Keterangan: mek
: Milliekivalen MS
: Memenuhi Syarat TMS : Tidak Memenuhi Syarat
Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar ketengikan bilangan peroksida minyak goreng mulai dari yang terendah adalah sampel yang diambil dari S4
sebesar 5,48 mek O
2
kg, diikuti oleh S5 sebesar 8,77 mek O
2
kg, selanjutnya S1 sebesar 8,91 mek
O
2
kg, selanjutnya S3 sebesar 9,57 mek O
2
kg dan tertinggi adalah S2 sebesar 15,01 mek
O
2
kg. Sesuai dengan SNI 01-3741 Tahun 2013 tentang minyak goreng, dapat diperoleh kesimpulan bahwa hanya sampel yang
diambil dari S2 yang kadar bilangan peroksidanya diambil dari S2 tidak memenuhi persyaratan. Walaupun demikian, dapat dilihat bahwa keempat sampel
yang masih memenuhi persyaratan pun sebenarnya hampir mencapai nilai yang dipersyaratkan, seperti pada sampel S3, S1 dan S5.
4.3.2 Hasil Pengolahan Data Kuesioner Penelitian
4.3.2.1 Data Umum
a. Alasan Memilih Lokasi Berdagang
Berikut adalah data mengenai alasan pedagang dalam memilih lokasi
berdagang: Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Memilih Lokasi Berdagang
No. Alasan Memilih Lokasi
Jumlah
1 Strategis atau mudah dilihat oleh calon pembeli 5
100.0 2 Tidak ada lokasi lain
Jumlah 5
100.0
Universitas Sumatera Utara
Tabel tersebut menunjukkan bahwa semua responden mengatakan alasan berjualan di lokasi persimpangan dikarenakan strategis atau mudah dilihat calon
pembeli. Dalam hal ini, pedagang memiliki alasan bahwa jika berdagang bukan di pinggir jalan akan mengurangi jumlah pembeli yang akan membeli jajanan
gorengan serta pendapatan mereka.
b. Jenis Minyak Goreng
Berikut adalah data mengenai alasan pedagang dalam memilih lokasi
berdagang: Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Minyak Goreng No.
Jenis Minyak Goreng Jumlah
1 Bermerk -
2 Curah 5
100.0
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa semua responden menggunakan minyak goreng curah. Alasan responden menggunakan minyak goreng curah
adalah karena harganya yang jauh lebih murah dibandingkan harga minyak goreng kemasan, sehingga dapat menghemat modal untuk berdagang gorengan.
Padahal, menurut penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan 2012, minyak goreng curah sudah mengandung timbal walaupun kadarnya belum melebihi batas yang
ditetapkan. Yani 2011 juga menyebutkan bahwa minyak goreng curah sudah mulai mengalami kenaikan bilangan peroksida sebagai tanda terjadinya
ketengikan. Hal ini juga didukung oleh pihak Balai Riset dan Standardisasi yang mengatakan bahwa bilangan peroksida pada minyak goreng curah yang belum
dipakai bahkan mencapai 2 mek O
2
kg. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya beberapa tahapan proses produksi minyak yang belum memenuhi standar yang
Universitas Sumatera Utara
seharusnya serta cara pendistribusian dari produsen ke konsumen yang tidak memenuhi syarat.
c. Sumber Minyak Goreng
Berikut adalah data mengenai sumber minyak goreng:
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Minyak Goreng
No. Sumber Minyak Goreng
Jumlah 1
Pasar Swalayan -
2 Pasar Tradisional
5 100.0
3
Restoran -
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden menggunakan minyak goreng yang berasal dari pasar tradisional karena seperti yang dijelaskan
pada tabel sebelumnya bahwa minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng curah.
d. Minyak Goreng Pertama Kali Pakai
Berikut adalah data mengenai minyak goreng mulai dipakai: Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Minyak Goreng Pertama Kali Dipakai
No. Minyak Goreng Pertama Kali Dipakai
Jumlah 1
Baru
2 Bekas
3 Campuran
5 100.0
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden menggunakan campuran minyak goreng bekas penggorengan sehari sebelumnya dengan minyak
goreng yang baru untuk penggorengan pertama kali setiap hari. Dalam hal ini,
Universitas Sumatera Utara
pedagang beranggapan bahwa minyak yang digunakan belum begitu buruk kualitasnya, sehingga untuk pemakaian pertama setiap harinya dapat digunakan
kembali lalu dicampurkan dengan minyak goreng yang baru. Cara ini juga dinilai dapat menghemat minyak goreng yang akan digunakan untuk menggoreng.
e. Bahan Pembuatan Wajan
Berikut adalah data mengenai jenis kuali yang digunakan:
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Bahan Pembuatan Wajan
No. Bahan Pembuatan Wajan
Jumlah
1 Aluminium 1
20.0 2 Besi
4 80.0
Jumlah 5
100.0
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari seluruh responden terdapat responden yakni pedagang yang berlokasi di S1 Jalan Kenari Raya 2 yang
menggunakan wajan yang terbuat dari aluminium dan 4 responden lainnya menggunakan wajan yang terbuat dari besi. Dalam pemilihan bahan pembuat
wajan, seorang responden berpendapat bahwa menggunakan wajan berbahan aluminium akan mempercepat penyebaran panas pada saat proses penggorengan,
lebih ringan serta harganya jauh lebih murah. Responden yang menggunakan wajan berbahan besi berpendapat dari segi harga memang lebih mahal daripada
wajan aluminium, namun kualitas lebih baik, sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Universitas Sumatera Utara
f. Karakteristik Penghalang Wajan
Berikut adalah data mengenai karakteristik penghalang wajan:
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Karekteristik Penghalang
Wajan No
Karakteristik Penghalang Wajan Jumlah
Kadar Timbal 1
Ada, menghalangi wajan 4
80.0
S1 = 0,9361 ppm S2 = 0,2539 ppm
S3 = 0,5467 ppm S5 = 1,0391 ppm
2
Ada, tidak menghalangi wajan -
3
Tidak ada 1
20.0
S4 = 0,6472
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa dari seluruh responden, terdapat 4 responden memiliki penghalang wajan dan 1 responden lainnya yakni pedagang
yang berlokasi di S4 Jalan Garuda 3 tidak menggunakan penghalang wajan. Untuk pedagang yang tidak menggunakan penghalang wajan berpendapat bahwa
hal itu tidak perlu karena lokasi berdagang menggunakan gedung dan tempat pengolahannya tidak langsung di pinggir jalan. Adapun kadar timbal pada sampel
minyak goreng yang memiliki penghalang wajan S1, S2, S3 dan S5 berturut- turut adalah sebesar 0,9361 ppm, 0,2539 ppm, 0,5467 ppm dan 1,0391 ppm,
sedangkan kadar timbal pada sampel minyak goreng yang tidak menggunakan penghalan wajan adalah sebesar 0,6472 ppm.
Universitas Sumatera Utara
g. Keadaan Wadah Penyimpanan Minyak Goreng
Berikut adalah data mengenai keadaan wadah penyimpanan minyak goreng:
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Keadaan Wadah
Penyimpanan Minyak Goreng No
Keadaan Wadah Penyimpanan Minyak Goreng
Jumlah 1
Tertutup rapat 5
100.0
2
Sekedar tertutup -
0.
3
Tidak tertutup -
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden menggunakan wadah penyimpanan minyak goreng yang tertutup rapat. Mereka melakukan hal
ini hanya untuk menghindari tumpahnya minyak goreng tersebut, bukan untuk kontak langsung dengan udara.
h. Lama Berdagang Setiap Hari
Berikut adalah data mengenai lama berdagang setiap hari:
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Berdagang Setiap
Hari No.
Lama Berdagang Setiap Hari Jumlah
1 ≤ 8 jam per hari
5 100.0
2 8 jam per hari -
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden berdagang tidak lebih atau sama dengan 8 jam berdagang setiap harinya. Rentang waktu mereka
berdagang adalah mulai dari pukul 11.00 WIB sampai dengan 19.00 WIB, karena ada beberapa lokasi yang pembelinya kebanyakan siswa pada jam istirahat dan
Universitas Sumatera Utara
pulang sekolah serta warga yang pulang bekerja pada sore hari, serta alasan untuk menghabiskan dagangan selama satu hari tersebut. Hal ini merupakan peluang
besar bagi pedagang untuk menjajakan dagangan gorengannya. Marbun 2010 dalam penelitiannya berpendapat bahwa waktu lamanya paparan asap kendaraan
bermotor pada minyak goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan pinggir jalan menentukan besar kecilnya kadar timbal dalam minyak goreng tesebut.
Adanya variasi rentang waktu berdagang pedagang gorengan di tiap lokasi menyebabkan kadar timbal yang bervariasi juga pada tiap sampel.
i. Frekuensi Penggantian Minyak Goreng dan Banyaknya Aktivitas
Penggorengan
Berikut adalah data mengenai frekuensi penggantian minyak goreng setiap harinya:
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Penggantian
Minyak Goreng No
Frekuensi Penggantian Minyak Goreng Jumlah
1
≤ 2 kali -
2
2 kali 4
80.0
3
Tidak pernah 1
20.0
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa dari seluruh responden terdapat 4 responden yang mengganti minyak gorengnya lebih dari 2 kali dengan alasan
penghematan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng dagangannya dan 1 responden lainnya sama sekali tidak pernah mengganti minyak goreng
selama aktivitas penggorengan berlangsung karena ia beranggapan bahwa ketika pertama kali ia memasukkan minyak goreng 19 kg sekaligus, itu sudah cukup
Universitas Sumatera Utara
untuk penggorengan selama satu hari berdagang, sehingga tidak perlu ada penggantian minyak goreng.
Selanjutnya adalah data mengenai banyaknya aktivitas penggorengan setiap satu kali penggantian minyak goreng:
Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Banyak Aktivitas
Penggorengan No.
Banyaknya Aktivitas Penggorengan Per Penggantian Minyak Goreng
Jumlah
1 ≤ 2 kali
- 2 2 kali
5 100.0
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden melakukan aktivitas penggorengan lebih dari 2 kali untuk setiap penggantian minyak goreng,
karena mereka menganggap bahwa warna minyak masih tampak bening, kotoran sisa penggorengan belum begitu banyak, sehingga kualitasnya dianggap masih
baik dan layak digunakan hingga perubahan warna tampak benar-benar mencolok.
j. Tindakan yang Dilakukan Setiap Penggantian Minyak Goreng
Berikut adalah data mengenai tindakan yang dilakukan setiap penggunaan minyak goreng:
Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan yang Dilakukan
Setiap Kali Mengganti Minyak Goreng No.
Tindakan yang Dilakukan Setiap Penggantian Minyak Goreng
Jumlah
1 Minyak baru dicampur dengan minyak bekas 5
100.0 2
Minyak bekas dibuang lalu diganti dengan minyak baru
-
Jumlah 5
100.0
Universitas Sumatera Utara
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden mencampurkan minyak baru dengan minyak bekas setiap kali mengganti minyak goreng dengan alasan
penghematan. Mereka juga mengatakan bahwa jika harus memisahkan minyak goreng bekas sebelum mengganti dengan yang baru akan memakan waktu cukup lama yang
seharusnya dapat digunakan untuk menggoreng.
k. Pengetahuan mengenai Konsumsi Minyak Goreng Bekas terhadap
Dampak Kesehatan
Berikut adalah data mengenai pengetahuan pedagang mengenai konsumsi minyak goreng dengan dampaknya terhadap kesehatan:
Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan mengenai
Konsumsi Minyak Goreng Bekas terhadap Dampak Kesehatan
No. Pengetahuan mengenai Minyak Goreng dan
Dampak Kesehatan Jumlah
1 Tahu 5
100.0 2 Tidak Tahu
-
Jumlah 5
100.0
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden mengetahui hubungan penggunaan minyak goreng bekas terhadap gangguan kesehatan, dan
pada umumnya gangguan kesehatan yang mereka ketahui sebagai dampak penggunaan minyak goreng berulang tersebut adalah kolesterol.
Pertanyaan penelitian pada kuesioner merupakan pertanyaan seputar pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang terhadap pencemaran udara akibat
asap kendaraan bermotor.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2.2 Perilaku Terkait Kadar Timbal A.
Pengetahuan
Berikut adalah data mengenai pengetahuan responden tentang pencemaran udara dan kaitannya dengan penggorengan:
Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang
Pencemaran Udara, Timbal dan Kaitannya dengan Penggorengan
No Pengetahuan Responden
Skor Sampel S1
S2 S3
S4 S5
1
Pencemaran udara adalah masuknya berbagai zat pencemar kontaminan ke
udara untuk mengubah komposisi udara hingga pada batas tertentu.
1 1
1 1
1
2
Asap kendaraan bermotor adalah salah satu bahan pencemar di udara.
1 1
1 1
1
3
Asap buangan
kendaraan bermotor
merupakan salah satu sumber timbal.
4
Jarak kemampuan cemaran timbal di udara dapat mencapai lebih dari 20 km.
5
Timbal dari asap kendaraan bermotor dapat larut dalam minyak goreng.
6
Lokasi berdagang harus bebas dari berbagai pencemaran lingkungan.
1 1
1 1
1
7
Wajan yang terbuat dari aluminium mengandung timbal sebagai bahan pelapis
coating.
8
Menggunakan penghalang
wajan merupakan
salah satu
cara untuk
mencegah dagangan
gorengan dari
berbagai bahan pencemar. 1
1 1
1 1
9
Menjaga kebersihan peralatan masak dari cemaran bahan pencemar sangat penting.
1 1
1 1
1
10
Apabila mengonsumsi makanan yang diolah dengan minyak goreng yang
tercemar timbal sama halnya dengan mengonsumsi timbal tersebut.
1 1
1 1
1
11
Mengonsumsi minyak yang tercemar timbal dalam jangka waktu yang panjang
dapat membahayakan kesehatan. 1
1 1
1 1
Total Skor 7
7 7
7 7
Universitas Sumatera Utara
Tabel tersebut menunjukkan bahwa skor seluruh responden adalah sama, yaitu 7. Adapun pernyataan yang memperoleh skor 1 adalah pernyataan nomor 1,
2, 6, 8, 9, 10 dan 11 yang berarti responden mengetahui pengertian pencemaran udara, salah satu pencemar udara adalah asap kendaraan bermotor, lokasi
berdagang harus jauh dari pencemaran, menggunakan penghalang wajan merupakan salah satu cara untuk mencegah dagangan gorengan dari berbagai
bahan pencemar, perlu menjaga kebersihan peralatan memasak, dan mengonsumsi minyak yang mengandung timbal sama halnya dengan mengonsumsi timbal
tersebut dan berbahaya bagi kesehatan. Adapun pernyataan nomor 3,4,5 dan 7 memperoleh skor 0, yang berarti para responden tidak mengetahui informasi
seputar timbal, baik itu sumbernya, jarak kemampuan cemarannya, sifat timbal yang larut dalam lemak dan penggunaannya sebagai pelapis wajan aluminium.
Dengan demikian, hasil yang diperoleh oleh masing-masing responden juga sama, yaitu sebesar
7 11
x100 = 63,6. Karena 63,6 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa pengetahuan responden S1, S2, S3, S4 dan S5 tidak baik.
Tabel 4.16 Hasil Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dengan Kadar
Timbal Pengetahuan
Kadar MS
0,1 TMS
0,1 Baik 8
- -
Tidak Baik 8 -
5 100
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki tingkat pengetahuan tentang pencemaran udara, timbal dan kaitannya dengan
penggorengan yang tidak baik serta kadar timbal yang semuanya juga melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Hal ini dikarenakan seluruh responden
Universitas Sumatera Utara
tidak mengetahui informasi seputar timbal, baik itu sumber timbal, jarak kemampuan cemaran timbal yang mencapai 20 km, sifat timbal yang mudah larut
dalam lemak serta penggunaan timbal sebagai pelapis wajan aluminium agar tidak berkarat.
B. Sikap
Berikut adalah data mengenai sikap responden untuk menghindarkan dagangan gorengannya dari pencemaran udara:
Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap untuk
Menghindarkan Dagangan Gorengan dari Pencemaran Udara No
Sikap Responden Skor Sampel
S1 S2
S3 S4
S5 1
Jarak tempat
berdagang gorengan
hendaknya jauh dari bahan pencemar udara.
4 4
4 4
4
2
Seluruh peralatan masak harus bebas dari bahan pencemar udara.
4 4
4 4
4
3
Minyak goreng pada wajan penggorengan yang dibiarkan terbuka lebar dapat mudah
tercemar. 3
3 3
3 3
4 Wajan penggorengan hendaknya diberi
penghalang untuk
mengurangi pencemaran.
3 3
3 3
3
5
Menyediakan tempat
khusus penyimpanan peralatan masak dan bahan
makanan yang terjaga kebersihannya dari pencemaran.
1 1
1 1
1
6 Tidak menggunakan wajan yang terbuat
dari aluminium. 1
3 3
3 3
7
Tidak menggunakan
minyak bekas
penggorengan sehari sebelumnya untuk pertama kali menggoreng.
1 1
1 1
1
8
Tidak mencampurkan antara minyak goreng bekas dengan minyak goreng baru
setiap kali penggantian minyak goreng. 1
1 1
1 1
Total Skor 18
20 20
20 20
Universitas Sumatera Utara
Tabel tersebut menunjukkan secara rinci bahwa responden S1 memperoleh skor 4 pada pernyataan nomor 1 dan 2, yang berarti sangat setuju bahwa lokasi
berdagang harus jauh dari pencemaran udara dan seluruh peralatan memasak harus bebas dari pencemaran, skor 3 pada pernyataan nomor 3 dan 4, yang berarti
setuju bahwa jika membiarkan wajan penggorengan terbuka lebar akan lebih mudah tercemar sehingga diperlukan penghalang, serta skor 1 pada pernyataan
nomor 5, 6, 7 dan 8, yang berarti tidak setuju untuk menyediakan tempat khusus menyimpan peralatan masak dan bahan makanan, menggunakan wajan
aluminium, memakai minyak goreng bekas pemakaian sehari sebelumnya dan memisahkan minyak goreng bekas dengan baru pada saat penggantian. Dengan
demikian, maka S1 memperoleh total skor sebesar
18 32
x100 = 56,25. Karena 56,25 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa sikap responden S1
tidak baik. Responden S2, S3, S4 dan S5 memperoleh skor yang sama yaitu 20
dengan rincian skor 4 pada pernyataan nomor 1 dan 2, yang berarti sangat setuju bahwa lokasi berdagang harus jauh dari pencemaran udara dan seluruh peralatan
memasak harus bebas dari pencemaran, skor 3 pada pernyataan nomor 3, 4 dan 6, yang berarti setuju bahwa jika membiarkan wajan penggorengan terbuka lebar
akan lebih mudah tercemar sehingga diperlukan penghalang serta tidak menggunakan wajan berbahan aluminium; skor 1 pada pernyataan nomor 5, 7 dan
8, yang berarti tidak setuju untuk menyediakan tempat khusus menyimpan peralatan masak dan bahan makanan, memakai minyak goreng bekas pemakaian
sehari sebelumnya dan memisahkan minyak goreng bekas dengan baru pada saat
Universitas Sumatera Utara
penggantian. Dengan demikian, skor yang diperoleh oleh responden S2, S3, S4 dan S5 adalah sebesar
20 32
x100 = 62,5. Karena 62,5 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa sikap responden S2, S3, S4 dan S5 juga tidak baik.
Tabel 4.18 Hasil Tabulasi Silang Sikap Responden dengan Kadar Timbal
Sikap Kadar
MS 0,1
TMS 0,1
Baik 24 -
-
Tidak Baik 24 -
5 100
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki sikap yang tidak baik dalam hal menghindarkan dagangan gorengannya dari
pencemaran udara, sehingga kadar timbal dalam minyak goreng pun melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Hal ini dikarenakan masih adanya
responden, yaitu S1 yang menggunakan wajan berbahan aluminium dan bahkan seluruh responden yang tidak mau membuat tempat khusus penyimpanan alat
memasak dan bahan makanan dengan alasan tidak efektif jika selama menggoreng peralatan harus disimpan pada saat tidak digunakan. Responden juga masih sering
menggunakan minyak goreng bekas penggorengan sehari sebelumnya dengan alasan minyak tersebut belum terlalu buruk kualitasnya sehingga dapat digunakan
kembali dan itu akan menghemat modal mereka. Selanjutnya, dalam hal penggantian minyak selama proses penggorengan berlangsung, responden juga
mengakui langsung mencampurkannya saja, tanpa memisahkan minyak goreng bekas dan baru yang akan dimasukkan dengan alasan penghematan waktu.
Universitas Sumatera Utara
C. Tindakan
Berikut adalah data mengenai tindakan responden dalam menjaga higienis dagangan gorengannya :
Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Menjaga
Higienis Dagangan Gorengan
No Tindakan Responden
Skor Sampel S1
S2 S3
S4 S5
1
Jarak tempat berdagang gorengan jauh dari kepadatan lalu lintas kendaraan
bermotor.
2
Wajan penggorengan diberi penghalang untuk mengurangi pencemaran asap
kendaraan bermotor 1
1 1
1
3
Menyediakan tempat
khusus penyimpanan peralatan masak dan bahan
makanan yang terjaga kebersihannya dari cemaran asap kendaraan bermotor.
4
Tidak menggunakan wajan yang terbuat dari aluminium.
1 1
1 1
5
Menggunakan minyak goreng kemasan dengan standar SNI.
6
Tidak menggunakan
minyak bekas
penggorengan sehari sebelumnya untuk pertama kali menggoreng.
7
Tidak mencampurkan antara minyak goreng bekas dengan minyak goreng
baru setiap kali penggantian minyak goreng.
Total Skor 1
2 2
1 2
Tabel tersebut menunjukkan secara rinci bahwa responden S1 memperoleh total skor 1 pada pernyataan nomor 1, yang berarti menggunakan penghalang
wajan untuk mengurangi resiko pencemaran, sementara untuk pernyataan nomor 1, 3, 4, 5, 6 dan 7 mendapat skor 0, yang berarti lokasi berdagang tidak jauh dari
Universitas Sumatera Utara
kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor, tidak menyediakan tempat khusus menyimpan peralatan memasak dan bahan makanan, menggunakan wajan
aluminium, tidak menggunakan minyak goreng kemasan berstandar SNI, masih sering mencampurkan minyak goreng bekas penggorengan sehari sebelumnya
dengan minyak goreng yang baru dan tidak memisahkannya pada saat penggantian. Dengan demikian, responden S1 memperoleh total skor sebesar
1 7
x100 = 14,3. Karena 14,3 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa tindakan responden S1 tidak baik. Responden S2, S3 dan S5 memperoleh
total skor yang sama, yaitu hanya 2 dengan rincian skor 1 pada pernyataan nomor 2 dan 4, yang berarti hanya menggunakan penghalang wajan dan tidak
menggunakan wajan aluminium. Dengan demikian, total skor yang diperoleh oleh S2, S3 dan S5 adalah sebesar
2 7
x100 = 28,6. Karena 28,6 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa tindakan responden S2, S3 dan S5 tidak baik.
Responden S4 memperoleh total skor 1 pada pernyataan nomor 4, yang berarti tidak menggunakan wajan aluminium dan pernyataan lainnya tidak dilaksanakan.
Dengan demikian, responden S4 memperoleh total skor sebesar
1 7
x100 = 14,3. Karena 14,3 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa
tindakan responden S4 juga tidak baik.
Tabel 4.20 Hasil Tabulasi Silang Tindakan Responden dengan Kadar
Timbal Tindakan
Kadar MS
0,1 TMS
0,1 Baik 5
- -
Tidak Baik 5 -
5 100
Universitas Sumatera Utara
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki tindakan yang tidak baik dalam hal menghindarkan dagangan gorengannya dari
pencemaran udara, sehingga kadar timbal dalam minyak goreng pun melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Hal ini dikarenakan masih adanya
responden S1 yang menggunakan wajan aluminium dengan alasan harga murah dan lebih cepat menghantarkan panas saat penggorengan berlangsung, adanya
responden S4 yang merasa tidak perlu menggunakan penghalang, karena menurutnya lokasi berdagangnya cukup aman karena berada pada satu gedung,
serta seluruh responden yang tidak setuju jika lokasi berdagang tidak di pinggir jalan karena akan sepi pelanggan, tidak menggunakan minyak berstandar SNI
dengan alasan penghematan modal serta masih sering mencampurkan minyak goreng bekas penggorengan sehari sebelumnya dengan minyak goreng yang baru
dengan alasan dari tampilan fisik minyak masih dalam kondisi layak pakai dan tidak memisahkannya pada saat penggantian dengan alasan tidak efektif waktu.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2.3 Ketengikan Minyak Goreng
Pertanyaan penelitian pada kuesioner merupakan pertanyaan seputar pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang terhadap ketengikan minyak goreng.
A. Pengetahuan
Berikut adalah data mengenai pengetahuan responden tentang ketengikan minyak goreng:
Tabel 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang
Ketengikan Minyak Goreng, Faktor dan Dampak bagi Kesehatan
No Pengetahuan
Responden Skor Sampel
S1 S2
S3 S4
S5 1
Ketengikan adalah
proses yang
alami terjadi
pada minyak goreng.
1 1
1 2
Ketengikan minyak goreng dapat diketahui dari tampilan
fisik. 1
1 1
1 1
3. Penggunaan minyak goreng
secara berulang
dan pemanasan
dalam jangka
waktu yang cukup lama adalah
penyebab yang
mempercepat terjadinya
ketengikan minyak goreng. 1
1 1
4 Batasan penggunaan minyak
goreng berulang adalah 2 kali.
5 Penyebab
lain yang
mempercepat terjadinya
ketengikan adalah
kontak langsung dengan udara.
6 Diperlukan
wadah yang
memiliki penutup
untuk menghindari kontak langsung
dengan udara. 7
Mengonsumsi makanan yang diolah dengan minyak goreng
yang sudah
mengalami ketengikan
sama halnya
dengan mengonsumsi
zat 1
1 1
1 1
Universitas Sumatera Utara
beracun dalam
minyak goreng tersebut.
8 Mengonsumsi makanan yang
diolah dengan minyak goreng yang
digunakan berulang
dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan
kesehatan 1
1 1
1 1
Total Skor 5
3 3
3 5
Tabel tersebut menunjukkan secara rinci bahwa responden S1, dan S5 memperoleh total skor yang sama yaitu 5, dengan pembagiannya skor 1 pada
pernyataan nomor 1, 2, 3, 7 dan 8, yang berarti mengetahui bahwa ketengikan meupakan proses alami pada minyak goreng dan dapat diketahui dari tampilan
fisik, penggunaan minyak goreng berulang dan pemasan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan ketengikan serta mengetahui bahwa mengonsumsi makanan
yang diolah dengan minyak yang sudah mengalami ketengikan sama halnya dengan mengonsumsi zat beracun dalam minyak tersebut dan membahayakan
kesehatan dan skor 0 pada pernyataan nomor 4, 5 dan 6, yang berarti tidak mengetahui batas maksimal penggunaan minyak goreng berulang adalah 2 kali,
tidak mengetahui bahwa kontak langsung dengan udara dapat mempercepat terjadinya ketengikan minyak, sehingga kalaupun mereka menggunakan penutup
wadah penyimpanan minyak goreng hanya untuk mencegah minyak tertumpah. Dengan demikian, hasil yang diperoleh oleh responden S1 dan S5 juga sama,
yaitu sebesar
5 8
x100= 62,5. Karena 62,5 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa pengetahuan responden S1 dan S5 tidak baik. Responden S2,
S3 dan S4 memeperoleh skor yang sama. Adapun pernyataan yang memperoleh
Universitas Sumatera Utara
skor 1 antara lain nomor 2, 7 dan 8, yang berarti bahwa responden hanya mengetahui bahwa ketengikan minyak goreng dapat diketahui dari tampilan fisik
dan mengonsumsi makanan yang diolah dengan minyak yang sudah mengalami ketengikan sama halnya dengan mengonsumsi zat beracun dalam minyak tersebut
dan membahayakan kesehatan dan skor 0 pada pernyataan lainnya, yang berarti tidak mengetahui hal-hal yang dimaksud. Dengan demikian, hasil yang diperoleh
oleh seluruh responden juga sama, yaitu sebesar
3 8
x100 = 37,5. Karena 37,5 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa pengetahuan responden S2, S3
dan S4 tidak baik.
Tabel 4.22 Hasil Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dengan Kadar
Ketengikan Pengetahuan
Kadar MS
10 TMS
10 Baik 6
- -
Tidak Baik 6 4
80 1
20 Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki tingkat
pengetahuan yang tidak baik tentang ketengikan minyak goreng, faktor serta dampaknya bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh adanya responden yaitu S2
dan S3 yang tidak mengetahui bahwa ketengikan merupakan prosesn alamiah dan dapat diketahui melalui tampilan fisik, dan bahkan seluruh responden tidak
mengetahui bahwa batas penggunaan minyak goreng adalah dua kali, penyebab lain ketengikan adalah kontak langsung dengan udara sehingga diperlukan
penutup wadah penyimpanan minyak goreng, bukan hanya untuk mencegah tertumpahnya minyak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kelima responden hanya satu sampel yang tidak memenuhi batas yang dipersyaratkan sekaligus menjadi angka
tertinggi dibandingkan dengan keempat sampel lainnya, yakni S2. Hal ini bisa saja dikarenakan kebiasaan responden S2 yang tidak pernah mengganti minyak
goreng selama proses penggorengan berlangsung dalam satu hari beraktivitas.
B. Sikap
Berikut adalah data mengenai sikap responden terhadap ketengikan:
Tabel 4.23 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Pedagang untuk
Mencegah Penurunan Kualitas Minyak Goreng
No Sikap Responden
Skor Sampel S1
S2 S3
S4 S5
1
Menggunakan minyak goreng berulang dapat
menurunkan kualitas
minyak goreng.
4 4
4 4
4
2
Tidak menggunakan minyak goreng bekas
yang digunakan
sehari sebelumnya.
1 1
1 1
1
3
Memisahkan minyak goreng bekas pada saat
hendak menggantikan
dengan minyak goreng yang baru.
1 1
1 1
1
4 Menggunakan
wadah penyimpanan
minyak goreng yang memiliki penutup untuk menghindari kontak langsung
dengan udara. 3
3 3
3 3
Total Skor 9
9 9
9 9
Tabel tersebut menunjukkan bahwa skor seluruh responden adalah sama, yaitu 9. Adapun pernyataan yang memperoleh skor 4 pada pernyataan nomor 4
yang berarti sangat setuju jika menggunakan minyak goreng berulang dapat menurunkan kualitas minyak goreng, skor 2 dan 3, yang berarti tidak setuju untuk
tidak menggunakan minyak bekas penggorengan sehari sebelumnya dan tidak
Universitas Sumatera Utara
mau memisahkan antara minyak bekas dengan yang baru saat mengganti. Selanjutnya skor 3 untuk pernyataan nomor 4, yang berarti setuju untuk
menggunakan penutup wadah minyak goreng agar tidak kontak langsung dengan udara. Dengan demikian, hasil yang diperoleh oleh masing-masing responden juga
sama, yaitu sebesar
9 16
x100 = 56,25. Karena 56,25 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa sikap responden S1, S2, S3, S4 dan S5 tidak baik.
Tabel 4.24 Hasil Tabulasi Silang Sikap Responden dengan Kadar
Ketengikan Sikap
Kadar MS
10 TMS
10 Baik 12
- -
Tidak Baik 12 4
80 1
20 Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki sikap
yang tidak baik. Hal ini dikarenakan seluruh responden tidak setuju jika harus menggunakan minyak goreng yang baru untuk penggorengan pertama kali setiap
harinya dengan alasan minyak goreng bekas penggorengan sehari sebelumnya masih layak pakai dan dapat menghemat modal mereka dalam berdagang. Seluruh
responden juga masih tidak setuju untuk memisahkan antara minyak goreng bekas dengan minyak goreng baru pada saat penggantian minyak goreng, dengan alasan
tidak efektif dalam segi waktu dan tenaga. Hasil penelitian bahwa dari kelima responden hanya satu sampel yang
tidak memenuhi batas yang dipersyaratkan, yakni S2. Hal ini bisa saja dikarenakan kebiasaan responden S2 yang tidak pernah mengganti minyak goreng
selama proses penggorengan berlangsung dalam satu hari beraktivitas.
Universitas Sumatera Utara
C. Tindakan
Berikut adalah data mengenai tindakan responden dalam menjaga higienis dagangan gorengannya :
Tabel 4.25 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Menjaga
Higienis Dagangan Gorengan NO
TINDAKAN RESPONDEN Skor Sampel
S1 S2
S3 S4
S5
1 Memakai minyak goreng kemasan sesuai
dengan standar SNI.
2 Menjaga kondisi wajan penggorengan selalu
dalam keadaan bersih.
1 1
1 1
1 3
Tidak memakai
minyak goreng
secara
berulang lebih dari 2 kali.
4 Mengganti dengan minyak goreng yang baru
untuk penggunaan pertama kali setiap harinya.
5 Tidak mencampurkan minyak bekas dengan
minyak yang baru saat hendak mengganti minyak goreng.
6 Menggunakan wadah penyimpanan minyak
goreng yang
memiliki penutup
untuk
menghindari kontak langsung dengan udara. Total Skor
1 1
1 1
1
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden memperoleh skor yang sama yaitu 1 dengan rincian pembagian skor yang sama juga, yaitu skor 1
pada pernyataan nomor 2, yang berarti hanya menjaga kondisi wajan penggorengan selalu dalam keadaan bersih. Dengan demikian, hasil yang
diperoleh oleh masing-masing responden juga sama, yaitu sebesar
1 6
x100 = 16,67. Karena 16,67 lebih kecil dari 75, maka dapat ditentukan bahwa
tindakan responden S1, S2, S3, S4 dan S5 tidak baik.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.26 Hasil Tabulasi Silang Tindakan Responden dengan Kadar
Ketengikan Tindakan
Kadar MS
10 TMS
10 Baik 5
- -
Tidak Baik 5
4 80
1 20
Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki tindakan yang tidak baik dalam menjaga higienis dagangan gorengannya dan dari kelima
responden hanya satu sampel yang tidak memenuhi batas yang dipersyaratkan, yakni S2. Hal ini bisa saja dikarenakan seluruh responden tidak menggunakan
minyak goreng kemasan berstandar SNI, menggunakan minyak goreng lebih dari 2 kali pengulangan, mencampurkan minyak goreng bekas penggorengan sehari
sebelumnya dengan yang baru saat penggorengan pertama kalinya, tidak memisahkan antara minyak goreng baru dan bekas saat mengganti minyak goreng
serta menggunakan wadah penyimpanan minyak goreng yang bertutup hanya untuk memencegah tumpahnya minyak goreng, bukan sekaligus mencegah kontak
langsung dengan udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar bilangan peroksida pada
sampel minyak goreng S2 adalah kadar yang tertinggi sekaligus yang melebihi batas nilai yang dipersyaratkan. Hal ini dikarenakan oleh adanya kebiasaan
responden yang tidak pernah mengganti minyak goreng selama proses penggorengan berlangsung dalam satu hari beraktivitas.
Universitas Sumatera Utara
81
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kadar Timbal pada Minyak Goreng
Kadar timbal yang terkandung dalam sampel minyak goreng yang diambil dari pedagang S1 Simpang jalan Kenari adalah sebesar 0,9361 ppm. Hal ini
didukung oleh kondisi lokasi berdagang yang sangat dekat dengan jalan raya di mana berbagai kendaraan bermotor lalu lalang. Pedagang S1 ini memang
menggunakan penghalang wajan, namun letak wajan masih tergolong rendah, sehingga penghalang kurang efektif menghindarkan gorengan dari berbagai
cemaran. Pedagang S1 menggunakan wajan yang terbuat dari aluminium dan tidak tahu bahwa timbal Pb terkandung di dalamnya sebagai pelapis. Pedagang
S1 juga memiliki kebiasaan menggunakan minyak goreng yang digunakan sehari sebelumnya dan mencampurkannya dengan minyak goreng yang baru saat
menggoreng besok harinya. Selain itu, hal lain yang mendukung tingginya kadar timbal pada minyak goreng yang digunakan oleh pedagang S1 adalah waktu
lamanya keterpaparan minyak selama kegiatan berdagang, yaitu mencapai 8 jam setiap harinya.
Kadar timbal yang terkandung dalam sampel minyak goreng yang diambil dari pedagang S2 Simpang jalan Rajawali 1 adalah sebesar 0,2539 ppm, dan
merupakan kadar terendah, tetapi sudah melebihi ambang batas. Lokasi berdagang S2 ini memang sangat dekat dengan jalan raya, namun hal yang mungkin
membuat kadarnya paling rendah di antara yang lainnya adalah karena penghalang wajan cukup efektif untuk mengurangi cemaran dan waktu
Universitas Sumatera Utara
keterpaparan paling singkat dibandingkan yang lainnya, yakni hanya selama 5 jam.
Kadar timbal yang terkandung dalam sampel minyak goreng yang diambil dari pedagang S3 Simpang jalan Kepodang 2 adalah sebesar 0,5467 ppm dan
kadar terendah kedua setelah kadar timbal minyak goreng yang digunakan oleh pedagang S2 Simpang Jalan Rajawali1. Sama seperti pedagang S2, lokasi
pedagang di S3 ini juga sangat dekat dengan jalan raya dan waktu keterpaparannya tidak terlalu lama, yakni hanya selama 6 jam, sehingga kadar
timbal tidak begitu tinggi. Kadar timbal yang terkandung dalam sampel minyak goreng yang diambil
dari pedagang S4 Simpang jalan Garuda 3 adalah sebesar 0,6472 ppm dan merupakan kadar tertinggi ketiga di antara semuanya. Hal ini diduga karena
walaupun letaknya yang selain dekat dengan jalan raya, tepat di bawah tol balmera serta di sekitarnya terdapat bengkel kendaraan bermotor, namun sudah
menggunakan satu bangunan yang dijadikan tempat berdagang. Karena sudah menggunakan satu bangunan khusus untuk berdagang, pedagang gorengan S4 ini
beranggapan hal itu cukup untuk mengurangi resiko pencemaran asap kendaraan bermotor yang berlalu lalang, sehingga tidak diperlukan lagi penghalang wajan
selama penggorengan berlangsung. Kadar timbal yang terkandung dalam sampel minyak goreng yang diambil
dari pedagang S5 Simpang jalan Cucakrawa 2 adalah sebesar 1,0391 ppm dan merupakan kadar tertinggi di antara semuanya. Hal ini diduga karena lokasi S5 ini
merupakan lokasi yang pertama kali dijumpai ketika memasuki wilayah
Universitas Sumatera Utara
Kelurahan Kenangan, sehingga jumlah kendaraan bermotor yang lewat jauh lebih banyak dibandingkan keempat lokasi lainnya. Selain itu, pedagang S5 memang
menggunakan penghalang wajan, namun kurang efektif karena letak dari wajan penggorengan yang cukup rendah, sehingga asap kendaraan bermotor lebih
mudah masuk serta waktu keterpaparan minyak goreng akan asap kendaraan bermotor juga cukup lama, yakni selama 7 jam
Secara umum, seluruh pedagang memiliki karakteristik yang hampir sama, di mana yang pertama sekali dapat dilihat adalah pengetahuan tentang timbal yang
masih sangat minim. Selain itu juga didapat hasil bahwa tindakan para pedagang seluruhnya tidak sesuai dengan sikap yang seharusnya, seperti berdagang di lokasi
yang bebas dari bahan pencemar, menggunakan penghalang wajan penggorengan, menjaga peralatan memasak bebas dari pencemaran asap kendaraan bermotor,
tidak menggunakan wajan terbuat dari aluminium, tidak menggunakan minyak goreng bekas pemakaian sehari sebelumnya dan memisahkan antara minyak
goreng yang bekas pakai dengan yang baru pada saat hendak mengganti minyak goreng.
Kadar asupan maksimal timbal Pb adalah sebesar 50 µgkg berat badan
setiap harinya. Apabila tubuh mengalami keterpaparan timbal Pb lebih dari batas penggunaan maksimum yang sudah diperoleh tersebut, maka akan muncul gejala
seperti wajah pucat, sakit perut, konstipasi, muntah, anemia dan sering terlihat garis biru pada gusi di atas gigi. Pada pemeriksaan psikologi dan neuropsikologi
ditemukan gejala berkurangnya kemampuan sistem memori, konsentrasi menurun, sulit berbicara dan gangguan saraf lainnya. Dampak lebih lanjut dari keterpaparan
Universitas Sumatera Utara
timbal berlebih adalah gangguan sintesa hemoglobin Hb yang mengakibatkan anemia serta gangguan pada organ reproduksi seperti keguguran janin pada wanita
hamil dan menurunkan bahkan meningkatkan jumlah sperma secara abnormal pada pria Aryanti, 2013.
5.2 Kadar Bilangan Peroksida pada Minyak Goreng
Ketengikan minyak goreng dapat diketahui melalui bilangan peroksida sebagai indikatornya. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, kadar bilangan
peroksida sampel minyak goreng yang diambil dari pedagang S1 adalah sebesar 8,91 mek
O
2
kg. Kadar bilangan peroksida sampel minyak goreng yang diambil dari pedagang S2 adalah sebesar 15,01 mek
O
2
kg dan merupakan kadar tertinggi di antara yang keempat lainnya. Kadar bilangan peroksida sampel minyak goreng
yang diambil dari pedagang S3 adalah sebesar 9,57 mek O
2
kg. Kadar bilangan peroksida sampel minyak goreng yang diambil dari pedagang S4 adalah sebesar
5,48 mek O
2
kg dan merupakan kadar terendah di antara yang keempat lainnya. Kadar bilangan peroksida sampel minyak goreng yang diambil pedagang S5
adalah sebesar 8,77 mek O
2
kg. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa kadar bilangan peroksida pada minyak goreng sampel dari pedagang S2
adalah kadar tertinggi yaitu sebesar 15,01 mek O
2
kg dan sudah melebihi nilai ambang batas dalam SNI 01-3741 Tahun 2013. Namun demikian, walaupun kadar
bilangan peroksida pada sampel minyak goreng dari S1, S3 dan S5 belum melebihi nilai ambang batas, nilainya cukup tinggi dan hampir mendekati nilai
ambang batas.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum juga, kelima pedagang ini memiliki karakteristik yang hampir sama, di mana semuanya memiliki kebiasaan menggunakan minyak
goreng bekas penggorengan sebelumnya, tidak memisahkan antara minyak bekas dengan baru pada saat penggantian minyak, tidak menggunakan minyak goreng
berstandar SNI. Mereka juga tidak ada yang tahu bahwa batas maksimal penggunaan minyak goreng adalah dua kali, bahkan pedagang gorengan S2 yang
sama sekali tidak pernah mengganti minyak selama berdagang. Anggapan mereka ketika minyak masih dalam keadaan jernih walaupun berulang kali pakai, minyak
tersebut masih dalam kondisi baik. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab kadar bilangan peroksida pada sampel minyak yang diambil dari pedagang
gorengan di lokasi S2. Selain itu, tidak satupun dari pedagang ini yang mengetahui bahwa kontak langsung antara minyak dengan udara dapat
mempercepat terjadinya proses ketengikan minyak, sehingga jika mereka menggunakan penutup saat penyimpanan minyak goreng, hanya untuk
menghindari tumpahnya minyak tersebut. Namun demikian, seluruh pedagang gorengan ini mengetahui bahwa dengan menggunakan minyak bekas untuk
menggoreng sama halnya dengan memakan zat beracun yang dibawa pada saat gorengan tersebut dikonsumsi dan berbahaya bagi kesehatan.
Minyak goreng curah merupakan minyak goreng yang dalam pembuatannya hanya mengalami sekali proses penyaringan, sehingga kadar
lemaknya masih lebih tinggi dibandingkan minyak goreng kemasan. Hal itu mengakibatkan minyak goreng curah tidak baik dikonsumsi apabila sudah
mengalami pengulangan pemakaian lebih dari dua kali. Faktor lain yang dapat
Universitas Sumatera Utara
memengaruhi kadar bilangan peroksida minyak goreng adalah adanya kontak langsung dengan udara yang terkontaminasi bahan tertentu. Hal ini bisa terjadi
pada saat pendistribusian minyak goreng dari pedagang ke konsumen. Wadah yang digunakan oleh pedagang untuk menyimpan minyak goreng curah biasanya
berupa jerigen atau tong, yang di mana pada saat hendak dituangkan ke plastik, minyak goreng dibiarkan dalam keadaan terbuka selama beberapa saat sehingga
mengalami kontak langsung dengan udara bebas Konsumsi makanan yang diolah dengan minyak goreng yang sudah
mengalami ketengikan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan, misalnya radang kerongkongan oleh zat akrolein, radang hati
yang diakibatkan oleh jamur aflatoksin, penyumbatan pembuluh darah bahkan mutasi gen oleh asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng
yang sudah mengalami ketengikan.
5.3 Hasil Pengolahan Data Kuesioner Penelitian
5.3.1 Data Umum