data dan informasi adalah dengan menggunakan angka indeks (Kementerian Lingkungan Hidup 2010).

Studi - studi tentang indeks lingkungan banyak dilakukan terutama oleh perguruan tinggi di luar negeri, seperti Yale University dan Columbia University

yang menghasilkan Environmental Sustainability Index (ESI). ESI dilakukan untuk melihat tingkat keberlanjutan suatu negara, juga sebagai tolok ukur kemampuan suatu negara untuk melindungi lingkungan hingga pada masa mendatang. Nilai indeks keberlanjutan lingkungan ini mencakup 5 (lima) isu meliputi : (1) sistem lingkungan suatu negara, (2) tekanan pada lingkungan akibat aktivitas manusia (3) tekanan pada lingkungan yang tidak disebabkan manusia,

(4) kapasitas masyarakat dalam menghadapi tantangan lingkungan dan (5) pengelolaan global suatu negara. ESI yang dilakukan pada 146 negara di dunia

dan dibangun berdasarkan model tekanan (pressure), keadaan (state) dan upaya antisipasi (response) lingkungan pada negara - negara tersebut. Hasil perhitungan ESI menunjukkan peringkat dan tingkat kemampuan adaptasi suatu negara, disamping juga menunjukkan pengelompokan yang terjadi di dunia secara umum. Indikator - indikator yang dibangun dari beberapa isu tersebut menitikberatkan pada faktor tekanan yang menyebabkan perubahan kondisi serta respon akibat perubahan itu sendiri. Lima negara anggota kelompok terbaik dengan peringkat tertinggi adalah Finlandia, Norwegia, Uruguay, Swedia dan Islandia yang masing - masing dicirikan dengan sumber daya alam yang cukup besar dan kepadatan


(31)

penduduk rendah. Negara - negara peringkat terendah adalah Korea Utara, Irak, Taiwan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Negara - negara ini menghadapi berbagai masalah, baik alam maupun buatan manusia dan belum berhasil melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik dan berkelanjutan. (Esty et al. 2005).

Michigan Technological Research Institute (MRTI) juga menghasilkan

Environmental Quality Index (EQI). EQI disusun untuk melihat perubahan kondisi lingkungan pada skala kawasan. Perhitungan EQI dilakukan berdasarkan indikator - indikator : (1) kondisi tanah, (2) kesehatan air, (3) kualitas udara dan (4) pemanfaatan lahan. EQI dilakukan melalui pendekatan sistem informasi geografis diperoleh melalui teknik overlay data spasial. Teknik overlay data menunjukkan nilai total kawasan berdasarkan penjumlahan nilai indikator - indikator kawasan tersebut. Nilai tinggi menunjukkan lingkungan dalam kondisi baik atau rendahnya pencemaran yang terjadi, sedangkan nilai rendah menunjukkan kondisi lingkungan yang buruk atau tingginya pecemaran. Teknik perhitungan EQI yang menggunakan data - data informasi geografis memungkinkan kualitas lingkungan kawasan dapat teramati secara spasial (French

et al. 2008).

Pada suatu studi yang dipublikasikan pada tahun 2010 oleh Yale University dan Columbia University yang berkolaborasi dengan World Economic Forum dan Joint Research Center of the European Commission, dihasilkan indeks yang disebut sebagai Environmental Performance Index (EPI). EPI dilakukan untuk melihat perbandingan indeks performa lingkungan suatu negara terhadap negara lainnya. Perhitungan nilai indeks performa lingkungan tersebut dilakukan pada 163 negara di dunia. Adapun EPI ditentukan berdasarkan pencapaian - pencapaian kebijakan pemerintah suatu negara berkaitan dengan aspek kesehatan lingkungan dan aspek kondisi ekosistem suatu negara. Aspek kesehatan lingkungan terbagi atas indikator - indikator : (1) pencemaran media tanah, (2) polusi udara dan (3) pencemaran air. Aspek kondisi ekosistem terbagi atas indikator - indikator : (1) keanekaragaman hayati dan habitat, (2) kondisi kawasan hutan, (3) kondisi perairan, (4) kondisi pertanian serta (5) dampak perubahan Iklim. Dalam perhitungan EPI suatu negara, masing - masing indikator tersebut diberi bobot sesuai dengan besarnya tingkat pengaruh indikator tersebut terhadap performa suatu negara. Adapun nilai akhir EPI suatu negara diperoleh melalui hasil penjumlahan seluruh perkalian bobot dengan nilai masing - masing indikator. Nilai EPI berada pada kisaran 0 (performa terburuk) hingga 100 (performa terbaik) yang menunjukkan tingkat performa suatu negara dalam pengelolaan lingkungan (Emerson et al. 2010).

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2007 telah mengembangkan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) untuk 30 ibukota provinsi. Selain itu, pada tahun 2009 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan Dannish International Development Agency (DANIDA) juga mulai mengembangkan indeks lingkungan berbasis provinsi yang pada dasarnya merupakan modifikasi dari EPI. Indeks kualitas lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengukur keberhasilan program - program pengelolaan lingkungan. Selain sebagai sarana untuk mengevaluasi efektifitas program - program pengelolaan lingkungan, indeks kualitas lingkungan mempunyai peranan dalam hal : membantu perumusan kebijakan, membantu dalam mendisain program lingkungan, dan mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan


(32)

kondisi lingkungan. Tujuan disusunnya indeks kualitas lingkungan adalah : (1) Memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, (2) Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target program-program pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup (Kementerian Lingkungan Hidup 2010).

2.2 Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup

Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki kecenderungan saling membutuhkan satu sama lain, hidup berkelompok serta mendiami suatu kawasan tertentu. Keadaan ini memberikan gambaran dasar bahwa dalam pola dan jenis interaksi antar individu manusia dalam suatu kelompok maupun antar kelompok yang terjadi sangat terkait dengan kawasan tempat manusia atau kelompok tersebut beraktivitas atau berdiam. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk pada kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan timbul pengaruh positif pada aspek ketersediaan sumber daya manusia sebagai modal perkembangan kawasan tersebut. Meskipun demikian, pengaruh yang berbeda, dirasakan pada aspek lingkungan. Pengaruh negatif yang terjadi berupa terjadi peningkatan potensi pencemaran lingkungan sebagai dampak aktivitas ekonomi masyarakat. Jadi sebagai bentuk antisipasi atas hal ini, dirasa perlu dilakukan pemantauan untuk melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan akibat kegiatan tersebut. Pemantauan adalah usaha atau perbuatan untuk mengamati, mengawasi, dan memeriksa perubahan kualitas lingkungan yang sesuai maupun tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Proses pemantauan dalam hal ini merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan, baik bila ada pelanggaran maupun tidak ada pelanggaran pemanfaatan ruang (Kementerian Lingkungan Hidup 2007).

Kegiatan pemantauan yang dilakukan merupakan suatu bentuk upaya awal pengendalian dampak lingkungan akibat aktivitas - aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang bertujuan menjaga kualitas sumber daya lingkungan di suatu wilayah. Proses pemantauan yang dilakukan dimulai dari penyeragaman aspek - aspek komponen utama tingkat kualitas lingkungan wilayah dan dilanjutkan dengan mengukur perubahan tingkat kualitas lingkungan wilayah yang menjadi obyek pengawasan. Kendali tersebut dibutuhkan guna menyeimbangkan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan dalam mendukung keberlangsungan suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009) wilayah merupakan suatu sistem kompleks yang terbagi atas sistem ekologi (ekosistem), sistem sosial dan sistem ekonomi yang saling mempengaruhi satu terhadap yang lainnya. Oleh sebab itu melalui kegiatan pemantauan tersebut dapat diketahui besarnya pengaruh perubahan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat terhadap kondisi lingkungan tempat masyarakat tersebut berada.

Dalam melakukan pemantauan kualitas lingkungan suatu wilayah, perlu ditentukan aspek - aspek utama yang dapat menggambarkan pengaruh aktivitas manusia terhadap kondisi lingkungan tempat dilaksanakannya aktivitas tersebut. Fauzi (2004) menyatakan aspek - aspek penting dalam melihat kualitas sumber daya lingkungan secara umum mencakup : potensi maksimum sumber daya lingkungan, kapasitas lestari lingkungan, kapasitas penyerapan atau asimilasi


(33)

lingkungan, kapasitas daya dukung lingkungan, dan tingkat kelangkaan sumber daya lingkungan.

Secara umum kawasan tempat manusia berdiam serta melakukan segala aktivitas kesehariannya, terbagi atas dua jenis yaitu kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Masing - masing jenis kawasan tersebut memiliki perbedaan yang cukup jelas dilihat dari aspek kepadatan penduduk, pola pemanfaatan ruang maupun jenis aktivitas manusia yang ada di tiap - tiap kawasan tersebut. Kawasan perkotaan atau urban dapat didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian namun lebih didominasi oleh kegiatan pelayanan jasa dan kegiatan perkonomian industri non pertanian. Secara umum wilayah perkotaan dapat dicirikan melalui tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta penggunaan lahan yang intensif. Kawasan perdesaan atau rural dapat didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan industri dan jasa yang mendukung sektor primer. Secara umum wilayah perdesaan dapat dicirikan melalui tingkat kepadatan penduduk yang rendah serta pemanfaatan lahan yang didominasi sektor pertanian.

Dalam melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan hidup perlu dibedakan antara wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan. Keduanya memiliki karakteristik berbeda terkait jenis kegiatan yang memiliki potensi pencemaran serta media lingkungan yang terkena dampak pencemaran tersebut. Untuk wilayah perkotaan pencemaran timbul akibat kegiatan domestik masyarakat, pemanfaatan lahan, pencemaran udara dan air akibat kegiatan industri serta polusi udara akibat kendaraan bermotor. Pada lingkungan perdesaan atau rural beban pencemaran yang terjadi secara umum akibat kegiatan di sektor primer berupa kegiatan pertanian, perkebunan maupun peternakan. Sebagai contoh, dalam studi yang dilakukan pada wilayah negara - negara di Eropa Utara dan Barat, kegiatan peternakan memberikan kontribusi eutrofikasi pada media air. Kegiatan pemantauan yang dilakukan menunjukkan bahwa kotoran dan sisa pakan ternak menjadi sumber fosfor (P) dan nitrogen (N) yang masuk ke badan sungai (Haygarth et al. 1998). Studi lain yang dilakukan pada daerah aliran sungai Taw wilayah Selatan Barat negara Inggris, menyatakan kegiatan pertanian tanaman pangan yang menggunakan pupuk dan pestisida secara intensif juga dapat menyebabkan dampak pada lingkungan. Pemantauan yang dilakukan pada badan air sungai Taw secara berkala 1996 hingga 1999 meninjukkan meningkatnya kandungan bahan kimia akibat kegiatan pertanian tersebut (Wood et al. 2005).

Adanya aktifitas yang dilakukan oleh penduduk pada kawasan perkotaan dan perdesaan menyebabkan perlunya kegiatan pemantauan pada kedua tipe kawasan tersebut. Kegiatan pemantauan lingkungan kawasan perkotaan umumnya mencakup : pemantauan produksi dan pengelolaan sampah kota, pemantauan pemanfaatan lahan termasuk ketersediaan ruang terbuka hijau, pemantauan kualitas badan air berupa sungai yang melintasi wilayah perkotaan, dan pemantauan kualitas udara wilayah perkotaan (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Sebaliknya pada kawasan perdesaan yang umumnya berbasis kegiatan sektor primer, kegiatan pamantauan lingkungan diprioritaskan pada : pemantauan kualitas badan air berupa sungai dan danau pada kawasan pertanian dan pemantauan pemanfaatan lahan daerah penyangga aliran sungai atau danau (Haygarth et al. 1998) (Eschner dan Satterlund 1966). Kegiatan pemantauan yang


(34)

dilakukan pada masing - masing kawasan diharapkan dapat menggambarkan besarnya tekanan yang terjadi pada media lingkungan akibat aktivitas yang dilakukan oleh penduduk. Pada rentang waktu yang lebih panjang hasil pemantauan yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan perencanaan kedua jenis kawasan tersebut.

2.3Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

Kota atau daerah urban telah diketahui sebelumnya memiliki kedudukan sebagai pusat konsentrasi aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Keadaan ini memiliki implikasi langsung baik dalam bentuk pembangunan infrastruktur fisik lebih pesat dibandingkan daerah penyangga di sekitar, maupun semakin besarnya beban yang terjadi pada lingkungan di kawasan tersebut. Tingginya beban lingkungan yang terjadi pada wilayah perkotaan memiliki hubungan positif terhadap jumlah manusia maupun intensitas aktivitas yang dilakukan. Semakin tinggi jumlah penduduk, semakin tinggi pembangunan infrasturktur fisik serta beban lingkungan yang terjadi. Secara umum beban lingkungan yang terjadi mencakup aspek tingginya pemanfaatan lahan, produksi limbah padat dan pencemaran air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Seperti pada wilayah lain di Indonesia, proses pembangunan juga terjadi di wilayah Kalimantan, terutama pada wilayah perkotaan. Proses pembangunan terjadi sejalan dengan pemanfaatan kekayaan sumber daya yang dimiliki. Selain ditandai dengan pembangunan fisik infrastruktur yang ada, kegiatan pembangunan juga dapat terlihat melalui peningkatan aktivitas sektor jasa, dan perdagangan. Kegiatan - kegiatan tersebut merupakan bentuk pembangunan aktivitas ekonomi yang terjadi di wilayah perkotaan. Salah satu dampak dari proses pembangunan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk yang tidak hanya berasal dari pertambahan penduduk alami namun juga dari perpindahan penduduk wilayah lain. Adanya pertambahan penduduk tersebut meningkatkan beban lingkungan perkotaan baik akibat pemanfaatan lahan serta pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah padat maupun cair tersebut ke media lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Pada daerah perkotaan, kegiatan domestik yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat menimbulkan tingkat pencemaran yang cukup mengkhawatirkan. Secara umum terdapat jenis pencemar / limbah akibat kegiatan domestik yaitu limbah cair yang berupa air limbah sisa kegiatan domestik (grey water), air limbah tinja (black water) maupun limbah padat yang juga umum kita kenali sebagai sampah dapat berakibat menurunnya kualitas lingkungan air maupun menimbulkan pencemaran pada tanah (Kementerian Lingkungan Hidup 2006). Pencemaran sumber daya air juga menimbulkan dampak lanjutan berupa meningkatnya biaya (cost) untuk penyediaan air bagi keperluan seperti perikanan dan pertanian, bahan baku air minum, dan industri (Rustiadi et al. 2009).

Selain masalah pencemaran di atas, terkait permasalahan pemanfaatan lahan, dalam pengelolaan lingkungan hidup perkotaan dikenal ruang terbuka hijau, seperti ketersediaan taman kota dan hutan kota, serta penghijauan di sepanjang jalan dan wilayah publik lainnya. Permasalahan ruang terbuka hijau ini menjadi penting mengingat peran kawasan ini sebagai area resapan air disamping


(35)

berperan dalam menjaga kualitas udara dalam wilayah perkotaan (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Permasalahan lingkungan hidup perkotaan menjadi semakin penting untuk dikelola, tidak hanya karena wilayah perkotaan menjadi daya tarik penduduk di wilayah sekitar untuk datang. Hal tersebut juga berdampak pada tekanan terhadap sumber daya lingkungan kota. Permasalahan lingkungan di wilayah perkotaan bersifat kompleks karena mencakup interaksi dinamis antara lingkungan buatan, lingkungan alami serta aktivitas manusia didalamnya. Sejalan dengan hal tersebut di atas dilakukan pemantauan dan inventarisasi kualitas lingkungan hidup kota - kota di Kalimantan. Adapun dalam mendukung kebutuhan tersebut dilakukan secara rutin pemantauan minimal 2 (dua) kali tiap tahun pada skala provisi hingga lingkup nasional (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

Sejalan dengan makin tingginya kesadaran akan pentingnya aspek lingkungan dalam pembangunan wilayah perkotaan yang keberlanjutan, upaya pengendalian aktivitas - aktivitas yang memiliki potensi menimbulkan pencemaran maupun kerusakan lingkungan telah banyak dilakukan di berbagai negara di dunia. Pola perubahan maupun gambaran tingkat pencemaran dan kerusakan yang terjadi dapat dilihat melalui upaya - upaya pemantauan kualitas lingkungan hidup. Aspek - aspek yang cukup beragam dipantau secara berkala guna memenuhi kebutuhan tersebut. Aspek - aspek yang lebih umum dikenali sebagai indikator kualitas lingkungan ini umumnya berbeda antara satu wilayah terhadap wilayah lainnya dan bergantung pada jenis aktivitas sumber pencemaran maupun tinggi / rendahnya volume limbah atau bahan pencemar yang dihasilkan.

Bian dan Yang (2010) dalam menentukan kualitas lingkungan pada 30 provinsi di negara China melihat aspek - aspek sumber daya manusia yakni jumlah tenaga kerja, sumber daya ekonomi berupa modal dan GDP, pemanfaatan energi dan air, serta tingkat pencemaran yang terjadi pada media air dan udara. Aspek - aspek tersebut dianggap representatif dengan pola aktivitas sosial ekonomi masyarakat di negara China yang banyak didukung oleh kegiatan industri. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bian dan Yang, pada kawasan di wilayah barat negara China, indikator - indikator seperti produksi limbah padat, produksi limbah cair, produksi gas emisi, tingkat polusi suara (noise production) serta konversi kawasan hutan dipilih untuk menggambarkan tingkat kualitas lingkungan di wilayah tersebut (Sun et al. 2012). Gabungan dari berbagai dampak aktivitas masyarakat yang diwakili indikator - indikator tersebut dianggap lebih mewakili baik / tidaknya maupun gambaran perubahan kualitas lingkungan hidup wilayah barat negara China tersebut.

Pemantauan kualitas lingkungan hidup merupakan bentuk upaya pengawasan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di suatu wilayah yang diwakili suatu media lingkungan pada wilayah yang dianggap mengalami dampak langsung ataupun tidak langsung akibat dari aktivitas tersebut. Dengan latar belakang wilayah maupun jenis aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang berbeda antara wilayah satu dan lainnya, pengaruh yang terjadi akan berbeda pula. Untuk dapat melihat pengaruh tersebut, indikator - indikator yang dipilih harus dapat menggambarkan pengaruh aktivitas masyarakat terhadap lingkungan yang menjadi wilayah studi. Adapun dalam studi pengamatan kondisi lingkungan yang dilakukan Farrow dan Winograd (2001) menyatakan bahwa indikator - indikator


(36)

yang dapat menggambarkan kondisi lingkungan suatu wilayah harus memenuhi

kriteria : (1) terukur, (2) relevan, (3) sensitif terhadap perubahan serta (4) memiliki hubungan sebab akibat yang jelas. Pada penelitian yang mencakup

wilayah kota sedang dan kecil di Kalimantan, indikator - indikator yang dipilih harus dapat merepresentasikan kondisi lingkungan setempat. Indikator - indikator yang sesuai dan mewakili gambaran potensi beban pada media lingkungan dipilih sesuai kondisi setempat lebih dapat mencerminkan kualitas lingkungan yang ada. Indikator - indikator yang berkenaan dengan pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau di kawasan kota dalam hal ini dianggap lebih dapat merepresentasikan kualitas lingkungan kota sedang dan kecil di Kalimantan yang memiliki pola aktivitas masyarakat yang relatif belum kompleks serta tidak didominasi oleh kegiatan industri (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

2.4Berbagai Aspek dalam Pemantauan Kualitas Lingkungan Perkotaan

Masyarakat yang tinggal pada lingkungan perkotaan memiliki aktivitas yang beragam, baik pada sektor perdagangan, jasa atau kegiatan lain yang berhubungan dengan penyediaan layanan publik. Keragaman aktivitas masyarakat ini memiliki pengaruh berbeda lingkungan kota. Jenis kegiatan atau aktivitas masyarakat tertentu akan memberikan dampak beragam pada aspek - aspek lingkungan yang ada. Oleh sebab itu dalam melakukan pemantauan lingkungan, perlu ditetapkan aspek - aspek lingkungan yang sifatnya dapat terukur dan mencerminkan perubahan lingkungan yang terjadi.

Aspek - aspek yang dipilih dalam pemantauan kualitas lingkungan kota secara umum dapat dibagi menjadi bidang - bidang tertentu berdasarkan karakteristik potensi pencemaran maupun media lingkungan yang terkena dampak pencemaran yang terjadi. Kota sedang dan kecil Kalimantan merupakan kota - kota yang tingkat aktivitas masyarakatnya dapat dilihat dari jumlah produksi limbah padat dan cair serta pemanfaatan lahan kawasan urban yang terjadi. Oleh sebab itu aspek - aspek obyek pemantauan yang dipilih untuk mewakili kualitas

lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan terdiri atas : (1) Pengelolaan sampah domestik, (2) Ketersediaan ruang terbuka hijau dan (3) Pencemaran badan air (Kementerian Lingkungan Hidup 2008).

2.4.1Sampah Domestik

Tiap individu manusia merupakan penghasil sampah, dalam melaksanakan kegiatan kesehariannya, manusia akan selalu memproduksi sampah baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Dalam lingkup wilayah dengan kepadatan penduduk rendah seperti pada daerah rural secara umum, akumulasi sampah yang terproduksi tidak signifikan terhadap luas wilyah, namun berbeda dengan wilayah perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi, produksi sampah akan menjadi permasalahan yang cukup signifikan akibat terbatasnya ketersediaan lahan yang digunakan sebagai sarana pengolahan maupun landfill sampah domsetik ini. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terjadi di wilayah perkotaan produksi sampah juga akan turut meningkat, sehingga dibutuhkan solusi cermat untuk mengantisipasi peningkatan produksi sampah yang memiliki dampak minimal pada pencemaran lingkungan, ekonomis serta efisien dalam hal pemanfaatan lahan (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

Tidak berbeda dengan permasalahan sampah yang dihadapi oleh wilayah perkotaan di Indonesia, kota Dar es Salaam di Tanzania juga menghadapi hal


(37)

yang serupa. Limbah padat hasil kegiatan domestik masyarakat di wilayah perkotaan telah menjadi permasalahan lingkungan yang serius. Sejalan dengan pembangunan sosial ekonomi kurun waktu terakhir, ditambah dengan liberalisasi ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang cepat, produksi limbah padat yang dihasilkan penduduk kota Dar es Salaam telah meningkat dengan kecepatan yang cukup tinggi. Namun peningkatan volume sampah tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan pemerintah setempat dalam mengelola sampah yang terproduksi. Secara rata - rata hanya 20 - 30 % sampah wilayah perkotaan di negara Tanzania yang mampu dikumpulkan dan dibuang ke landfill oleh pemerintah daerah setempat. Krisis yang dihadapi dalam penyusunan kebijakan masalah persampahan wilayah perkotaan di Tanzania secara umum melingkupi masalah - masalah : (1) Pengelolaan limbah padat, (2) Privatisasi sektor

persampahan, (3) Dampak lingkungan dari pembuangan limbah dan (4) Peningkatan kapasitas kelembagaan. Untuk menyelesaikan permasalahan -

permasalahan di atas diperlukan kerangka konseptual didasarkan pada aplikasi pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Tanzania. Upaya pengurangan produksi sampah, pemanfaatan ulang hingga upaya daur ulang diusulkan sebagai solusi bagi pengelolaan limbah padat perkotaan. Perbaikan manajemen pengelolaan sampah dan peningkatan kapasitas kelembagaan juga dianggap memiliki peran penting dalam tujuan yang sama (Yhdego 1995).

Studi serupa juga dilakukan oleh Bhuiyan (2010), menggunakan data empiris yang dikumpulkan pada tahun 2000, 2003 and 2009 dilakukan analisis pengelolaan sampah padat perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah di Bangladesh. Studi ini difokuskan pada kelembagaan pemerintahan sebagai kunci dalam pengelolaan sampah di Bangladesh. Analisis juga dilakukan pada sektor swasta yang bergerak dalam bidang pelayanan kebersihan dan keterlibatan masyarakat disana. Hasil studi menyimpulkan bahwa kemitraan pemerintah-swasta berkontribusi terhadap pengelolaan limbah padat yang efektif, begitupula pemberdayaan masayarakat dalam pengelolaan sampah turut memberikan kontribusi yang positif. Bentuk kemitraan pemerintah - swasta dan pemerintah - masyarakat dalam pengelolaan sampah diharapkan dapat menjadi solusi masalah persampahan Bangladesh di masa mendatang.

Secara umum dipahami masalah persampahan hanya mencakup upaya pengangkutan sampah dari sumber hingga tempat landfill sampah. Namun, disamping permasalahan tersebut masih dimungkinkan pula kondisi - kondisi tertentu pada saat sebagian dari sampah kota tidak dapat terangkut hingga tempat

landfill, ataupun sampah yang telah ditimbun pada landfill menyebabkan terjadinya pencemaran wilayah sekitar. Rao dan Shantaram (1995) dalam studi yang dilakukannya di Hyderabad, India menjelaskan potensi pencemaran lingkungan berupa kontaminasi logam berat pada media tanah dan air yang dihasilkan dari sampah atau limbah padat perkotaan. Logam berat seperti Cu, Pb, Ni dan Zn secara umum banyak dihasilkan dari limbah padat perkotaan di India. Hyderabad adalah kota besar India dengan jumlah penduduk lebih dari 45 juta jiwa dan jumlah limbah padat yang dihasilkan dari kota diperkirakan 1_200 - 1_800 ton / hari. Limbah padat yang dihasilkan di kota Hyderabad tersebut sebagian besar timbun pada daerah landfill sampah di daerah dataran rendah. Meskipun demikian kondisi tersebut menyebabkan terjadinya potensi pencemaran secara langsung pada lahan pertanian untuk budidaya tanaman. Dampak yang


(38)

mungkin terjadi berupa masalah pencemaran air tanah, rusaknya tanaman panen, dan penurunan kualitas tanah.

2.4.2Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau

Pertumbuhan kota yang pesat sewajarnya akan selalu disertai peningkatan kebutuhan akan lahan.Kebutuhan yang didasari atas kebutuhan pertambahan infrastruktur kota ini tentu akan mempercepat terjadinya alih fungsi lahan. Kawasan RTH yang pada mulanya merupakan daerah tangkapan air bagi kota kehilangan fungsinya karena berubah fungsi menjadi kawasan terbangun. Guna mendukung keberlanjutan wilayah, Undang - Undang No 26 Tahun 2007 mengamanatkan 30 % kawasan kota harus ditetapkan sebagai kawasan RTH yang terbagi masing - masing atas 20 % berasal dari kawasan publik yang harus disediakan pemerintah dan 10 % dari kawasan privat. Penetapan jumlah minimal kawasan RTH ini diperlukan dalam mengontrol pertumbuhan kota yang tidak selaras dengan lingkungan. Manfaat kawasan RTH bagi suatu kota adalah sebagai pengendali aliran air run off dan sebagai daerah penyimpan air disamping juga memberi manfaat sebagai penghasil oksigen. Adapun besarnya peranan kawasan RTH ditentukan oleh vegetasi yang ada maupun luasan RTH itu sendiri.

Secara global perkembangan kota memberikan tekanan yang cukup besar pada lingkungan. Di Amerika Serikat misalnya, pertumbuhan cakupan lahan kota diproyeksikan meningkat dari 3.1 % pada 2000 menjadi 8.1 % pada tahun 2050 menyebabkan tergusurnya daerah hutan dan kawasan tangkapan air (Nowak dan Walton 2005). Kondisi yang umumnya terjadi akibat urbanisasi ini, harus diimbangi dengan upaya lain yang bersifat menjaga kawasan hutan atau bentuk daerah penyangga lainnya.

Duggan (2012) juga melihat pertumbuhan kota yang merambah pada kawasan hutan dan daerah penyangga lain biasanya dianggap memiliki efek merugikan pada perairan maupun kota itu sendiri. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara melakukan penanaman kembali atau re - vegetasi pada kawasan - kawasan di sekitar wilayah kota. Efek dari konversi lahan menjadi hutan di daerah tangkapan di Waiwhakareke, Selandia Baru memberikan dampak yang positif pada kota - kota terdekat, Secara umum bentuk perimbangan kawasan ini ditunjukkan sebagai salah satu model untuk pembangunan dan penyebaran kota - kota di masa mendatang.

Penduduk dunia tumbuh sebesar 1.8 % per tahun dan akan mencapai angka 5.1 miliar, ketika lebih dari 56 % orang di negara berkembang akan tinggal di kota pada tahun 2030, sedangkan di negara maju mungkin juga melebihi 84_persen pada tahun yang sama. Oleh sebab itu kota - kota dengan karakteristik berpenduduk padat menjadi ciri yang dominan dalam pembangunan perkotaan sejak paruh kedua abad ke - 20 (Roaf 2010).

Kondisi di atas dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan kurangnya ketersediaan RTH permasalahan kerusakan ekologis. Sebagai contoh, menurut proyeksi resmi tahun 2031, semenanjung Macau, China akan dihuni oleh 829 000 jiwa penduduk. Proyeksi tersebut memberikan gambaran bagi perencana dalam strategi dan upaya untuk memenuhi kebutuhan RTH wilayah tersebut. Upaya - upaya yang dilakukan oleh pemerintah lokal dalam menghadapi permasalahan tersebut adalah dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan lahan untuk kebutuhan komersial dan permukiman, serta mempertahankan jumlah


(39)

dan sebaran RTH di wilayah tersebut. Berdasarkan riset lapangan yang dilakukan pada Agustus 2010, diketahui jumlah penduduk semenanjung Macau mencapai 542 400 jiwa dan masih terdapat 26.9 % dari kawasannya masih berupa kawasan RTH. Diharapkan melalui penetapan regulasi yang ketat dalam menjaga kawasan RTH dan inovasi yang tepat dalam pemanfaatan ruang, proporsi seimbang antara jumlah penduduk dan ketersediaan RTH wilayah tersebut dapat dicapai (Min et al.

2011).

Dalam studi yang dilakukan oleh Siriwardena et al. (2006) di daerah Queensland, Australia ditunjukkan hubungan vegetasi pada daerah tangkapan air terhadap sistem hidrologi wilayah. Peran vegetasi pada daerah tangkapan air yang didominasi tumbuhan Acacia sp. tersebut memiliki pengaruh terhadap skala maupun dampak limpasan air. Penurunan jumlah vegetasi menyebabkan penurunan kemampuan lahan dalam menyimpan air disamping meningkatkan erosi tanah terutama pada saat curah hujan tinggi. Indikasi penurunan kemampuan lahan dalam menyimpan air tersebut tergambar dari peningkatan debit air sungai di kawasan tersebut pada masa setelah terjadinya penurunan luasan tutupan vegetasi pada kawasan tangkapan air terhadap masa sebelum terjadinya penurunan luasan di saat - saat terjadinya hujan dengan intensitas yang sama. Pada penelitian ini dilakukan pula permodelan yang menggambarkan hubungan perubahan luasan tutupan vegetasi terhadap kondisi hidrologi kawasan. Model yang dibuat mencoba menggambarkan pengaruh perubahan luas tutupan vegetasi terhadap faktor - faktor lain seperti intensitas debit sungai, tingkat erosi tanah pada keadaan intensitas hujan tertentu.

Hasil penelitian yang lebih awal yang dilakukan oleh Eschner dan Satterlund (1966) menunjukkan kondisi hidrologi kawasan secara lambat, dan konsisten dalam penggunaan lahan dan perubahan tutupan vegetasi selama periode 39 tahun 1912 - 1950 di wilayah Timur Laut Amerika Serikat. Menggunakan metode regresi berganda ditunjukkan bahwa peningkatan kerapatan vegetasi dan tutupan tajuk pohon berkaitan dengan laju aliran air run off dan debit aliran air sungai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya pertambahan vegetasi pada daerah tangkapan air dapat menurunkan intensitas air run off

disamping dibutuhkan pula ketersediaan saluaran air limpasan seperti drainase (Siriwardena et al. 2006).

2.4.3Pencemaran Badan Air

Air merupakan salah satu unsur utama yang dibutuhkan oleh makhluk hidup termasuk manusia. Kebutuhan akan air untuk minum, sarana pendukung sanitasi maupun untuk kebutuhan - kebutuhan penting lainnya mutlak diperlukan. Media lingkungan berupa air merupakan sarana penting yang menyediakan kebutuhan - kebutuhan tersebut, sehingga tercukupinya air dari sisi jumlah dan kualitas untuk penunjang sarana kehidupan manusia tidak dapat ditawar lagi. Namun dilihat dari sudut pandang yang lain media lingkungan air terkadang juga dilihat sebagai sarana tempat pembuangan sampah maupun limbah yang praktis. Kondisi tersebut yang menyebabkan terjadinya dilema ketika pada satu sisi air merupakan salah satu sumber sarana penunjang kehidupan dan disisi lain kualitas air yang selalu menurun akibat digunakan sebagai sarana pembuangan sisa - sisa kegiatan dan aktivitas ekonomi masyarakat. Sifat air yang mengalir dari daerah hulu menuju ke hilir menyebabkan penanganan pencemaran yang terjadi pada


(40)

media air berbeda dengan penanganan pencemaran pada media tanah. Aliran air menyebabkan pencemaran yang terjadi pada daerah hulu turut member dampak pada daerah hilir. Pengelolaan badan air yang dilakukan secara terpadu diperlukan guna mencegah pencemaran yang terjadi pada media tersebut (Kementerian Lingkungan Hidup 2006).

Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas air, pemantauan kualitas badan air dan sumber - sumber pencemar perlu dilakukan secara berkala. Pemantauan yang dilakukan harus mengikuti kaidah - kaidah ketentuan baku mutu yang telah ditentukan oleh peraturan wilayah setempat atas parameter - parameter tertentu. Sebagai contoh, pada rentang tahun 1993 hingga 2003 dilakukan studi atas pemantauan 9 (sembilan) sungai di Eropa yang melintasi negara Polandia, Jerman dan Republik Ceko. Pemantauan kualitas badan air dilakukan untuk parameter - parameter BOD5, COD, Cd, Zn, P, N serta padatan tersuspesi (Korol et al. 2005). Pemantauan yang dilakukan secara umum melingkupi 3 parameter yang berkaitan dengan zat organik, parameter salinitas dan biogens. Kegiatan yang dilakukan tersebut berperan penting dalam fungsi kontrol terhadap kualitas sungai - sungai yang melintas pada ketiga negara tersebut.

Bentuk pamantauan kualitas badan air lain juga dilakukan di kawasan pertanian di provinsi Jiangxi negara Cina. Studi yang dilakukan pada tahun 2008 menitikberatkan pemantauan parameter - parameter N, P dan S hasil kegiatan pertanian setempat. Kegiatan pemantauan yang dilakukan memiliki tujuan untuk menjaga kualitas air sungai Zhongzhou yang merupakan sumber air baku pemenuhan kebutuhan domestik dan industri kota Longgang (Zhang et al. 2009).

2.4.4Pencemaran Udara

Serupa dengan kebutuhan air bersih untuk menunjang kehidupan di wilayah perkotaan, udara yang bersih juga turut menjadi faktor penunjang lain yang tidak kalah penting. Udara bersih merupakan komponen penting yang diperlukan manusia, hewan dan tumbuhan untuk bertahan hidup.

Studi yang dilakukan pada kota Meksiko dari tahun 1986 hingga 1994 menunjukkan bahwa sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian akan dibarengi oleh penurunan kualitas udara ambient di wilayah tersebut. Terjadinya pencemaran udara ini merupakan akibat peningkatan sumber polutan udara tidak bergerak yakni bertambahnya jumlah industri yang ada pada kawasan kota Meksiko. Kondisi tersebut ditandai dengan naiknya unsur - unsur polutan udara yakni Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2),

Ozon (O3), Nitrogen (NO2) dan partikulat tersuspensi (TSP). Sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi suatu kota, semakin tinggi produksi gas buang yang terjadi serta semakin tingginya beban lingkungan yang terjadi pada kawasan kota tersebut. Pemantauan kualitas udara ambient secara kontinu serta pengawasan pemenuhan baku mutu sumber pencemar udara pada sektor industri merupakan langkah yang diambil pemerintah setempat untuk mengurangi risiko yang timbul pada media udara di kawasan kota tersebut. (Garza 1996).

Studi yang berkaitan dengan penurunan kualitas udara juga dilakukan pada wilayah kota Thessalonica di Yunani pada tahun 2004 hingga 2009. Studi perubahan kualitas udara kawasan urban tersebut dilakukan untuk memantau parameter - parameter CO, SO2, O3, PM10 and NO2. Berbeda dengan studi yang


(1)

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Ibu Kota Tahun

Indeks Kualitas Lingkungan Jumlah Penduduk Persentase Anggaran Pengelolaan Lingkungan Persentase Anggaran Pengelolaan Kebersihan

29 Singkawang

2006 40.52 116,853 0.36% 1.81%

2007 40.14 117,736 0.39% 2.11%

2008 47.43 131,300 0.40% 1.99%

2009 58.80 133,147 0.45% 1.97%

2010 56.13 128,297 0.45% 2.20%

30 Sintang

2006 29.35 38,982 0.13% 0.02%

2007 41.14 39,776 0.12% 0.06%

2008 38.57 41,814 0.29% 0.40%

2009 46.15 42,758 0.36% 0.36%

2010 55.89 54,861 0.65% 0.38%

31 Sukamara

2006 42.94 10,436 0.23% 0.00%

2007 38.49 11,415 0.23% 0.00%

2008 30.81 12,261 0.40% 0.37%

2009 34.63 12,476 0.44% 0.57%

2010 46.01 12,966 0.18% 0.49%

32 Tanah Grogot

2006 35.52 62,369 0.24% 0.36%

2007 21.03 63,008 0.23% 0.62%

2008 55.60 63,621 0.23% 0.23%

2009 53.23 64,198 0.23% 0.44%

2010 51.17 80,182 0.24% 0.46%

33 Tanjung

2006 38.38 49,135 0.48% 0.24%

2007 46.86 49,653 0.57% 0.11%

2008 47.60 50,194 0.42% 0.12%

2009 49.12 50,722 0.55% 0.18%

2010 41.48 56,833 0.56% 0.22%

34 Tanjung Redeb

2006 42.44 78,626 0.14% 0.88%

2007 50.99 81,790 0.14% 0.79%

2008 46.40 85,037 0.33% 0.91%

2009 38.70 88,357 0.34% 0.68%

2010 50.20 89,688 0.28% 0.83%

35 Tanjung Selor

2006 30.92 38,046 1.57% 0.57%

2007 43.98 39,361 2.26% 1.89%

2008 36.51 40,701 2.16% 0.68%

2009 31.81 42,059 1.48% 0.69%


(2)

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Ibu Kota Tahun

Indeks Kualitas Lingkungan

Jumlah Penduduk

Persentase Anggaran Pengelolaan Lingkungan

Persentase Anggaran Pengelolaan Kebersihan

36 Tarakan

2006 65.43 154,082 0.43% 2.60%

2007 61.18 162,132 0.43% 2.14%

2008 55.88 170,514 0.45% 2.11%

2009 59.53 179,214 0.48% 2.20%

2010 63.17 178,854 0.50% 2.18%

37 Tenggarong

2006 46.40 166,061 0.13% 0.46%

2007 38.31 169,345 0.13% 0.47%

2008 37.50 172,603 0.20% 0.51%

2009 46.45 175,811 0.23% 0.52%


(3)

Lampiran 6 Tabel hasil uji korelasi

IKL PDK LH KBR

IKL 1.000000 -0.170921 0.543164 0.407434

PDK -0.170921 1.000000 0.312720 -0.127182

LH 0.543164 0.312720 1.000000 0.486356

KBR 0.407434 -0.127182 0.486356 1.000000

Lampiran 7 Tabel statistik hasil F - test dan Chi - square

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled

Test cross - section and period fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross - section F 9.200671 (36,145) 0.0000

Cross - section Chi-square 219.993660 36 0.0000

Lampiran 8 Tabel statistik hasil Hausman - test

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled

Test cross - section and period random effects

Test Summary Statistic d.f. Prob.


(4)

Lampiran 9 Tabel hasil analisis data panel

Dependent Variable: IKL Method: Panel Least Squares Date: 06/26/13 Time: 14:34 Sample: 2006 2010 Periods included: 5

Cross - sections included: 37

Total panel (balanced) observations: 185

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 19.15459 4.610042 4.154970 0.0001

LH 337.9431 160.5576 2.104809 0.0740

KBR 467.3686 126.6391 3.690555 0.0003

PDT -0.022341 0.006832 -3.270152 0.0013

Effects Specification Cross - section fixed (dummy variables)

R - squared 0.898169 Mean dependent var 59.75026

Adjusted R - squared 0.871538 S. D. dependent var 47.07669

S. E. of regression 7.576508 Akaike info criterion 7.006683

Sum squared resid 7431.524 Schwarz criterion 7.772606

Log likelihood -604.1182 Hannan - Quinn criter. 7.317093

F - statistic 56.41270 Durbin - Watson stat 2.133335


(5)

Lampiran 10 Tabel nilai Cfixed effects untuk tiap - tiap obyek sampel (kota)

No Kota Cfixed effect

1 Amuntai 9.781713 2 Banjarbaru -36.01074 3 Barabai 3.022992 4 Batulicin 3.827784 5 Bengkayang -2.417038 6 Bontang -29.44471

7 Buntok 10.40594

8 Kandangan -2.407824 9 Kasongan -3.296178 10 Ketapang 10.27677 11 Kuala Kapuas 21.18425 12 Kuala Pembuang -10.06804 13 Marabahan 17.62532 14 Martapura -32.59733 15 Mempawah 9.604686 16 Muara Teweh 10.76575 17 Nanga Pinoh -1.212548 18 Pangkalan Bun 27.71053 19 Paringin 11.27663 20 Pelaihari 24.52586 21 Penajam -14.54856 22 Pulang Pisau -7.371494 23 Puruk Cahu -14.36266 24 Putussibau 11.36926 25 Rantau 8.651831 26 Sambas 0.456530 27 Sangatta -11.66907 28 Sekadau 5.874925 29 Singkawang -29.03479 30 Sintang 17.35859 31 Sukamara 14.49943 32 Tanah Grogot -22.96732 33 Tanjung 19.43221 34 Tanjung Redeb 13.96235 35 Tanjung Selor 5.263675 36 Tarakan 14.78464 37 Tenggarong 9.746635


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ir Sutrisno dan Siti Nuriyah yang lahir di Bogor, pada tanggal 2 Mei 1982. Pada tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor dan kemudian melanjutkan pada jenjang pendidikan Strata_1 pada tahun yang sama. Pada tahun 2005, penulis lulus dari Jurusan Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Pertanian Bogor yang merupakan pendidikan formal terakhir yang telah selesai ditempuh oleh penulis. Saat ini penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan Strata_2 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada perguruan tinggi yang sama. Peningkatan kapasitas diri dalam melakukan analisis kondisi lingkungan di wilayah kerja terhadap kebijakan - kebijakan yang diambil oleh instansi tempat bekerja merupakan harapan yang ingin penulis capai setelah melaksanakan studi pada jenjang ini. Adapun pelaksanaan studi tersebut merupakan bagian dari bantuan program Beasiswa Bappenas yang ditujukan bagi peningkatan kapasitas aparat pemerintah pusat dan daerah.

Penulis sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 bekerja di Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup pada Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Kalimantan yang berlokasi di Balikpapan Kalimantan Timur. Pada tahun 2010 hingga saat ini penulis bekerja di Sub Bagian Keuangan pada Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup yang merupakan Satuan Kerja pengganti tempat bekerja penulis sebelumnya.

Kegiatan diluar rutinitas pekerjaan dan studi yang dilakukan penulis, yaitu hobi membuat piranti lunak komputer, perancangan jaringan komputer skala kecil dan menengah serta mendesain rangkaian elektronika sederhana. Aplikasi piranti lunak pengendali robot berbasis komunikasi serial dan nirkabel, aplikasi piranti lunak pengendali data logger multi sensor, jaringan small office home office

(SOHO) berbasis processor Intel IPX, piranti keras berupa data logger multi kanal non sequential, serta piranti keras pengendali rumah otomatis berbasis

microcontroller melalui jaringan lokal dan internet merupakan produk yang telah dihasilkan penulis hingga saat ini.