Pengertian Dzikir Pengertian Metode Do’a dan Dzikir

22 kesombongan diri. 44 Sebaliknya, berzikir dengan lidah semata adalah peringkat dzikir yang terendah. Kendati demikian, zikir dengan lidah tidak luput dari manfaat walaupun hanya sedikit dan karena itu pesan orang- orang arif kepada mereka yang baru sampai pada peringkat terendah ini agar jangan meninggalkan zikir. Kata mereka : “Bersyukur dan pujilah Allah SWT, yang telah menganugerahkan salah satu anggota badan, yakni lidah, untuk melakukan zikir kepada Allah dan berupayalah untuk menghadirkan kalbu saat menyebut- nyebutNya”. Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah lidahmu selalu basah dengan berdzikir kepada Allah ” HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu hibban melalui Abdullah bin Busr”. Dengan seiringnya lidah menyebut-nyebut nama Allah, maka yang paling tidak sebagian diantara kalimat-kalimat yang terucapkan itu akan berbekas di dalam hati dan ini gilirannya dapat menghantarkan pada kesadaran tentang kehadiran Allah dan kebesaranNya, walau untuk tahap pertama tidak selalu demikian. Dengan demikian ingat atau dzikir menjadi pintu utama untuk hadir menemui yang dicintai dan menyerahkan dirinya demi mendapatkan cintaNya. 45 Dzikir semestinya merupakan perilaku sehari-hari, yaitu baik sedang berdiri, sedang duduk ataupun sedang berbaring. Sebagaimana dalam Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran 3 ayat 190-191: 44 Dadang Ahmad, Epistemologi Doa: meluruskan, memahami dan mengamalkan, Bandung: NUANSA, 2011, h. 108 45 Slamet Utomo, Islam Sebuah Pengakuan Banyuwangi: Yayasan Puri Gumuk Merang, 2014, h.172. 3 4                                   Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal,yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dlam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: “Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. QS. Ali Imran: 190-191. Dzikir bukan hanya menyebut, tetapi ada suatu hubungan, yaitu rasa cinta, rindu, ingat, mendekat atau hadir, datang berkomunikasi, bermahabbah kepada Allah. 46 Berdzikir tidak mengenal tempat dan waktu, kalaupun ada hal itu semata-mata di dasarkan kepada ijtihad ahli tarekat agar mempunyai kesamaan waktu dalam melakukan dzikir secara berjamaah. Maka zikir dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. 47 Selama mempunyai niat lurus untuk mendapatkan karunia Allah, maka hal itu tidak mengurangi esensi zikir. Selama ada cinta Illahi dalam sanubari, sepanjang itu pula seseorang boleh berdzikir. Mustahil seseorang berdzikir tanpa rasa cinta kepada Allah, dan inilah yang membuat para sufi menjadikan dzikir sebagai nutrisi. 48 Zikir mempunyai keutamaan sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW. 46 Slamet Utomo, Islam Sebuah Pengakuan Banyuwangi: Yayasan Puri Gumuk Merang, 2014, h.174 47 Dadang Ahmad, Epistemologi Doa, h. 108 48 Annemarie Schimel, Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus 1986, h. 172 5 “Perumpamaan orang yang menyebut Tuhannya dengan orang yang tidak menyebut Tuhannya adalah bagaikan orang yang masih hidup dibandingkan dengan orang yang sudah mati.” 49 Masih banyak hadist yang memuat keutamaan metode dzikir Nabi, bahkan oleh para ahli medis hal itu telah diakui efektivitasnya dalam upaya penyembuhan jiwa. Do’a dan dzikir diyakini mengandung unsur terapi yang dalam. Selain itu dikatakan bahwa do’a dan dzikir merupakan energi rohani yang bisa membangkitkan rasa percaya diri. Dari sini, kemudian muncul optimisme terhadap kegiatan penyembuhan, dua rasa optimisme dan rasa percaya diri dinilai sebagai salah satu cara efektif untuk memperkuat daya tahan tubuh manusia. 50 Peneliti mengungkapkan bahwa, do’a dan dzikir dapat menghilangkan hawa nafsu, karena dengan do’a dan dzikir itu akan menjadikan seseorang dapat mengontrol dirinya sendiri secara optimal, sehingga dirinya selalu berhati sejuk, tidak emosional, dan tenang dalam menghadapi segala permasalahan hidupnya. Dzikir juga bermanfaat sebagai pembersih hati, jika manusia mengingat Allah SWT dalam keadaan apapun dan menyadari dirinya di hadapan dzat yang Maha suci, tentu akan menahan diri dari masalah-masalah yang tidak sesuai dengan keridhaanNya, dan mengendalikan diri agar tidak bersikap durhaka. Dengan melihat berbagai permasalahan hidup yang dihadapi oleh setiap manusia ada 5 upaya dalam mengoptimalkan mendekatkan diri kepada Allah yaitu: 49 Al- Mundziri, At-Targib wa at Tarhib, juz III, Al Islamiyah, h. 59 50 Dadang Hawari, Manajemen stress, Cemas dan Depresi, Jakarta: fak Kedoteran UI, 2001, h. 158 6 7 GAMBAR 1 Tahap Mendekatkan Diri kepada Allah SWT A. Mengenal Allah lebih dekat lagi melalui nama-nama dan sifatNya. Allah secara kasat mata tidak bisa kita lihat dan tidak bisa kita raba. Jalan satu- satunya untuk mengenal Allah adalah dengan cara diberi tahu oleh Allah siapa Dia. Allah memperkenalkan siapa dirinya melalui Asma-Nya dan melalui serangkaian informasi yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, Allah SWT memperkenalkan diriNya melalui seluruh ciptaanNya. B. Memohon Dengan do’a kita memohon segala kebutuhan kita kepada Allah SWT, Allah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. 8 C. Mengadukan Kita dapat mengadukan segala keluh kesah dan penderitaan karena Dia begitu lembut dengan sifatNya. D. Meminta perlindungan Dari segla kekhawtiran dan bahaya. E. Belajar meneladani Yaitu dengan cara belajar dari sifat-sifatNya yang mulia dan berakhlak mulia serta meneladani karakter-Nya yang terpuji. 51

4. Manfaat Do’a dan Dzikir

Bila dicermati lebih jauh, do’a atau dzikir mempunyai manfaat yang luar biasa dalam pembentukan mental dan spiritual seseorang dalam menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi. Allah SWT tidak lantas kecewa bila hamba-Nya tidak mau memohon pertolongan atas penderitaan hidupnya. Semua manfaat dzikir dan do’a akan kembali kepada hambanya, diantaranya: a Manusia membutuhkan sandaran dan tempat mengadu. Ketika manusia berputus asa, merasa tidak ada lagi yang menolongnya, maka ia akan mencari tempat mengadu, mencari tempat sandaran, tempat yang mampu memberikannya kekuatan untuk bangkit dari keputusan dan keterpurukan serta 51 Muhammad Syafii A, Sukses Besar dengan Intervensi Allah Jakarta: Tazkiya Publishing, 2008, h.2 9 untuk memulai hidup baru setelah apa yang ia miliki selama ini hancur porak poranda. b Do’a disini berfungsi untuk menguatkan kembali jiwa yang hancur dengan mencari tempat pengaduan yang hakiki, yakni kepada Allah SWT. Bila seseorang tidak mendapatkan tempat untuk mengadu, maka ia akan semakin terpuruk. Sehingga mengakibatkan depresi, stress, bahkan sakit jiwa yang merupakan kasus-kasus yang muncul akibat keputusasaan dan tidak mendapatkan tempat mengadu yang semestinya. c Do’a tidak sekedar memohon pertolongan ketika mengalami musibah atau kesulitan hidup. Do’a juga dimaksudkan sebagai sarana memohon kepada Allah untuk meningkatkan kualitas diri, sehingga dapat melakukan segala tugas yang dipikulnya dengan baik dan benar. Do’a disini berfungsi sebagai tempat memohon rahmat dan karunia kepada Allah agar perjalanan hidupnya senantiasa dalam naungan-Nya. Dengan demikian, ia akan tetap semangat dalam mengarungi kehidupannya tanpa takut akan rintangan yang menghalang karena Allah SWT senantiasa bersamannya. d Secara fitrah, seseorang ingin senantiasa sukses dan berhasil di dalam hidupnya. Ia ingin apa yang ia rencanakan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Ia butuh kekuatan yang mampu melindunginya dari segala yang dapat merusak cita- : ; citanya. Disini do’a diperlukan sebagai sarana untuk memohon perlindungan dari aral dan mara bahayanya tersebut. Peran do’a sangat besar sebagai bentuk permohonan perlindungan kepada sang Maha Melindungi dan Maha mengetahui, Allah SWT. Dengan do’a Allah akan memberikan jalan keluar dan pertolongan kepadanya terhadap segala problema kehidupan. 52 Dengan demikian berdo’a dan berdzikir merupakan sarana untuk memotivasi diri agar terus bangkit dari masalah yang di hadapi dan akan lebih mampu untuk mengatasi stres yang sedang dialami. Bagi seorang muslim berdo’a dan berdzikir kepada Allah SWT dapat menjadi obat penawar bagi segala jenis penyakit mental, dengan menenangkan dan mententramkan pikiran maupun hati yang sedang kacau termasuk stres itu sendiri. Jika seseorang berdo’a dan berdzikir kepada Allah SWT, maka seseorang itu akan merasakan bahwa ia dekat dengan Allah SWT, dengan demikian seseorang tersebut akan timbul perasaan dalam dirinya tenang, tentram, dan bahagia. 52 Muhammad Syafii A, Sukses Besar dengan Intervensi Allah, h.17-19 4

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian pada skripsi ini adalah jenis pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. 1 Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor yang dikutip oleh Lexy J Melong yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 2 Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Untuk itu peneliti harus turun ke lapangan dan berada disana dalam waktu yang cukup lama. 3 Adapun desain dalam penelitian ini dengan menggunakan desain deskriftif, yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam- dalamnya melalui pengumpulan data. Oleh karena itu dalam penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan fakta–fakta yang ada di lapangan, dan mendeskripsikan bagaimana dalam melaksanakan bimbingan rohani islam 1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Pt.Bina Aksara, 1989, cet-ke 6, h. 195. 2 Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007, h. 4 3 Nasution 1992 . Metode Penelitian Narutalistik Kualitatif, Bandung : Transitto, 1992, h 5