b. Hidrogenasi
Hidrogenasi merupakan
proses industri
yang bertujuan
untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon minyak dengan menggunakan
katalisator serbuk nikel dan hidrogen murni dan dapat menghasilkan minyak dalam bentuk padat atau margarine.
c. Esterifikasi
Proses esterifikasi ini bertujuan untuk mengubah asam lemak berantai pendek penyebab bau menjadi asmal lemak berantai panjang yang tidak
menyebabkan bau. d.
Oksidasi Oksidasi merupakan proses di mana minyak mengalami kontak dengan
oksigen bebas dan menimbulkan bau tengik yang diawali dengan pembentukan peroksida.
2.8.3 Proses Penggorengan
Proses penggorengan adalah salah satu metode memasak klasik untuk menghasilkan produk yang kering dan bercita rasa khas. Bahan makanan menjadi
kering karena ada proses hidrasi sebagai akibat proses perpindahan panas dari minyak goreng ke bahan makanan. Adapun sifat dari proses penggorengan ini
antara lain: 1. Cepat, karena menggunakan suhu yang tinggi 177-221ÂșC, penguapan air
dan pencoklatan enzimatis berlangsung pada waktu yang relatif singkat. 2. Efisien, energi panas tidak banyak terbuang serta media pemindahan panas
dapat digunakan kembali,
Universitas Sumatera Utara
3. Sifat produk khas dari segi rasa dan tekstur, mengandung resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak langsung antara bahan pangan
dengan minyak goreng selama proses penggorengan berlangsung Rizky, 2006.
Beberapa hal yang dapat memengaruhi waktu penggorengan antara lain adalah:
1. Jenis Bahan Pangan Jika bahan pangan yang akan diolah mengandung sedikit kadar air, maka
hanya sedikit pula waktu yang digunakan untuk mengeringkan mengurangi bahkan menghilangkan kadar air bahan pangan tersebut dalam proses
penggorengan. Sebaliknya, jika semakin besar kadar air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengeringkan mengurangi bahkan menghilangkan kadar air bahan pangan tersebut dalam proses penggorengan.
2. Suhu Minyak Goreng Semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses penggorengan, semakin
singkat waktu yang diperlukan. Sebaliknya, jika suhu yang digunakan dalam proses penggorengan lebih rendah, lebih lama atau banyak pula lah waktu yang
digunakan untuk proses penggorengan tersebut. 3. Metode penggorengan, meliputi:
a. ShallowPan Frying, dengan karakteristik penggunaan minyak dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak semua bahan pangan terendam dalam minyak
goreng, ada bagian bahan pangan yang kontak langsung dengan wajan
Universitas Sumatera Utara
penggorengan, serta ada variasi suhu pada permukaan bahan selama proses penggorengan berlangsung.
b. Deep-Fat Frying, dengan karaktersitik penggunaan minyak dalam jumlah
yang banyak sehingga seluruh bagian bahan pangan terendam, panas yang diterima relatif merata. Metode ini banyak digunakan pada industri makanan
ringan, industri mie instan, daging olahan dan lain sebagainya. Bahan makanan yang diolah dengan metode deep-fat frying ini akan mengalami perubahan seperti
perubahan warna, oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis Lawson, 1985. 4. Ketebalan Bahan Pangan
Semakin tebal bahan pangan yang akan digoreng, semakin lama pula waktu yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan luasnya permukaan yang harus diresapi
oleh panas yang dihantarkan melalui minyak goreng untuk mencapai tingkat perubahan tertentu yang diinginkan.
5. Tingkat Perubahan yang Diinginkan Tingkat perubahan yang dimaksud di sini adalah tekstur dari bahan pangan itu
sendiri setelah proses penggorengan; apakah rapuh atau tidak begitu rapuh. Dikatakan rapuh apabila kadar air pada bahan makanan itu benar-benar hilang
setelah proses penggorengan dan diperlukan waktu yang lebih lama untuk hal ini. Dalam porses penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium
penghantar panas, dimana panas tersebut dapat membuat bahan pangan menjadi kering kadar airnya berkurang atau bahkan hilang sama sekali sehingga
menjadikannya rapuh dan gurih serta menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak ikut
Universitas Sumatera Utara
masuk ke bagian kerak dan bagian luar outer zone bahan pangan, sehingga jika seseorang mengkonsumsi bahan pangan digoreng, maka dia juga mengkonsumsi
sejumlah lemak dan minyak yang terbawa dari kuali penggorengan ke dalam bahan pangan yang digoreng tersebut Ketaren, 2008.
2.8.4 Perbedaan Minyak Goreng Curah dan Minyak Goreng Kemasan