Berikut adalah beberapa parameter persyaratan minyak goreng yang diatur dalam SNI 01-3741 Tahun 2013:
Tabel 2.3 Syarat Mutu Minyak Goreng
No. Kriteria Uji
Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau
- Normal
1.2
Warna -
Normal
2
Kadar air bahan menguap b
maks 0,15
3 Bilangan asam
mg KOH maks 0,6
4 Bilangan peroksida
mek O
2
kg maks 10
5 Minyak pelican
- Negative
6 Asam linolenat C18:3 dalam
komposisi asam lemak minyak maks 2
7
Cemaran logam
7.1 Cadmium Cd
mgkg 0,2
7.2 Timbal Pb
mgkg 0,1
7.3 Timah Sn
mgkg maks 40250
7.4
Merkuri Hg mgkg
maks 0,05
7.5
Arsen As mgkg
0,1
Sumber: BSN 2013
2.8.2 Sifat-Sifat Minyak Goreng
Minyak goreng memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain sifat fisika dan sifat kimia.
1. Sifat Fisik
a. Berat Jenis
Berat jenis minyak lebih kecil dibanding berat jenis air, sehingga jika air minyak bercampur dengan minyak, maka lapisan minyak akan naik dan pada
akhirnya berada di atas permukaan air. b.
Warna Zat warna yang dimaksudkan adalah zat warna yang secara alamiah
terdapat pada minyak goreng s eperti α dan ß-karoten, xantofil, klorofil dan
Universitas Sumatera Utara
anthosianin. Karotenoid inilah yang membuat minyak goreng berwarna kekuningan dan apabila terhidrogenasi dapat mengakibatkan intensitas warna
kuning berkurang. c.
Odor dan Flavor Odor dan flavor juga hal yang secara alami terdapat pada minyak goreng
karena pembentukan asam-asam yang sangat pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak goreng. Biasaya hal ini dikarenakan bahan bukan
kompononen minyak, misalnya bau khas dari minyak kelapa sawit yang mengandung beta iodine, dan bau khas dari minyak kelapa yang mengandung
nonylmethylketon. d.
Kelarutan Pada umumnya, minyak tidak dapat larut dalam air, kecuali minyak jarak
castor oil. Kelarutan minyak dalam minyak ditentukan oleh panjangnya rantai asam lemak yang terkandung dalam minyak tersebut, di mana semakin panjang
rantai asam lemaknya, semakin sulit larut dalam air. Minyak hanya dapat larut sedikit dalam alkohol, namum akan terlarut sempurna dalam etil-eter, karbon
disulfida dan pelarut halogen. e.
Titik Cair Menurut Winarno 1999, titik cair minyak ditentukan oleh banyaknya
ikatan rangkap pada minyak, di mana semakin banyak ikatan rangkapnya, semakin lemah ikatannya dan titik cair semakin rendah. Penambahan 1 ikatan
rangkap dapat menurunkan titik cair minyak sebesar 14ºC.
Universitas Sumatera Utara
f. Titik Lebur
Titik lebur minyak juga dipengaruhi oleh sifat dari asam lemak yang terkandung dalam minyak tersebut, di mana asam lemak jenuh memiliki titik lebur
yang lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh. g.
Titik Didih, Titik Asap, Titik Nyala, Titik Api Titik didih akan meningkat jika rantai karbon asam lemak semakin
panjang. Titik asap merupakan suatu titik di mana apabila minyak dipanaskan akan muncul asap tipis kebiruan. Jika minyak terus dipanaskan, maka akan
terbakar dan pada saat itu disebut sebagai titik api. Ketiga kondisi ini perlu diperhatikan untuk menentukan mutu minyak goreng yang akan digunakan.
h. Titik Kekeruhan
Titik keruh dapat ditentukan dengan cara memanaskan minyak dengan campuran pelarut hingga terlarut sempurna, lalu didinginkan. Pada suhu tertentu,
campuran akan mulai terpisah, dan suhu itulah yang dinamakan dengan titik keruh.
2. Sifat Kimia
a. Hidrolisa
Hidrolisa merupakan suatu proses di mana kandungan minyak berubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan
kualitas minyak karena adanya kandungan air dan menyebabkan munculnya rasa dan bau tengik pada minyak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
b. Hidrogenasi
Hidrogenasi merupakan
proses industri
yang bertujuan
untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon minyak dengan menggunakan
katalisator serbuk nikel dan hidrogen murni dan dapat menghasilkan minyak dalam bentuk padat atau margarine.
c. Esterifikasi
Proses esterifikasi ini bertujuan untuk mengubah asam lemak berantai pendek penyebab bau menjadi asmal lemak berantai panjang yang tidak
menyebabkan bau. d.
Oksidasi Oksidasi merupakan proses di mana minyak mengalami kontak dengan
oksigen bebas dan menimbulkan bau tengik yang diawali dengan pembentukan peroksida.
2.8.3 Proses Penggorengan
Proses penggorengan adalah salah satu metode memasak klasik untuk menghasilkan produk yang kering dan bercita rasa khas. Bahan makanan menjadi
kering karena ada proses hidrasi sebagai akibat proses perpindahan panas dari minyak goreng ke bahan makanan. Adapun sifat dari proses penggorengan ini
antara lain: 1. Cepat, karena menggunakan suhu yang tinggi 177-221ºC, penguapan air
dan pencoklatan enzimatis berlangsung pada waktu yang relatif singkat. 2. Efisien, energi panas tidak banyak terbuang serta media pemindahan panas
dapat digunakan kembali,
Universitas Sumatera Utara
3. Sifat produk khas dari segi rasa dan tekstur, mengandung resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak langsung antara bahan pangan
dengan minyak goreng selama proses penggorengan berlangsung Rizky, 2006.
Beberapa hal yang dapat memengaruhi waktu penggorengan antara lain adalah:
1. Jenis Bahan Pangan Jika bahan pangan yang akan diolah mengandung sedikit kadar air, maka
hanya sedikit pula waktu yang digunakan untuk mengeringkan mengurangi bahkan menghilangkan kadar air bahan pangan tersebut dalam proses
penggorengan. Sebaliknya, jika semakin besar kadar air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengeringkan mengurangi bahkan menghilangkan kadar air bahan pangan tersebut dalam proses penggorengan.
2. Suhu Minyak Goreng Semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses penggorengan, semakin
singkat waktu yang diperlukan. Sebaliknya, jika suhu yang digunakan dalam proses penggorengan lebih rendah, lebih lama atau banyak pula lah waktu yang
digunakan untuk proses penggorengan tersebut. 3. Metode penggorengan, meliputi:
a. ShallowPan Frying, dengan karakteristik penggunaan minyak dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak semua bahan pangan terendam dalam minyak
goreng, ada bagian bahan pangan yang kontak langsung dengan wajan
Universitas Sumatera Utara
penggorengan, serta ada variasi suhu pada permukaan bahan selama proses penggorengan berlangsung.
b. Deep-Fat Frying, dengan karaktersitik penggunaan minyak dalam jumlah
yang banyak sehingga seluruh bagian bahan pangan terendam, panas yang diterima relatif merata. Metode ini banyak digunakan pada industri makanan
ringan, industri mie instan, daging olahan dan lain sebagainya. Bahan makanan yang diolah dengan metode deep-fat frying ini akan mengalami perubahan seperti
perubahan warna, oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis Lawson, 1985. 4. Ketebalan Bahan Pangan
Semakin tebal bahan pangan yang akan digoreng, semakin lama pula waktu yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan luasnya permukaan yang harus diresapi
oleh panas yang dihantarkan melalui minyak goreng untuk mencapai tingkat perubahan tertentu yang diinginkan.
5. Tingkat Perubahan yang Diinginkan Tingkat perubahan yang dimaksud di sini adalah tekstur dari bahan pangan itu
sendiri setelah proses penggorengan; apakah rapuh atau tidak begitu rapuh. Dikatakan rapuh apabila kadar air pada bahan makanan itu benar-benar hilang
setelah proses penggorengan dan diperlukan waktu yang lebih lama untuk hal ini. Dalam porses penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium
penghantar panas, dimana panas tersebut dapat membuat bahan pangan menjadi kering kadar airnya berkurang atau bahkan hilang sama sekali sehingga
menjadikannya rapuh dan gurih serta menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak ikut
Universitas Sumatera Utara
masuk ke bagian kerak dan bagian luar outer zone bahan pangan, sehingga jika seseorang mengkonsumsi bahan pangan digoreng, maka dia juga mengkonsumsi
sejumlah lemak dan minyak yang terbawa dari kuali penggorengan ke dalam bahan pangan yang digoreng tersebut Ketaren, 2008.
2.8.4 Perbedaan Minyak Goreng Curah dan Minyak Goreng Kemasan
Minyak goreng curah merupakan sebutan yang umum digunakan untuk minyak goreng yang terbuat dari kelapa sawit. Minyak goreng ini biasanya
diproduksi dalam jumlah yang cukup besar, dengan tujuan mengurangi biaya kemasan, sehingga harga jualnya juga lebih murah dibandingkan minyak goreng
kemasan. Pada tahap pembuatannya hanya dilakukan satu kali proses penyaringan rafinasi, sehingga fraksi padat stearinnya relatif lebih banyak dibandingkan
dengan minyak goreng kemasan atau bermerk. Hal ini juga mengakibatkan minyak goreng curah menjadi lebih vepat membeku dibandingkan minyak goreng
kemasan pada suhu rendah. Selain itu, perbedaan antara minyak goreng curah dan kemasan dapat dilihat dari tampilan fisiknya seperti warna yang lebih keruh pada
minyak goreng curah dibanding minyak goreng kemasan yang warna kekuningannya lebih cerah dan jernih. Tampilan fisik lain yang membedaknnya
adalah dari segi aroma bau, di mana aroma minyak goreng curah lebih terasa dibandingkan dengan minyak goreng kemasan.
Gambar 2.6 Minyak Goreng Kemasan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Minyak Goreng Curah
Dalam hal produksi dan pendistribusian antara minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan dari produsen menuju konsumen juga berbeda. Dalam
hal produksi, seperti yang sudah dijelaskan bahwa minyak goreng curah hanya melewati satu kali proses rafinasi, sedangkan minyak goreng kemasan melewati
dua kali proses rafinasi. Dalam hal pendistribusiannya, tingkat kebersihannya juga berbeda, sehingga resiko kontaminasi bahan pencemar pada kedua jenis minyak
tersebut juga berbeda. Ketika minyak goreng curah akan didistribusikan dari produsen ke pedagang, biasanya digunakan wadah berupa drum atau jerigen
minyak yang belum tentu terjaga kebersihannya. Demikian selanjutnya ketika minyak goreng curah didistribusikan dari pedagang ke konsumen, biasanya
menggunakan cangkir untuk menuangkannya ke dalam wadah berupa plastik, yang keduanya juga belum tentu terjaga kebersihannya.
Kebersihan minyak goreng jelas sangat erat kaitannya dengan komposisi bahan yang terkandung dalam minyak goreng tersebut. Seperti yang disebutkan
sebelumnya bahwa minyak goreng curah didistribusikan dengan wadah berupa jerigen yang tidak dapat dipastikan kualitas kebersihannya bagaimana, bisa saja
jerigen wadah penyimpanan minyak goreng, atau cangkir untuk menuangkan ke dalam wadah plastik atau bahkan wadah plastik ini terlebih dahulu sudah tercemar
timbal yang berasal dari udara sehingga secara otomatis timbal akan mencemari
Universitas Sumatera Utara
minyak goreng curah tersebut. Hasibuan 2012 dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa timbal sudah ada pada seluruh sampel minyak goreng curah yang
baru atau yang belum digunakan oleh pedagang untuk menggoreng, walaupun hanya satu di antara lima yang diperiksa yang kadar timbalnya melebihi batas
nilai yang dipersyaratkan. Selain terkait dengan kadar timbal, kontaminasi antara minyak goreng
dengan udara bebas yang bisa saja mengandung bahan pencemar tertentu dapat mengakibatkan tingginya bilangan peroksida sebagai indikator ketengikan minyak
goreng. Para pedagang di pasar tradisional biasa menyimpan minyak goreng curah dalam suatu jerigen atau tong, yang mana pada saat hendak menuangkannya ke
dalam wadah plastik kepada konsumen, wadah penyimpanan dibiarkan dalam keadaan terbuka dan mengakibatkan terjadinya kontak langsung antara minyak
goreng dengan udara bebas dalam beberapa saat. Yani 2011 dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa pada minyak goreng curah yang belum digunakan pun
sudah mulai terjadi kenaikan bilangan peroksida. Pendapat Yani ini sejalan dengan hasil penelitian yang biasa dilakukan oleh pihak Balai Riset dan
Standardisasi Industri Medan, di mana pada minyak goreng curah yang belum digunakan, kadar bilangan peroksidanya sudah mencapai angka 2 mek
O
2
kg bahan. Selain dari kontaminasi minyak goreng dengan udara bebas, peningkatan
bilangan peroksida minyak goreng dapat disebabkan oleh faktor lainnya seperti cahya serta penggunaan suhu yang tinggi selama proses penggorengan
berlangsung, di mana hal ini dapat memacu terjadinya oksidasi minyak goreng dan meningkatkan bilangan peroksidanya.
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Konsep
Adapun .
kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut:
Gambar 2.8 Kerangka Konsep
Kadar Pb pada minyak
goreng Minyak Goreng pada
Pedagang Gorengan
Kadar ketengikan
pada minyak Memenuhi
syarat
Tidak Memenuhi syarat
Memenuhi syarat
Tidak Memenuhi syarat
Perilaku Pedagang Gorengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
SNI 01-3741 Tahun 2013
Universitas Sumatera Utara
41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, untuk mengetahui gambaran kadar timbal Pb dan bilangan peroksida sebagai indikator tingkat ketengikan minyak
goreng yang digunakan berulang serta perilaku para pedagang gorengan di Kelurahan Kenangan Kecamatan Percut Sei Tuan pada tahun 2015.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di lima persimpangan jalan di Kelurahan Kenangan, antara lain:
a. Simpang Jalan Kenari Raya 2 yang disebut dengan S1 b. Simpang Jalan Rajawali 1 yang disebut dengan S2
c. Simpang Jalan Kepodang 2 yang disebut dengan S3 d. Simpang Jalan Garuda 3 yang disebut dengan S4
e. Simpang Jalan Cucakrawa 2 yang disebut dengan S5 Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan kelima
lokasi pengambilan sampel tersebut adalah: 1.
Pedagang gorengan tersebut menjajakan dagangannya mulai dari siang hari hingga sore hari dan berada di lokasi yang strategis, yakni mudah dilihat
oleh calon pembeli sehingga banyak dikunjungi. 2.
Pengolahan makanan jajanan gorengan tersebut dilakukan di pinggir jalan yang dekat dengan jalur lalu lalang berbagai macam kendaraan bermotor dan
Universitas Sumatera Utara