Dalam melakukan analisis hubungan alokasi anggaran dengan indikator kualitas lingkungan, banyak organisasi dan negara - negara di seluruh dunia telah
membentuk berbagai sistem analisis indikator. Namun sistem analisis indikator tersebut sebagian besar dikembangkan secara spesifik untuk negara atau tempat
indikator tersebut dibuat. Kondisi ini menyebabkan indikator yang sama tidak sepenuhnya cocok digunakan bagi negara atau daerah lain. Penentuan kualitas
lingkungan maupun faktor - faktor yang menentukan keberlanjutan lingkungan untuk suatu negara berbeda dengan negara atau daerah lain. Oleh karena itu,
pemerintah atau lembaga yang bertanggung jawab atas hal ini perlu menetapkan sistem analisis indikator yang sesuai dengan karakteristik spesifik daerah setempat
Best et al. 1998.
2.6 Hubungan Penduduk Terhadap Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
Banyak studi dan penelitian telah dilakukan untuk melihat tingkat potensi pencemaran yang diakibatkan aktivitas penduduk. Upaya tersebut merupakan
bentuk antisipasi terjadinya dampak signifikan aktivitas penduduk pada lingkungan. Pada studi pengukuran jumlah limbah padat yang terproduksi di
Kucing, Negara Bagian Serawak, Malaysia yang dilakukan oleh Lim 2012 dinyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mendorong peningkatan produksi
limbah padat, sehingga perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Lim juga menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat di Kucing dapat
menurunkan produksi sampah domestik disamping juga memberi dampak positif penurunan biaya pengelolaan lingkungan kota khususnya bidang persampahan.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Naïma et al. 2012 bahwa produksi limbah padat kawasan perkotaan bertambah seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk, baik dari urbanisasi yang terjadi maupun peningkatan angka kelahiran di kota Chlef, Aljazair. Sistem pengelolaan sampah yang kurang tepat disertai
produksi sampah yang terus meningkat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, khususnya di wilayah sekitar landfill limbah padat TPA.
Min et al. 2011 dalam penelitiannya di Semenanjung Macau, China menyebutkan bahwa pertambahan jumlah penduduk yang mendorong tingginya
pemanfaatan lahan suatu kawasan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan kawasan tersebut. Penurunan yang terjadi disebabkan semakin
tingginya kepadatan penduduk yang menyebabkan berkurangnya luas kawasan penyangga yakni kawasan RTH. RTH pada suatu kawasan memiliki peran dalam
menjaga daya dukung lingkungan atas suatu kegiatan penduduk yang berlangsung didalamnya, atau dalam arti lain berperan dalam mendukung keberlanjutan
kawasan tersebut secara keseluruhan.
Secara umum, melalui studi yang berkaitan dengan kualitas lingkungan suatu kawasan perkotaan, diketahui bahwa kualitas lingkungan akan berbanding
terbalik dengan tingkat pencemaran ataupun tingkat kerusakan yang ada. Pada sisi lain, tingkat pencemaran akan semakin tinggi sejalan dengan semakin tingginya
aktivitas manusia yang terjadi pada kawasan tersebut, sehingga secara sederhana dapat diasumsikan peningkatan jumlah penduduk akan memiliki pengaruh negatif
terhadap nilai kualitas lingkungan.
2.7 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
Dalam menghadapi pesatnya pertumbuhan kota - kota saat ini, beragam konsep kota ramah lingkungan telah banyak di susun sebagai panduan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota serta menjaga keberlanjutan kota tersebut di masa mendatang. Diantaranya adalah konsep green city yang
dikembangkan oleh Asian Development Bank ADB dan program kota hijau yang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Keduanya merupakan
suatu bentuk konsep terpadu perencanaan kawasan perkotaan yang mencakup beragam komponen yang ada pada wilayah perkotaan. Adapun perbedaan
keduanya adalah kota - kota yang menjadi sasarannya. ADB mengembangkan konsep green city dengan sasaran kota - kota metropolitan pada negara - negara
berkembang di kawasan Asia, sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum memilih ibu kota daerah kabupaten kota dengan RTRW yang telah ditetapkan dalam
bentuk peraturan daerah sebagai sasaran pengembangan program kota hijau.
Konsep green city dikembangkan oleh ADB sebagai jawaban pesatnya pertumbuhan penduduk kawasan urban kota - kota metropolitan di Asia.
Pertumbuhan kota - kota di negara berkembang seringkali tidak diimbangi pengelolaan lingkungan dengan baik. Masalah lingkungan yang ditimbulkan kota
- kota tersebut tidak hanya berskala lokal seperti pencemaran tanah maupun badan air, namun juga masalah berskala regional atau internasional seperti pencemaran
udara akibat tingginya produksi gas rumah kaca Asian Development Bank 2012.
Program kota hijau disusun atas amanat Undang - Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang -
Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam mewujudkan kota berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam mencapai tujuan tersebut,
upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota melalui penyediaan kawasan RTH sebesar 30 dari total luas wilayah kota menjadi bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari program kota hijau. Program kota hijau juga merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi
dan mitigasi lingkungan. Penyusunan peta hijau kawasan nasional, penyusunan master plan
RTH kota - kota di Indonesia serta penentuan kota - kota yang telah menerapkan konsep kota ramah lingkungan sebagai pilot project percontohan
merupakan sasaran pelaksanaan program “kota hijau” tahun 2011 hingga 2014 mendatang Kementerian Pekerjaan Umum 2011.
Atribut dalam pelaksanaan program kota hijau green city meliputi : Green planning and design : Perencanaan dan perancangan agenda hijau
kota skala lokal dan nasional Green open space
: Perwujudan kualitas, kuantitas dan jejaring RTH perkotaan
Green community : Peningkatan kepekaan, kepedulian dan peran
serta aktif masyarakat dalam pengembangan “kota hijau”
Green building : Penerapan
bangunan ramah
lingkungan infrastruktur hemat air dan energi