Pemahaman Label Halal Pemahaman Label Halal

6. Pondok Pesantren

a. Pengertian Pondok Pesantren

Pesantren menurut kamus besar bahasa Indonesia berati, “asrama tempat santri atau tempat murid- murid belajar mengaji.” Akar kata pesantren berasal dari kata “santri” mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” , yang berarti tempat para santri menuntut ilmu. Dalam pemakaian bahasa modern, santri memiliki arti sempit dan arti luas. Dalam pengertian sempit, santri adalah seorang pelajar sekolah agama, sedangkan pengertian yang lebih luas dan umum, santri mengacu pada seorang anggota bagian penduduk jawa yang menganut Islam dengan sungguh-sungguh, rajin shalat, pergi ke masjid pada hari jum’at dan sebagainya. Setidaknya ditemukan empat teori tentang asal kata santri, yaitu adaptasi dari bahasa Sansekerta, Jawa, Tamil, dan India. Abu Hamid menganggap bahwa perkataan pesantren barasal dari bahasa Sansekerta yang memperoleh wujud dan pengertian tersendiri dalam Bahasa Indonesia. Ia berasal dari kata sant yang berarti orang baik dan disambung dengan kata tra yang berarti menolong. Jadi santra orang baik yang suka menolong. Sedangkan pesantren berati tempat untuk membina manusia menjadi orang baik Ali Anwar, 2011: 22. Secara umum pesantren diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Istilah lain yang selalu disebut berpasangan dengan pesantren adalah pondok. Secara terminologis, pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Perlu dijelaskan bahwa pengertian “tradisional” dalam definisi ini bukan berati kolot dan ketinggalan zaman, tetapi menunjuk pada pengertian bahwa lembaga ini telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu Muljono Damopolii, 2011: 56. Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang dikenal dengan sebutan kiai Mulyono Damopolii, 2011: 67.

b. Sejarah Pondok Pesantren

Sebagai institusi pendidikan Islam yang dinilai paling tua, pesantren memiliki akar transmisi sejarah yang jelas. Orang yang pertama kali mendirikannya dapat dilacak meskipun ada sedikit perbedaan pemahaman. Dikalangan ahli sejarah terdapat perselisihan pendapat dalam menyebytkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrohim, yang dikenal dengan Syaikh Maghribi, dari Gujarat, India, sebagia pendiripencipta pondok pesantren pertama di Jawa. Muh. Said dan Junimar Affan menyebut Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya. Bahkan Kiai Machrus Aly menginformasikan bahwa disamping Sunan Ampel Raden Rahmat Surabaya, ada ulama yang menganggap ulama Sunan Gunung Jati Syaikh Syarif Hidayatullah di Cirebon sebagai pendiri pesantren pertama. Data-data historis tentang bentuk institusi, materi, metode maupun secara umum sistem pendidikan pesantren yang dibangun Syaikh Maghribi tersebut sulit ditemukan hingga sekarang. Tidaklah layak untuk segera menerima kebenaran informasi tersebut tanpa verifikasi yang cermat. Namun secara esensial dapat diyakinkan bahwa wali yang berasal dari Gujarat ini memang telah mendirikan pesantren di Jawa sebelum wali lainnya. Menurut S.M.N. Al-Attas, Maulana Malik Ibrahim itu oleh kebanyakan ahli sejarah dikenal sebagai penyebar pertama Islam di Jawa yang mengislamkan wilayah-wilayah pesisir utara Jawa, bahkan berkali-kali mencoba menyadarkan raja Hindu-Budha Majapahit, Vikramavardhana berkuasa 788-8331386-1429 agar sudi masuk Islam. Sementara itu diidentifikasi bahwa pesantren mulai eksis sejak munculnya masyarakat Islam di Nusantara. Akan tetapi mengingat pesantren yang dirintis Maulana Malik Ibrahim itu belum jelas sistemnya, maka keberadaan pesantrennya itu masih dianggap spekulatif dan diragukan. Berbeda dengan Syaikh maulana Malik Ibrahim sebagai penyebar dan pembuka jalan masuknya Islamdi tanah Jawa, putranya, Raden Rahmat Sunan Ampel tinggal melanjutkan misi suci perjuangan

Dokumen yang terkait

Pengaturan Penggunaan Dan Pengawasan Label Halal Terhadap Produk Makanan Perspektif Perlindungan Konsumen

0 51 111

Pengaruh Media Massa terhadap Niat Konsumen Membeli Produk Berlabel Halal, Proceedings Forum Manajemen Indonesia 6: Entrepreneurial Management

0 5 40

Pengaruh Label Halal Terhadap Brand Switching Produk Kosmetik Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Konsumen Mengkonsumsi Produk Kosmetik Berlabel Halal. Studi Kasus : Karyawati Gedung Graha Menara Hijau, Jakarta Selatan

2 12 52

PENGARUH LABEL HALAL DAN LABEL KEMASAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK MIE SEDAAP Pengaruh Label Halal Dan Label Kemasan Terhadap Keputusan Pembelian Produk Mie Sedaap Di 4 Kabupaten Kota Kabupaten Sukoharjo.

0 1 13

PENGARUH LABEL HALAL DAN LABEL KEMASAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK MIE SEDAAP Pengaruh Label Halal Dan Label Kemasan Terhadap Keputusan Pembelian Produk Mie Sedaap Di 4 Kabupaten Kota Kabupaten Sukoharjo.

1 1 16

PENGARUH LABEL HALAL PADA PRODUK DALAM KEMASAN DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN

2 15 130

PENTINGKAH LABEL HALAL? PENGARUHINTERAKSI LABEL HALAL DENGAN NAMA MEREK PADA SIKAP DAN NIAT BELI KONSUMEN.

0 1 16

PENGARUH RELIGIUSITAS, NORMA SUBYEKTIF DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL TERHADAP NIAT MEMBELI PRODUK MAKANAN RINGAN BERLABEL HALAL (STUDI PADA MAHASISWA MUSLIM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA).

3 8 202

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, FAKTOR SOSIAL, FAKTOR INFORMASI DAN SIKAP TERHADAP NIAT (INTENSI) MEMBELI MAKANAN BERLABEL HALAL LPPOM-MUI PADA MAHASISWA NON MUSLIM DI UNY.

0 0 172

PENGARUH SERTIFIKASI HALAL, KESADARAN HALAL, DAN BAHAN M AKANAN TERHADAP MINAT BELI PRODUK MAKANAN HALAL (STUDI PADA MAHASISWA MUSLIM DI YOGYAKARTA).

5 29 115