43.61 An analysis of environmental quality of medium and small cities in Kalimantan
Dalam penyusunan kebijakan pada skala kawasan, pengelompokan kota dapat memberikan informasi kluster yang ada pada suatu wilayah. Upaya
pengelompokan yang dilakukan merupakan bentuk penyederhanaan masalah, dimana kebijakan serupa yang diberlakukan pada kota - kota yang berada pada
kelompok yang sama, diharapkan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Sebaliknya untuk kota - kota yang berada dalam kelompok yang tidak sama, harus
diberlakukan kebijakan yang sesuai dengan perbedaan kondisi kota - kota tersebut. Pengelompokan kota yang dilakukan dengan menggunakan analisis
gerombol maupun yang dilakukan berdasarkan kategori nilai indeks kualitas lingkungan dapat membantu penyusunan kebijakan untuk kota - kota yang berada
pada satu kelompok maupun kota - kota pada kelompok yang berlainan. Dua hal yang membedakan antar keduanya adalah tingkat kecepatan dan tingkat
kedetailan informasi yang diperoleh dari masing - masing metode analisis. Pengelompokan hasil analisis gerombol dapat dipilih bila perlu dilakukan
pengelompokan secara cepat tanpa harus melihat secara detail masing - masing kota yang menjadi obyek analisis. Sebaliknya pengelompokan berdasarkan
kategori nilai indeks lebih sesuai bila faktor waktu pengolahan data tidak menjadi kendala, dan tingkat kedetailan informasi masing - masing kota menjadi tujuan
analisis.
5.4 Analisis Pengaruh Alokasi Anggaran Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kebersihan terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota
- Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan Kualitas lingkungan suatu wilayah bergantung pada tinggi rendahnya
tingkat pencemaran media tanah, air dan udara serta daya tampung dan daya dukung yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan diasumsikan mampu menekan penurunan kualitas lingkungan yang terjadi, sehingga dilakukan juga analisis pada
besarnya alokasi anggaran yang telah dikeluarkan terkait dengan pengelolaan lingkungan dan kebersihan kota.
Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai indeks kualitas lingkungan kota terhadap alokasi anggaran satuan kerja daerah
yang berkaitan langsung dengan pengelolaan lingkungan hidup kota tersebut. Sehubungan dengan keterbatasan data yang dimiliki, analisis hanya mencakup
peubah alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada 37 tiga puluh tujuh kota sedang
dan kecil di Kalimantan seperti ditunjukkan pada Lampiran 5. Dalam analisis tersebut, nilai indeks kualitas lingkungan IKL merupakan peubah respon,
sedangkan persentase anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup LH dan persentase anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan KBR merupakan peubah
bebas.
Dalam analisis data panel yang dilakukan pada rentang tahun 2006 hingga 2010, tahapan analisis didahului dengan uji korelasi antar peubah bebas seperti
ditujukkan pada Lampiran 6. Nilai korelasi antar peubah bebas menunjukkan angka lebih kecil dari 0.8. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi
multikolinearitas antar peubah bebas LH dan KBR. Analisis dilanjutkan dengan Likelihood ratio test
dan Hausman - test yang menunjukkan bahwa model fixed effects
merupakan model yang paling sesuai untuk menjelaskan hubungan -
hubungan antar peubah dalam penelitian ini. Hasil Likelihood ratio test dan Hausman - test
ditunjukkan pada Lampiran 7 dan 8. Model fixed effects memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Nilai intercept
dimungkinkan untuk berubah untuk obyek sampel berbeda. Dengan kata lain model ini melihat perbedaan antar obyek sampel yang tercermin dari perubahan
intercept Nachrowi dan Usman 2006.
Hasil analisis data panel tertera pada Lampiran 9, sedangkan nilai intercept
spesifik untuk masing - masing obyek sampel tertera pada Lampiran 10. Berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh dari Lampiran 9, didapatkan
persamaan yang menggambarkan hubungan variabel respon IKL dengan variabel bebas LH, KBR dan PDT sebagai berikut :
IKL = 19.15 + C
fixed effects
+ 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT keterangan :
IKL = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota
LH = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
KBR = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota
PDT = Kepadatan penduduk kota
C
fixed effects
= Intercept
kota i Berdasarkan hasil analisis data panel terdapat nilai R - squared sebesar
0.8982 yang artinya sebanyak 89.82 peubah respon dapat dijelaskan peubah bebas, sisanya sebesar 10.18 dijelaskan oleh faktor lain diluar model tidak
dapat dijelaskan oleh model.
Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas LH tidak berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 ,
sedangkan peubah KBR berpengaruh signifikan terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 . Dengan kata lain besarnya alokasi anggaran kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup kabupaten kota tidak nyata berpengaruh positif pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota, akan tetapi alokasi anggaran kegiatan
pengelolaan kebersihan kabupaten kota nyata berpengaruh positif pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Adapun pembahasan untuk peubah
kepadatan penduduk PDT disampaikan pada bagian selanjutnya.
Anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan dalam analisis data panel merupakan APBD kabupaten kota yang dialokasikan pada
satuan kerja instansi pengelolaan lingkungan yang umumnya berbentuk badan atau kantor lingkungan hidup di suatu kabupaten kota. Selanjutnya anggaran
kegiatan pengelolaan kebersihan merupakan APBD kabupaten kota yang dialokasikan pada satuan kerja pengelolaan sampah yang umumnya berbentuk
dinas kebersihan.
Berdasarkan klasifikasi cakupan wilayah kerja terdapat perbedaan instansi pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten
kota. Secara umum wilayah kerja instansi pengelola lingkungan hidup memiliki cakupan wilayah sasaran yang cukup luas, yakni melingkupi seluruh wilayah
urban dan melingkupi seluruh wilayah kabupaten kota tempat lembaga tersebut
berada. Akan tetapi wilayah kerja instansi pengelolaan kebersihan lebih difokuskan pada daerah perkotaan atau urban di kabupaten kota tersebut.
Berdasarkan klasifikasi tugas pokok juga terdapat perbedaan instansi pengelola lingkungan hidup dengan instansi pengelola kebersihan di kabupaten
kota. Secara umum tugas pokok instansi pengelola lingkungan hidup merupakan kegiatan yang bersifat administratif seperti koordinasi antar satuan kerja daerah,
pengawasan lingkungan serta sosialisasi kegiatan dan program pada masyarakat, sedangkan tugas pokok instansi pengelola kebersihan lebih bersifat teknis, yaitu
pengelolaan kebersihan kota.
Kegiatan instansi pengelola kebersihan kota yang bersifat teknis dan hanya melingkupi wilayah urban, sehingga alokasi APBD yang diperuntukkan bagi
instansi tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan - kegiatan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan. Kondisi tersebut dapat menjelaskan besarnya
alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kabupaten kota nyata berpengaruh pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota. Akan tetapi alokasi
anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten kota tidak nyata berpengaruh karena alokasi APBD yang diperuntukkan bagi instansi pengelola
lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan kegiatan - kegiatan pengelolaan lingkungan hidup wilayah perkotaan, tetapi juga pada luar wilayah
perkotaan meliputi kawasan lindung, kawasan budi daya dan kawasan pedesaan.
Berdasarkan analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas lingkungan IKL akan naik sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan alokasi
anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan KBR sebanyak
.
satuan atau naik sebesar 0.21 dari APBD total dengan asumsi peubah lain bernilai konstan.
Bentuk hubungan antara peubah respon dan peubah bebas ini menunjukkan kondisi kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan secara umum. Berdasarkan
Lampiran 5, diketahui kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan rendah, memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup
pada kategori “rendah” atau “sangat rendah”. Sebaliknya, kota - kota dengan persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan tinggi, juga
memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”.
Peubah indeks kualitas lingkungan kota IKL memiliki hubungan yang bersifat linear dan nyata positif dengan persentase alokasi anggaran kegiatan
pengelolaan kebersihan KBR, sehingga secara spasial distribusi tinggi atau rendahnya persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan dapat
digambarkan pula dengan peta distribusi nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang dan kecil di Kalimantan seperti tertera pada Gambar 21.
Diperoleh kecenderungan pengelompokan kota - kota dengan nilai indeks kualitas lingkungan kategori “sangat rendah” dan “rendah di Provinsi
Kalimantan Tengah, kecuali Kota Pangkalan Bun, Sampit, Kuala Kapuas dan Buntok. Sebanyak 3 atau 23.08 kota memiliki nilai indeks kategori “sangat
rendah” dan 4 atau 30.77 kota memiliki nilai indeks kategori “rendah” dari total 13 kota sedang dan kecil di Provinsi Kalimantan Tengah. Kota - kota dengan
kategori “sangat rendah” atau “rendah” tersebut rata - rata memiliki persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah
dibandingkan dengan kota - kota sedang dan kecil lainnya di Kalimantan. Persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan kota rata - rata di
Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebesar 0.58 , sedangkan persentase rata -
rata untuk kota - kota sedang dan kecil lain di Provinsi Kalimantan Barat, Selatan dan Timur masing - masing sebesar 0.62 , 1.11 dan 0.96 . Diketahui
terdapat hanya 1 atau 2.94 kota dengan kategori “sangat rendah” dan 5 atau 14.71 kota dengan kategori “rendah” dari total 34 kota sedang dan kecil yang
terdapat pada ketiga provinsi tersebut. Sebanyak 28 atau 82.35 kota lainnya memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup pada kategori sedang, tinggi
hingga sangat tinggi. Kondisi ini memperlihatkan kecenderungan kota - kota dengan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang lebih rendah
memiliki nilai indeks pada kategori “sangat rendah” atau “rendah”. Hal tersebut juga menunjukkan adanya hubungan positif antara persentase alokasi anggaran
kegiatan pengelolaan kebersihan dengan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota.
Pertumbuhan kawasan perkotaan akan diimbangi dengan meningkatnya produksi sampah kota. Yhdego 1995 menyatakan peningkatan produksi limbah
padat seperti sampah yang tidak diimbangi kemampuan pemerintah setempat dalam pengelolaan sampah tersebut akan menyebabkan jumlah sampah yang tidak
terkelola di kawasan perkotaan. Sampah yang tidak terkelola tersebut dapat menimbulkan pencemaran media tanah disamping juga menjadi sumber
penyebaran penyakit. Pencemaran media tanah secara luas dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup kota. Peningkatan jumlah anggaran yang sesuai dengan
kebutuhan untuk kegiatan pengangkutan sampah dari sumber ke landfill maupun untuk kegiatan pengolahan sampah di landfill merupakan salah satu solusi
pemasalahan tersebut.
Peningkatan kapasitas kelembagaan yang bertanggungjawab atas pengelolaan sampah perkotaan harus dilakukan sejalan dengan pertambahan
penduduk yang terjadi pada kota. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi penambahan jangkauan luas pelayanan armada pengangkutan sampah, volume
sampah yang dapat diangkut ke landfill sampah hingga teknologi pengelolaan akhir sampah di landfill. Peningkatan kapasitas tersebut harus dilakukan melalui
pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia serta anggaran yang memadai Bhuiyan 2010.
Peubah indeks kualitas lingkungan kota IKL memiliki hubungan yang tidak nyata positif terhadap persentase alokasi anggaran kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup LH. Adapun luas wilayah kerja lembaga pengelola lingkungan hidup yang tidak hanya pada wilayah urban tetapi juga di luar wilayah urban
merupakan faktor yang menyebabkan perubahan alokasi anggaran lembaga pengelola lingkungan hidup tidak dapat menjelaskan perubahan kualitas
lingkungan hidup kota. Hubungan linear dan nyata mungkin dapat diperoleh bila informasi besarnya porsi alokasi anggaran kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
kawasan urban untuk tiap - tiap kota sedang dan kecil di Kalimantan diketahui.
Duggan 2012 menyatakan bahwa pertumbuhan kawasan perkotaan, akan disertai peningkatan kebutuhan lahan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa
pertambahan jumlah penduduk kota menyebabkan berkurangnya kawasan RTH yang berfungsi sebagai kawasan penyangga kota. Pertumbuhan kota tanpa
diimbangi pengelolaan kawasan RTH yang baik dapat mengancam keberlanjutan kota itu sendiri, sehingga perlu dilakukan pengendalian dalam pemanfatan lahan
serta kegiatan penanaman dan pemeliharaan pepohonan pada kawasan RTH kota.
Alokasi anggaran pengelolaan lingkungan hidup yang proporsional dibutuhkan untuk menjaga keberimbangan luas kawasan penyangga terhadap area
penggunaan lain di perkotaan. Bentuk pemanfaatan alokasi anggaran lingkungan hidup untuk pengelolaan kawasan RTH dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
penanaman dan pemeliharan tanaman peneduh serta perluasan kawasan RTH untuk mengimbangi tingginya pemanfaatan lahan yang terjadi.
Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota sedang dan kecil di Kalimantan yang digunakan pada analisis data panel merupakan nilai yang
mewakili indikator pengelolaan kebersihan dan tutupan peneduh pada lokasi - lokasi permukiman, pasar, taman kota dan TPA. Masing - masing indikator
tersebut memiliki pengaruh berbeda pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup. Besarnya pengaruh masing - masing indikator tersebut tertera pada bobot variabel
- variabel ditunjukkan pada Tabel 30. Bobot tertinggi ditunjukkan oleh variabel yang mewakili lokasi taman kota, yaitu variabel kualitas kebersihan kawasan
taman kota dan variabel sebaran dan tutupan peneduh taman kota yang masing - masing besarnya 13.71 dan 13.32 dari bobot total indeks kualitas lingkungan
hidup. Selanjutnya variabel yang mewakili lokasi TPA, yaitu variabel pengendalian pencemaran TPA, variabel kualitas pengelolaan sampah TPA dan
variabel kualitas penghijauan TPA masing - masing besarnya 13.01 , 12.95 dan 9.19 . Variabel yang mewakili lokasi pasar, yaitu variabel kualitas
kebersihan pasar serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan pasar yang masing - masing besarnya 11.75 dan 9.01 . Bobot terendah ditunjukkan
variabel yang mewakili lokasi permukiman, yaitu variabel kualitas kebersihan permukiman serta variabel sebaran dan tutupan tajuk peneduh kawasan
permukiman yang masing - masing besarnya 8.55 dan 8.52 . Oleh sebab itu secara umum dapat dikemukakan bahwa kawasan publik atau kawasan yang
berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat seperti taman kota, TPA dan pasar memiliki bobot lebih besar dibandingkan kawasan privat seperti
permukiman.
Berdasarkan hasil analisis data panel, diketahui bahwa peningkatan alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan secara nyata berpengaruh positif
terhadap nilai indeks kualitas lingkungan hidup suatu kota. Berdasarkan penentuan nilai indeks kualitas lingkungan diketahui bahwa variabel - variabel
yang mewakili kawasan publik memiliki bobot lebih besar dibandingkan variabel - variabel yang mewakili kawasan privat. Oleh sebab itu, peningkatan nilai indeks
kualitas lingkungan hidup kota dapat dicapai melalui pendekatan peningkatan anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan yang berhubungan dengan pelayanan
kawasan publik seperti kawasan taman kota dan pasar serta penyediaan sarana dan prasarana utama dan pendukung di TPA.
Semakin tinggi upaya penanggulangan pencemaran dilakukan pada suatu kota, semakin rendah pencemaran yang terjadi, dan semakin tinggi kualitas
lingkungan hidup kota tersebut. Sebaliknya, semakin rendah upaya
penanggulangan pencemaran yang dilakukan pada suatu kota, semakin tinggi pencemaran yang terjadi, dan semakin rendah kualitas lingkungan hidup kota
tersebut. Upaya - upaya penanggulangan pencemaran pada suatu kota berhubungan dengan jenis limbah utama yang terproduksi pada kota tersebut.
Untuk kota - kota pada kategori sedang dan kecil di Kalimantan, limbah padat berupa sampah merupakan limbah yang dominan terproduksi akibat aktivitas
masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan sampah merupakan bentuk pengendalian pencemaran yang paling efisien dalam menjaga kualitas lingkungan hidup kota.
Tinggi atau rendahnya upaya pengendalian sampah pada suatu kota berkaitan dengan alokasi anggaran pada kegiatan pengelolaan kebersihan. Anggaran
kegiatan pengelolaan kebersihan berkaitan langsung dengan penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah suatu kota, sehingga semakin tinggi anggaran
kegiatan pengelolaan kebersihan semakin proporsional ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah terhadap kepadatan penduduk kota tersebut.
Sebaliknya semakin rendah anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan suatu kota, menyebabkan kurang berimbangnya sarana dan parasarana pengelolaan sampah
terhadap kepadatan penduduk kota tersebut.
Berdasarkan data tahun 2010 pada Lampiran 5, diketahui bahwa kota - kota sedang di Kalimantan seperti Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan
Singkawang memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan pada kisaran 2.18 - 3.23 , sedangkan secara rata - rata kota - kota kecil di Kalimantan
memiliki alokasi anggaran kegiatan pengelolaan kebersihan 0.64 . Perbedaan besarnya alokasi anggaran antara kota sedang dan kecil menggambarkan
perbedaan kemampuan dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di masing - masing kota. Kota - kota pada kategori sedang umumnya
mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan secara berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi lain kota - kota kecil
pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan secara berimbang dengan tingkat kebutuhan. Oleh karena itu, terdapat
kecenderungan rata - rata kota sedang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan tinggi, sedangkan rata - rata kota kecil memiliki nilai yang lebih rendah.
5.5 Analisis Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Kota - Kota Sedang dan Kecil di Kalimantan
Jumlah penduduk pada suatu wilayah perkotaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kualitas lingkungan kota
tersebut. Pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya tekanan yang terjadi pada lingkungan hidup kota. Bentuk tekanan yang terjadi pada umumnya
berupa penurunan kualitas lingkungan kota akibat meningkatnya pencemaran pada media tanah maupun air.
Analisis data panel dilakukan untuk melihat hubungan perubahan nilai indeks kualitas lingkungan kota terhadap kepadatan penduduk. Analisis data panel
dilakukan dengan mengasumsikan nilai indeks kualitas lingkungan IKL sebagai peubah respon, sedangkan kepadatan penduduk PDK sebagai peubah bebas
untuk rentang tahun 2006 hingga 2010. Adapun analisis data panel dilakukan bersamaan dengan peubah bebas LH dan KBR sebelumnya sebagai berikut :
IKL = 19.15 + C
fixed effects
+ 337.94 LH + 467.37 KBR - 0.022 PDT keterangan :
IKL = Nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota
LH = Persentase APBD kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
KBR = Persentase APBD kegiatan pengelolaan kebersihan kota
PDT = Kepadatan penduduk kota
C
fixed effects
= Intercept
kota i
Hasil uji statistik F dan uji statistik t menunjukkan peubah bebas PDK berpengaruh nyata terhadap peubah respon IKL pada taraf nyata 5 . Dengan
kata lain kepadatan penduduk kota nyata berpengaruh negatif pada nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota seperti ditunjukkan pada Lampiran 9. Berdasarkan
analisis data panel diketahui bahwa nilai indeks kualitas lingkungan IKL akan turun sebesar 1 satuan bila terjadi peningkatan kepadatan penduduk kota PDK
sebanyak
.
satuan atau setara dengan 4.5 jiwa km
2
dengan asumsi peubah lain bernilai konstan. Hubungan ini menggambarkan hubungan negatif antara nilai
indeks kualitas lingkungan hidup kota IKL dengan kepadatan penduduk kota PDK.
Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas bila dilihat pada masing - masing individu kota sebagai data time series, menunjukkan bahwa
peningkatan kepadatan penduduk pada suatu wilayah kota urban yang terjadi sejalan dengan pertambahan waktu menyebabkan penurunan nilai indeks kualitas
lingkungan kota dengan menganggap faktor lain yang berpengaruh tidak berubah. Sebaliknya, penurunan kepadatan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan
nilai indeks kualitas lingkungan kota.
Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas bila dilihat pada seluruh individu kota sebagai data cross section, dapat menunjukkan
perbandingan antara kota satu dengan kota lainnya pada suatu waktu tertentu. Hubungan menunjukkan kecenderungan kota - kota dengan kepadatan penduduk
lebih tinggi memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah. Sebaliknya, kota - kota dengan kepadatan penduduk lebih rendah, cenderung
memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup yang lebih tinggi.
Min et al. 2011 menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk mendorong tingginya pemanfaatan lahan suatu kawasan kota. Tingginya
pemanfaatan lahan yang disertai berkurangnya kawasan RTH menyebabkan menurunnya jumlah luasan kawasan penyangga yang ada. RTH pada suatu
kawasan kota memiliki peran dalam menjaga keberlangsungan kota itu sendiri, sehingga penurunan luasan maupun kualitas RTH kota menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas lingkungan kawasan kota tersebut.
Lim 2012 menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk pada suatu kota mendorong bertambahnya produksi limbah kota tersebut. Limbah padat
berupa sampah merupakan bentuk limbah yang timbul akibat aktivitas yang dilakukan oleh penduduk. Produksi sampah tanpa disertai upaya penanganan yang
tepat menyebabkan pencemaran media lingkungan dan menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup kota.
Meskipun hubungan nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota terhadap kepadatan penduduk bersifat negatif, kota - kota sedang di Kalimantan seperti
Kota Bontang, Banjarbaru, Tarakan dan Singkawang memiliki nilai indeks kualitas lingkungan hidup kota pada kategori “tinggi” atau “sangat tinggi”. Kota -
kota sedang seperti terlihat pada Lampiran 5 secara umum memiliki kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan kota kecil. Oleh sebab itu, potensi
pencemaran lingkungan akibat kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat juga lebih tinggi. Berkaitan dengan potensi pencemaran lingkungan yang terjadi,
timbulan sampah yang terjadi pada kota - kota sedang umumnya lebih besar
dibandingkan dengan kota - kota kecil, sehingga secara alami kota - kota sedang akan memiliki kualitas lingkungan hidup yang lebih rendah dibandingkan kota -
kota kecil. Meskipun demikian, kualitas lingkungan hidup suatu kota disamping ditentukan oleh potensi pencemaran akibat kepadatan penduduk, juga ditentukan
dengan tingginya upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten kota dalam menanggulangi potensi pencemaran yang terjadi. Semakin tinggi upaya
penanggulangan pencemaran yang dilakukan, semakin rendah pencemaran yang terjadi, sebaliknya semakin rendah upaya penanggulangan pencemaran yang
dilakukan, semakin tinggi pencemaran yang terjadi.
Berdasarkan Lampiran 5 juga ditunjukkan bahwa meskipun kota - kota sedang memiliki kepadatan penduduk tinggi dibandingkan kota - kota kecil, kota
- kota sedang secara rata - rata memiliki anggaran pengelolaan kebersihan dan lingkungan lebih besar dibanding kota - kota kecil, sehingga kota - kota sedang
mampu menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan dan lingkungan secara berimbang dengan kepadatan penduduk kota tersebut, disisi
lain kota - kota kecil pada umumnya belum dapat menyedikan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan dan lingkungan secara berimbang dengan
kepadatan penduduk. Keberimbangan jumlah sarana dan prasarana tersebut menunjukkan tinggi atau rendahnya upaya penanggulangan pencemaran yang
dilakukan. Kota - kota sedang telah mampu melakukan upaya penanggulangan pencemaran secara baik, sedangkan upaya yang dilakukan kota - kota kecil secara
umum masih lebih rendah. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan tingginya nilai indeks kualitas lingkungan kota - kota sedang disebabkan tingginya upaya
pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota yang digambarkan dengan alokasi anggaran pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota, akan tetapi nilai indeks
kualitas lingkungan kota - kota kecil lebih ditentukan faktor alami yaitu kepadatan penduduk.