Terapan Ketiga Sistem Religi pada Masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar Hari-hari Raya dan Upacara Orang Tionghoa di Pematangsiantar

Gambar 4.1: Peta Wilayah Persebaran Agama Buddha di Dunia Sumber: https:id.wikipedia.orgwikiAgama_Buddha

4.2 Terapan Ketiga Sistem Religi pada Masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar

Orang-orang Tionghoa yang menganut sistem religi Konghucu, Tao, dan Budha di Kota Pematangsiantar, secara dasar mengacu kepada sistem religi yang ada di era China Kuno. Ketiga-tiga umat yang menganut sistem religi yang telah diuraikan di atas, yaitu Tao Dao, Konghucu, dan Buddha dalam konteks berkomunikasi, terutama untuk bertanya kepada Tuhan, Dewa, roh leluhur, atau makhluk gaib selalu menggunakan puak poi sebagai “media.” Hal ini menarik bahwa ketiga sistem religi tersebut pada prinsipnya memeliki persamaan dalam memandang alam ini, yaitu selain adanya dunia kasat Universitas Sumatera Utara mata, tumbuhan, hewan, dan manusia, masih ada lagi Dewa dan Dewi, roh leluhur, makhluk gaib, dan tentu saja Tuhan itu sendiri. Dalam membina komunikasi denganNya, manusia dapat menggunakan artefak religi yang disebut dengan puak poi. Demikian pula yang terjadi di dalam masyarakat Tionghoa beragama Buddha dan Konghucu bersama Tao di Pematangsiantar.

4.3 Hari-hari Raya dan Upacara Orang Tionghoa di Pematangsiantar

Hari raya dan upacara bagi masyarakat Tionghoa telah menjadi adat kebiasaan secara turun temurun. Dalam setahun, yang teramai adalah upacara Imlek di bulan satu China. Di samping itu hari raya yang disertai upacara lainnya adalah chang beng di bulan ketiga, tuan yang ciek di bulan kelima, chit guek pua di bulan ketujuh, tiong chiu di bulan kedelapan, dan tang cek di bulan kesebelas. Dalam konteks menentukan hari-hari raya ini baik secara kultural maupun religi, masyarakat Tionghoa menggunakan sistem penanggalan yang berdasarkan kepada sistem penanggalan China. Dalam sub bab ini dideskripsikan beberapa hari raya dan upacara yang lazim dilakukan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di Kota Pematangsiantar. Yang pertama adalah hari raya dan upacara Cheng Beng adalah hari untuk berziarah atau berkunjung ke kuburan orang tua ataupun leluhur. Orang-orang Tionghoa ini kemudian membersihkan kuburan orang tua dan leleuhurnya dan melakukan sembahyang paisin supaya arwah si meninggal mendapatkan kebebasan dari siksaan. Bagi orang-orang Tionghoa yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih dari orang kebanyakan, biasanya mereka meminta bantuan bhiksu bikhu untuk melaksanakan upacara sembahyang paisin untuk kebebasan para roh-roh leluhur di Alam Baka sana. Universitas Sumatera Utara Di antara orang-orang Tionghoa tersebut, ada pula yang mengambil kesempatan pada bulan tiga ini untuk melakukan upacara mengambil dan membersihkan tulang belulang si meninggal untuk dipindahkan ke tempat lain. 3 Dalam melaksanakannya pemindahan tersebut, terlebih dahulu harus dipasang tenda supaya kerangka tidak menghadap ke langit. Setelah itu satu persatu dari tulang belulang tersebut dibersihkan dan dicuci dengan samsu putih, kemudian dikeringkan dan disusun dengan rapi lalu dimasukkan ke dalam king ang guci. Kemudian dikuburkan kembali ke tempat yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melaksanakan pemindahan tersebut harus dimintakan bantuan bhiksu untuk mencari hari waktu yang baik. Makna kultural dan religius dari pemindahan tulang belulang leluhur ini adalah meningkatkan keberadaan tempat tinggal rohnya. Juga menghormati leluhurnya. Selain itu juga sebagai pertanda bahwa keturunannya telah mempunyai rezeki yang lebih baik dari masa sebelumnya. Pada umumnya masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar, menurut pengamatan penulis pada hari raya Cheng Beng ini banyak yang mengunjungi keluarganya di Pulau Pinang, Penang, Malaysia. Mereka datang beramai-ramai ke sana yang dipandang sebagai kampung halaman mereka juga. Mereka umumnya 3 Upacara pemindahan tulang-tulang mayat dari satu kubur ke kubur baru yang dipandang lebih baik dari sudut tempat kubur, kualitas kubur, atau tahapan religius yang harus dilakukan, tampaknya menjadi sebuah fenomena konsep sistem religi dan kebudayaan di seluruh dunia. Seperti terurai di atas, orang-orang Tionghoa juga selalu melakukan pemindahan tulang belulang leluhurnya terutama pada masa hari raya Cheng Beng ini. Demikian pula dalam kebudayaan Batak Toba, mereka sejak awal melakukabn pemindahan tulang belulang para leluhurnya dari kuburan lama ke kuburan baru. Peristiwa seperti ini disebut dengan mangongkal holi [baca: ma.ngok.kal ho.li]. Sampai sekarang walaupun masyarakat Batak Toba sebahagian besar telah menganut agama Kristen Protestan dan Katolik, mereka juga melakukan upacar mangongkal holi ini. Demikian pula masyarakat Karo di Sumatera Utara juga melakukan upacara yang sedemikian rupa ini. Mereka menyebutnya dengan ngampeken tulan-tulan [ngam.pé.kén tu.lan-tu.lan]. Demikian pula yang terjadi di dalam kebudayaan masyarakat Toraja di Sulawesi, dan berbagai kelompok etnik di Nusantara ini atau dunia secara umum. Universitas Sumatera Utara pergi dan kembali dari Penang dengan menggunakan pesawat udara dari Bandara Kualanamu Medan, dengan menumpang pesawat-pesawat komersial seperti Air Asia, Lion Air, dan Malaysia Airlines System MAS. Kemudian hari raya dan upacara yang kedua adalah Tuan Yang, hari tuan yang yang dilaksanakan pada bulan kelima ini adalah hari makan bak cang. Ini dilaksanakan untuk memperingati seorang penyair dari China yang bernama Chi Yen. Menurut sejarah China kuno, pada zaman perang tahun 403 sebelum Masehi pada masa pemerintahan Raja Cou hiduplah seorang penyair bernama Chi Yen. Beliau adalah seorang yang sangat dihormati dalam kalangan rakyat karena sangat menjunjung tinggi raja dan negara. Akibatnya raja sendiri merasa terancam kedudukannya kemudian mengusir beliau keluar dari kerajaan. Walau demikian, Chi Yen tidak merasa putus asa, berikutnya beliau membuat syair-syair yang ditujukan kepada raja dengan menyatakan bahwa beliau tidak merasa bersalah. Sang raja tidak memperdulikan hal tersebut, sehingga akhirnya Chi Yen putus asa dan melakukan bunuh diri, dengan cara mengikatkan sebuah batu besar pada tubuhnya kemudian terjun ke sungai Yang Lo. Rakyat yang mengetahui hal tersebut kemudian membuat kue yang terbuat dari tepung terigu yang dalamnya diisi dengan daging babi, lembu, atau kerbau. Kue ini disebut dengan bak cang. Kemudian dilemparkan ke sungai agar binatang-binatang yang ada dalam sungai tersebut tidak memakan tubuh Chi Yen melainkan memakan bak cang tersebut. Sebahagian dari bak cang tersebut dimakan oleh mereka. Orang-orang Tionghoa juga membuat perahu dengan lambang kepala naga dan membawa genderang yang disebut ku. Selepas itu, sesampainya mereka di sungai, mereka bolak-balik mengendarai perahu tersebut dan memukulkan genderang agar setan kui yang ada dalam sungai tersebut jangan mendekati mayat Chi Yen yang tidak Universitas Sumatera Utara dapat mereka temukan. Maknanya secara budaya adalah mereka berusaha agar mayat Chi Yen sebagai pahlawan, tidak ditemukan oleh raja yang haus kekuasaan tersebut, melalui pertolongan setan sehingga selamat menuju alam rohnya, dengan keadaan jasad yang tak kurang sesuatu apapun. Biasanya setiap tahun tepat pada bulan kelima hari tersebut diperingati dan diadakan perlombaan perahu berbentuk naga. Namun pada umumnya masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar hanya memperingatinya dengan acara memakan bak cang saja. Memakan bak cang ini berarti memperingati kepahlawanan Chi Yen. Hari raya dan upacara berikutnya, yang ketiga, adalah Chit Guek Pua. Dalam sistem kosmologi dan folklor China konon bulan tujuh adalah merupakan hari kegelapan bagi masyarakat Tionghoa. Hari pertama bulan tujuh adalah merupakan hari pembukaan pintu neraka, yang menurut mereka adalah dibebaskannya arwah-arwah untuk berjalan-jalan ke dunia fana. Pada hari tersebut, masyarakat Tionghoa yang beragama Buddha dan Konghucu atau juga Dao biasanya di kelenteng-kelenteng membuat lampion yang ditempatkan di atas bambu yang tinggi, yang bertujuan untuk memanggil dan mengumpulkan arwah- arwah. Kemudian bhiksu membacakan kitab suci untuk menolong arwah-arwah tersebut supaya mereka dapat pulang ke surga. Sampai kemudian pada hari yang kelima belas chit guek pua adalah merupakan hari pulangnya arwah-arwah yang bergentayangan tersebut. Pada setiap rumah penghuninya harus membuat sesajian berupa buah-buahan seperti: jeruk, nenas, pisang, apel, dan sejenisnya untuk menyatakan perpisahan. Hari ketiga puluh merupakan hari penutupan pintu neraka. Bagi arwah yang belum dapat pulang ke surga thien tong, maka harus pulang kembali ke Universitas Sumatera Utara neraka te qek. Lampion yang dipasang di kelenteng harus diturunkan. Ini disebut dengan sia teng kha mengucapkan terima kasih. Selanjutnya adalah hari raya dan upacara Tiong Chiu, yang dilaksanakan pada setiap bulan delapan hari kelima belas pada saat bulan purnama. Pada hari tersebut di setiap rumah disediakan kue yang bernama tiong chiu pia yang dimaksudkan untuk menyembah Dewi Bulan. Anak-anak menyalakan lampion yang dibentuk dalam rupa binatang seperti ayam, kelinci, naga, dan sebagainya. Pada malam itu merupakan suatu peringatan bagi rakyat China yaitu pada zaman dahulu, sekitar tahun 206 Sebelum Masehi, Negeri China diserang oleh Mongolia 4 4 Mongolia bahasa Mongol: Монгол Улс adalah sebuah negara yang terkurung daratan di Asia Timur; berbatasan dengan Rusia di sebelah utara, dan Republik Rakyat Tiongkok di selatan. Mongolia merupakan pusat Kekaisaran Mongol pada abad ke-13, tetapi dikuasai oleh Dinasti Qing sejak akhir abad ke-17 hingga sebuah pemerintah merdeka dibentuk dengan bantuan Uni Soviet pada 1921. Namun demikian, kemerdekaan Mongolia tidak diakui China sampai tahun 1949. Setelah Partai Komunis menguasai China daratan, China akhirnya mengakui kemerdekaan Mongolia. Setelah keruntuhan Uni Soviet, Mongolia menganut aliran demokrasi. Sebahagian besar wilayah Mongolia memiliki tanah yang gersang, kebanyakan wilayah berupa padang rumput dengan pegunungan di bagian barat dan utara dan Gurun Gobi di selatan. Mayoritas penduduknya beretnik Mongol yang menganut agama Buddha Tibet Lamaistik dengan kehidupan nomaden. Sejarahnya sebagai berikut. a Periode Bangsa Hunnu, bangsa ini menjadi terkenal di bawah kepemimpinan Modun Khaan dari Dinasti Tiongkok yang mengontrol jalur perdagangan di daerah Turkistan. Kemudian kehancuran menimpa peradaban Hunnu bersamaan dengan kehancuran dinasti Hundi Tiongkok. b Periode Bangsa Cian-bi. penduduk bangsa Hunnu bergabung ke wilayah bangsa Cian-bi 136-181 Masehi. Cian-bi menjadi bangsa yang kuat dan memperluas wilayah dan membagi tiga bagian hingga ke timur sampai ke Korea di bawah kepemimpinan Tanishikuai. Sampai era kepemimpinan Kabinen, bangsa Cian-bi mengalami banyak perebutan wilayah. Tahun 235, Kabinen tewas dan bangsa Cian-bi mengalami kehancuran. c Periode Bangsa Jujan, yang dibangun oleh penduduk sisa bangsa Cian-bi, bangsa Jujan yang berpusat di pegunungan Khangai berkembang pada abad ke-5. d Periode Bangsa Tukish, yang dibangun dari pecahan Kerajaan Jujan memperluas wilayahnya hingga ke semenanjung Korea dan Tiongkok. Penduduk dari bangsa Uyghur ikut bergabung pada 745 M. Bangsa Tukish menjadi bangsa yang kuat di Mongolia. e Periode Bangsa Uighur yang lahir dari bagian bangsa Tukish. Pada periode 745 M, Uighur mengontrol jalur perdagangan dari China hingga ke kawasan timur Asia. f Periode Bangsa Kitan, abad X-XII, Mongolia dikuasai Kitan yang berpusat di Sungai Liao, pegunungan Khyangan dan menguasai wilayah Mongolia pada tahun 924 Masehi. Pada 936 M, bangsa Kitan menguasai wilayah Bahain dan 16 wilayah Tiongkok utara. Tahun 1120, bangsa Kitan hancur. g Periode Mongol, abad XII, Mongolia dikuasai oleh Kerajaan Mongol yang menduduki tiga sungai dan pegunungan Altai hingga sungai Selenge. Kerajaan ini dipimpin oleh Khabula Khaan Kubilai Khan. Cucunya yang bernama Yesugei mendirikan Kerajaan Mongol Khanlig. Yesudei wafat tahun 1170 dan Kerajaan Mongol terbagi menjadi beberapa bagian. Anaknya yang bernama Temujin menguasai tampuk kepemimpinan Mongol. Dalam masa kepemimpinannya, Kerajaan Mongol Khanlig menjadi bagian negara yang disegani. negeri tetangga China. Setiap hari rakyat China disiksa oleh pasukan Mongolia terkenal di abad ke-13 di bawah kepemimpinan Genghis Khan karena berhasil menaklukkan berbagai kerajaan di Eurasia. Setelah kematian Genghis Khan, Mongolia dibagi Universitas Sumatera Utara Mongolia tersebut. Bangsa Mongolia mengeluarkan peraturan bahwa pada setiap rumah tangga hanya boleh menggunakan sebuah pisau belati untuk keperluan sehari-hari. Apabila kedapatan memiliki lebuh dari yang ditentukan maka sekeluarga akan dipacung di depan umum. Akhirnya rakyat China bangkit melawan pemerintahan Mongolia dipelopori oleh tokoh-tokoh yang tidak dikenal. Mereka mengadakan pemberontakan dengan jalan menyelipkan surat ke dalam kue Tiong Chiu yang berisikan tulisan China yang artinya kira-kira sebagai berikut: “ Mulai dari saat ini diharapkan pada seluruh rakyat untuk membuat senjata tajam dan tepat pada tanggal 15 bulan delapan jam 24.00 tepat pada saat kentongan dibunyikan maka secara serentak harus menyerang ke tempat kediaman bangsa Mongolia yang ditandai dengan adanya lampion yang digantungkan di depan rumah. Pada malam itu juga, mereka berhasil mengusir penjajah Mongolia tersebut. Oleh karena itulah maka pada setiap tahun diperingati dan juga sebagai ucapan terima kasih kepada dewi bulan yang telah melindungi mereka dari para penjajah. Berikutnya adalah hari raya dan upacara Tang Cek, biasanya dilaksanakan pada setiap bulan sebelas. Tang berarti musim salju, cek adalah tiba. Hari Tang Cek berarti musim salju telah tiba. Setiap penghuni rumah harus membuat yi cenil, yang terbuat dari tepung tapioka, dimasak dan dicampur dengan air gula dan jahe secukupnya. Yi sendiri melambangkan bahwa umur seseorang telah menjadi beberapa negara bagian yang kuat dan terpecah pada abad ke-14. Semua negara bagian kemudian bersatu kembali ke Mongolia awal dan berada di bawah pemerintahan Tiongkok. Pada 1921, atas bantuan Uni Soviet telah bubar, Mongolia merdeka dari Tiongkok. Sebuah pemerintahan komunis dibentuk pada 1924. Pada era 1990-an, Partai Revolusioner Rakyat Mongolia MPRP mengalahkan Koalisi Uni Demokratik DUC. Ini merupakan kumpulan dari berbagai partai beraliran demokratis. Koalisi DUC mengalahkan MPRP pada pemilu tahun 1996. Pada Pemilu tahun 2000, parlemen Mongolia dikuasai oleh MPRP. Pada pemilu 2004, DUC dan MPRP membentuk koalisi pemerintahan. Pada 11 Januari 2005, sepuluh menteri di pemerintahan koliasi mengundurkan diri dan dalam kondisi krisis. Ada 18 menteri di dalam pemerintahan koalisi antara MPRP yang sebelumnya bernama Partai Komunis dan Partai Demokratik yang merupakan payung politik mantan Perdana Menteri Tsakhia Elbegdorj. Partai Demokratik hanya mempunyai 25 anggota di parlemen disunting dari wikipedia.org. Universitas Sumatera Utara bertambah satu tahun walaupun tanggal satu atau Hari Raya Imlek belum tiba. Perayaan Tang Cek ini, adalah sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas bertambahnya usia.

4.4 Penghormatan Leluhur