Lingkungan Kerja Perawat Lingkungan Kerja

Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat memengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja. Yang dibahas dalam penelitian ini adalah lingkungan non fisik yang menurut Sedarmayanti 2001 adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan pekerjaan, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan Menurut Nitisemito 2000, perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.

2.1.2. Lingkungan Kerja Perawat

Lingkungan kerja praktik keperawatan professional didefinisikan sebagai karakteristik organisasi yang memfasilitasi terciptanya situasi kerja untuk mendorong adanya praktik keperawatan profesional dengan melakukan pemberdayaan perawat melalui pemberian otonomi, akuntabilitas dan kontrol terhadap lingkungan kerja ketika memberikan asuhan keperawatan serta adanya kolaborasi antara perawat dengan dokter Aiken dan Patrician, 2000: Lake, 2002. Universitas Sumatera Utara Menciptakan lingkungan praktik profesional merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, perawat dan organisasi keperawatan, perawat bertanggung jawab berperan serta dalam menciptakan dan mempertahankan lingkungan praktik yang dapat meningkatkan pemberian asuhan yang aman. Oleh karena itu diperlukan tanggung jawab tiap individu perawat untuk bekerja secara profesional dan akuntabel Registered Nurses Association of British Colombia, 2005. Lake 2002 dalam penelitian merekomendasikan lima sub skala dari Nursing Work Index NWI yang dapat digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan praktik keperawatan dan outcome pasien Kelima sub skala tersebut meliputi : 1 partisipasi perawat dalam kegiatan rumah sakit, 2 dasar keperawatan untuk asuhan berkualitas, 3 kemampuan menajer keperawatan, kepemimpinan dan dukungan terhadap perawat, 4 kepegawaian dan sumber yang adekuat dan 5 hubungan kolegial antara dokter dan perawat. Dimensi lingkungan kerja berkualitas menurut Lowe 2002, meliputi : 1 kepemimpinan dan manajemen dengan indikator meliputi kepemimpinan, penghargaan dan penghormatan terhadap manajemen dan tenaga kesehatan serta partisipasi perawat dalam pembuatan keputusan: 2 kendali terhadap beban kerja dengan indikator meliputi jam lembur, pemanfaatan staf purna waktu, paruh waktu dan pengganti sementara: rasio perawat dan pasien kompetensi yang harus dimiliki, 3 kendali terhadap praktik dengan indikator perawat memiliki otonomi terhadap praktiknya 4 sumber yang memadai untuk terlaksananya praktik keperawatan profesional dengan indikator adanya peluang untuk pengembangan profesional Universitas Sumatera Utara melalui pelatihan atau seminar dan tersedianya peralatan untuk praktik keperawatan berkualitas. Kondisi kerja yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup dalam bekerja yang berdampak pada produktivitas kerja tenaga kesehatan profesional yang baik pula Currie, 2005. Sedangkan menurut Thoha 2003, perilaku individu dalam organisasi yaitu pelaksanaan praktik keperawatan dipengaruhi oleh faktor karakteristik organisasi yang merupakan suatu lingkungan bagi perawat. Berdasarkan teori-teori tentang lingkungan kerja perawat lingkungan non fisik yang sub variabelnya meliputi 1 kepemimpinan dan manajemen : 2 kendali terhadap beban kerja: 3 kendali terhadap praktik: 4 sumber yang memadai untuk melakukan pelayanan keperawatan profesional. Dibawah ini akan diuraikan masing- masing sub variabel yang diteliti tersebut yaitu: 1 Kepemimpinan dan Manajemen Keberhasilan tujuan organisasi, pemimpin atau manajer dapat tercapai dengan cara melakukan fungsi manajemen dan kepemimpinan. Pemimpin tidak dapat hanya melakukan fungsi manajemen saja tetapi pemimpin juga harus memadukan manajemen dan kepemimpinan. Adapun fungsi manajemen menurut Fayol, 1985 dalam Marquis dan Huston, 2000 adalah perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, pengarahan, dan pengawasan. Walaupun manajer seringkali memodifikasi fungsi-fungsi manajemen tersebut, namun pada dasarnya fungsi tersebut dipandang sebagai proses manajemen. Adapun fungsi-fungsi proses Universitas Sumatera Utara manajemen bila dikaitkan dengan keperawatan yang dikutip dari Marquis dan Huston 2000 adalah seperti berikut ini: a Perencanaan dimulai, dengan menetapkan filosofi, tujuan, sasaran, kebijakan, prosedur, dan peraturan-peraturan di setiap unit, membuat perencanaan jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi penetapan biaya-biaya untuk setiap kegiatan, serta merencanakan dan mengelola rencana perubahan. b Pengorganisasian, meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan metode asuhan keperawatan klien yang paling tepat, dan mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit fungsi lainnya adalah melakukan peran dan fungsi struktur organisasi dan menggunakan power serta wewenang dengan tepat. c Pengaturan staf, dimulai dari melakukan rekrutmen, wawancara, memilih dan melakukan orientasi karyawan baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi karyawan. d Pengarahan, kadang-kadang meliputi beberapa fungsi pengaturan staf. Fungsi ini mencakupi tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti memotivasi, mengelola konflik, delegasi, komunikasi, dan memfasilitasi kolaborasi. e Pengawasan, meliputi penampilan kerja, pengawasan mutu, pengawasan etik dan legal, dan pengawasan profesional dan kolegial. Universitas Sumatera Utara Kepemimpinan efektif diartikan sebagai pencapaian tujuan oleh pemimpin dan pengikutnya Tappen, 1998. Efektivitas kepemimpinan berarti tujuan pemimpin dan pengikutnya menjadi menyatu, sehingga tercipta kesatuan dalam mencapai tujuan secara penuh. Pemimpin memegang peranan yang penting dalam membantu kelompok, organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Kemampuan kepemimpinan serta keterampilan mengarahkan merupakan faktor penting dalam efektivitas kepemimpinan organisasi yang sukses, memiliki sebuah ciri utamanya yaitu kepemimpinan yang dinamis, dan efektif. Kepemimpinan juga merupakan kebulatan tekad, mimpi-mimpi, inovasi dan kharisma Sedangkan menurut Marquis dan Huston 2000, kepemimpinan dilaksanakan oleh seseorang yang mempunyai beberapa fungsi manajemen, dengan kata lain kepemimpinan keterampilan yang lebih kompleks dan manajemen hanyalah satu peran dari kepemimpinan. Marquis dan Huston dalam Tappen, 1998, mengemukakan bahwa kepemimpinan masalah yang sangat penting dalam manajemen, bahkan dinilai bahwa kepemimpinan merupakan inti manajemen. Tappen 1998, mengemukakan bahwa semua pemimpin adalah manajer, akan tetapi tidak sama dengan seorang manajer menjadi seorang pemimpin. Jika manajer membimbing, mengarahkan, memotivasi dan memimpin dengan memberdayakan orang lain, maka dapat dikatakan setiap manajer adalah pemimpin. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah strategi untuk melakukan sesuatu melalui orang lain dengan menggunakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengkomandoan, pengkoordinasian, dan pengawasan. Sedangkan Universitas Sumatera Utara kepemimpinan adalah proses memengaruhi seseorang terhadap orang lain untuk mencapai visinya. Manajer biasanya menggunakan kekuatan yang melekat pada jabatannya organisasi untuk memimpin orang. Sedangkan seorang pemimpin biasanya memengaruhi orang lain dengan gaya dan keahliannya memimpin tanpa mengandalkan kekuasaan. Swanburg 1999, mengemukakan bahwa dalam keperawatan, manajemen berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian aktivitas-aktivitas keperawatan pada unit atau departemen keperawatan. Sedangkan Gillies 1996, mengemukakan bahwa manajemen keperawatan adalah pengelolaan keperawatan dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengawasi sumber daya maupun sumber dana, sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif pada klien, keluarga dan masyarakat. Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh manajer keperawatan. Douglas 1992, menyatakan bahwa manajer keperawatan dibagi dalam tiga tingkat, yaitu 1 manajer puncak kabid keperawatan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan, fasilitas, dan pelayanan keperawatan, 2 manajer menengah supervisorkoordinator bertanggung jawab mengarahkan aktivitas kepala ruangan dan bertanggung jawab kepada direktur keperawatan atas semua kepala ruangan yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya, 3 manajer bawah kepala ruanganketua tim atau perawat primer bertanggung jawab terhadap manajemen asuhan yang diberikan kepada klien. Universitas Sumatera Utara Setiap perawat yang berperan sebagai pemimpin dan manajer pada beberapa tingkatan dan peran keperawatan, memerlukan kemampuan kepemimpinan dan keterampilan manajemen. Sebagai pemimpin dan manajer, dia harus mempunyai visi dan misi organisasi. Manajer yang efektif dalam keperawatan tidak dapat hanya menekankan peran dan fungsinya pada salah satu peran saja, akan tetapi mengkombinasikan kedua peran tersebut dengan meningkatkan dan mengembangkan keterampilan dalam kepemimpinan dan fungsi-fungsi manajemen. Swanburg 1999, mengemukakan bahwa keterampilan dan manajemen dapat diperoleh melalui proses belajar, melalui latihan-latihan yang telah didisain untuk berpikir secara menyeluruh, melaksanakan komponen kepemimpinan dalam semua fungsi-fungsi manajemen, dan menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengatasi masalah Peran manajer keperawatan dalam mengelola sumber daya keperawatan dan sumber daya lainnya sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Manajer keperawatan secara terus menerus dihadapkan dengan proses pengambilan keputusan dan untuk itu kemampuan manajer untuk berpikir kritis dalam pengambilan keputusan menentukan kualitas keputusan yang diambil. Seorang manajer keperawatan bertanggung jawab bukan hanya terhadap keperawatan klien, tetapi bertanggung jawab atas efektivitas dan efisiensi pelayanan keperawatan yang diberikan terhadap klien. Manajer keperawatan terdepan yaitu kepala ruangan memegang peranan penting dalam mengelola sumber daya manusia dan mengelola fasilitas untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada klien. Universitas Sumatera Utara Kepala ruangan sebagai manajer terdepan berperan mengkoordinasikan aktivitas keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada klien dan keluarga kepala ruangan memiliki akuntabilitas penuh dalam waktu 24 jam dan tanggung jawab utamanya adalah terhadap proses pelayanan dan hasil yang diharapkan yaitu hasil yang positif terhadap kesehatan klien baik selama proses sakit maupun dalam pemulihan kesehatan. Sebagai manajer terdepan yang langsung mengelola asuhan keperawatan kepada klien, kepala ruangan harus mampu mengelola stafperawat pelaksana maupun sumber-sumber lainnya, sehingga staf termotivasi untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya dan berkoordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada klien. Tanggung jawab kepala ruangan menurut Depkes 1994 adalah semua yang terkait dengan asuhan keperawatan klien yang meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi asuhan berdasarkan standar, melaksanakan orientasi pegawai baru, melaksanakan supervisi, mengevaluasi kinerja staf, dan menjaga komunikasi agar selalu terbuka dengan seluruh perawat pelaksana. Sedangkan fungsi kepala ruangan adalah 1 melaksanakan fungsi perencanaan yang meliputi jumah dan kategori tenaga keperawatan, tenaga lain, jenis peralatan keperawatan, 2 menentukan jenis kegiatan asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan berdasarkan kebutuhan klien, 3 melaksanakan fungsi pengawasan dan penelitian asuhan keperawatan, 4 pengembangan staf, 5 peningkatan keterampilan dibidang Universitas Sumatera Utara keperawatan bagi peserta didik dan institusi pendidikan, dan 6 pendayagunaan peralatan keperawatan serta obat-obatan secara efektif dan efesien Depkes, 1994. Keberhasilan kepala ruangan dalam mengelola asuhan keperawatan di ruang rawat juga ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan perawat pelaksana, karena perawat pelaksana bertanggung jawab selama 24 jam dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien. Dengan demikian, kualitas asuhan keperawatan ditentukan oleh perawat pelaksana, oleh karena perawat pelaksanalah yang berinteraksi langsung dengan klien dalam memberikan asuhan keperawatan. Katz dalam Swanburg 1999, mengemukakan keterampilan manajer diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu 1 keterampilan intelektual meliputi kemampuanpenguasaan teori, keterampilan berpikir, 2 keterampilan teknikal, meliputi metode, proses, prosedur atau teknik, 3 keterampilan interpersonal meliputi kemampuan kepemimpinan dalam berinteraksi dengan individu atau kelompok Ketiga keterampilan tersebut harus dimiliki oleh manajer keperawatan dalam mengelola pelayanan keperawatan Selain itu juga diperlukan keterampilan untuk mengelola budaya organisasi. Tosi, Rizzo dan Carrol 1994, dalam Munandar 2004, mengemukakan budaya adalah cara-cara berfikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Karakteristik budaya organisasi menurut Djatmiko 2004 yaitu : a Inisiatif perseorangan, tampil dalam bentuk tingkatan tanggung jawab, kebebasan dan ketidakterikatan yang dimiliki seseorang. Universitas Sumatera Utara b Toleransi atas risiko, tampil dalam bentuk peluang dan dorongan terhadap personil untuk bersikap agresif, inovatif dan berani mengambil risiko. c Pengarahan, yaitu tingkat kemampuan organisasi dalam menciptakan sasaran perforrmance yang diharapkan secara jelas. d Integrasi, tingkatan keadaan yang menunjukkan bahwa unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja secara koordinat. e Dukungan manajemen, yaitu tingkat dukungan yang jelas dari para manajer terhadap bawahannya dalam hal komunikasi, bimbingan dan dukungan. f Pengendalian, yaitu sejumlah ketentuan, aturan dan sejumlah supervisi langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku para pegawai. g Bukti diri, yaitu tanda keanggotaan suatu organisasi yang lebih menunjukkan keterikatan pada suatu organisasi secara keseluruhan. h Sistem imbalan, yaitu tingkat alokasi imbalan berdasarkan kriteria kinerja pegawai. i Toleransi konflik, yaitu tingkat keterbukaan bagi pegawai untuk menghembuskan konflik dan kritik. j Pola komunikasi, yaitu tingkat jaringan komunikasi organisasi terhadap hirarki otoritas formal. Kemampuan manajer keperawatan, kepemimpinan dan dukungan terhadap perawat dalam praktik keperawatan profesional komponennya meliputi : a Pemimpin keperawatan merupakan manajer dan pemimpin yang efektif yaitu mempunyai pengetahuan yang baik tentang kepemimpinan dan menguasai bidang Universitas Sumatera Utara keahliannya, mempunyai kesadaran diri yang baik dan dengan memahami dirinya, dia dapat memahami orang lain, berkomunikasi secara jelas dan efektif, bersemangat melakukan aktifitas kepemimpinan, menetapkan tujuan dan jelas diketahui oleh perawat anggotanya. b Pemimpin medukung mem-back up staf keperawatan dalam membuat keputusan, atau jika ada konflik dengan dokter. c Pemimpin menggunakan kesalahan sebagai kesempatan dalam proses pembelajaran bukan dengan mengkritiknya. d Pemimpin mendukung perawat dalam melakukan praktiknya melalui perannya sebagai kolaborator, komunikator, mentor, pengambil risiko, role model, visioner dan advokat untuk pemberian asuhan berkualitas. e Adanya pujian dan penghargaan terhadap pekerjaan yang dikerjakan dengan baik. f Adanya budaya untuk saling menghormati dan menghargai antar tenaga kesehatan dan manajemen. g Adanya keterlibatan perawat dalam penyusunan perencanaan strategis, standar praktik keperawatan dan isu praktik terkait dengan kepegawaian Registered Nurses Association of British Colombia, 2005. Kebijakan dari organisasi dan manajemen apabila tidak sesuai dengan standar atau tidak bersifat mendukung, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan kesehatan Azwar, 1996. Sedangkan budaya yang berlaku dalam suatu rumah sakit juga akan memengaruhi kualitas kondisi kerja perawat, begitupun dengan Universitas Sumatera Utara kemampuan manajer akan memengaruhi kualitas keseluruhan dari pelaksanaan praktik keperawatan profesional Mc Cusker, 2004. 2 Kendali terhadap Beban Kerja Beban kerja merupakan suatu kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh perawat selama bertugas di unit pelayanan keperawatan Marquis dan Huston, 2000. Dalam asuhan keperawatan beban kerja dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas tenaga keperawatan yang ada pada saat asuhan keperawatan berlangsung Kron, 1999. Gillies 1996, mengemukakan untuk menilai beban kerja perawat harus memperhatikan komponen-komponennya yang meliputi : 1 jumlah klien yang dirawat perhari, perbulan, dan pertahun: 2 kondisi atau tingkat ketergantungan klien 3 rata-rata lama rawat klien 4 jenis kegiatan tindakan keperawatan 5 frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang dibutuhkan klien dan 6 rata-rata waktu yang digunakan untuk melaksanakan tindakan keperawatan Pendapat tersebut sesuai dengan Grohar-Murry dan DiCroce 1997, dalam Marquis dan Huston 2000, yang mengatakan beban kerja keperawatan dapat ditentukan melalui pemakaian sistem klasifikasi pasien dan pendokumentasian tingkat keparahan sakit pasien disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan asuhan pada pasien tersebut. Lowe 2002, merekomondasikan untuk menilai kendali terhadap beban kerja dapat diukur dengan indikator meliputi : jam lembur, pemanfaatan staf purna waktu, paruh waktu dan pengganti sementara dan beban kerja dan kompetensi sejawat. Sedangkan Registered Nurses Association of British Colombia 2005, membuat Universitas Sumatera Utara pedoman untuk manajemen beban kerja dengan indikator yang dapat diukur meliputi: adanya sistem pemberian asuhan yang memungkinkan perawat untuk dapat berkembang, berkelanjutan dan mendapatkan penghargaan berhubungan dengan klien mereka, penerimaan dan pelayanan pada klien berdasar pada kemampuan perawat yang berkompeten untuk memberikan keamanan, dan merawat secara etis adanya cukup waktu yang tersedia untuk mendiskusikan rencana perawatan klien dengan klien dan teman sejawat, perawat dilibatkan dalam menentukan jenis staf dan rasio perawat dengan klien, perawat dilibatkan dalam mengalokasikan sumber-sumber dan penggunaan keputusan, kerja lembur jarang dan tidak wajib dan jadwal kerja yang fleksibel dan inovatif. Berdasarkan beberapa pendapat tentang beban kerja diatas disimpulkan bahwa beban kerja yang ideal yaitu adanya kesesuaian antara tingkat ketergantungan pasien dengan asuhan yang akan diberikan, tersedianya waktu yang cukup untuk melakukan praktik secara profesional, kompetensi yang harus dimiliki perawat, kesesuaian perbandingan antara pasien dengan perawat secara fleksibel dalam pengaturan jadwal dinas Semua ini yang akan menjadi sub variabel dalam penelitian ini. Penelitian Brooks dan Anderson 2004, tentang pekerjaan perawat ditemukan bahwa perawat memiliki beban kerja yang berat, tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pekerjaan dengan baik, tidak bisa menyeimbangkan antara pekerjaan dengan kehidupan keluarga dan jadwal rotasi yang berdampak negatif pada kehidupan mereka kondisi ini berdampak pada penurunan kualitas asuhan keperawatan. Universitas Sumatera Utara 3 Kendali terhadap Praktik Lowe 2002, merekomendasikan kendali terhadap praktik dapat diukur dengan melihat indikatornya yang terdiri dari otonomi terhadap praktik. Sedangkan kendali terhadap praktik menurut Registered Nurses Association of British Colombia 2005 adalah perawat memiliki otoritas, tanggung jawab dan akuntabilitas terhadap praktik keperawatan. Otonomi merupakan elemen penting bagi keperawatan profesional Schutzenhfoer dalam Perry dan potter, 1997, Cresia dan Parker 2001, mengemukakan otonomi merupakan indepedensi atau kebebasan bertindak termasuk mengambil risiko dan akuntabel atas tindakan yang dilakukan. Keuntungan dari otonomi adalah dapat meningkatkan staf bertahan dalam pekerjaannya, meningkatkan moral staf, mengurangi pembiayaan, meningkatkan partisipasi dalam pembuatan keputusan, meningkatkan keterampilan klinik, meningkatkan kualitas dan memfasilitasi kerja tim multidisiplin yang lebih efektif Porter, Gavin dan Wakefield 1999, Doberty dan Hope 2000 dalam Currie, 2005. Penetapan otonomi perawat terhadap keleluasan dan tanggung jawab atas pelaksanaan, keberhasilan atau kegagalan suatu pekerjaan, sehingga menimbulkan rasa diberdayakan Cavazos, 2003. Selain itu otonomi juga akan memberikan kesempatan perawat melakukan pengkajian secara lengkap dan menyeluruh terhadap kondisi pasien dengan menggunakan berbagai sumber data, merumuskan masalah pasien, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sesuai rencana dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan, serta menerapkan prinsip-prinsip Universitas Sumatera Utara etik dalam memberikan asuhan Marqui dan Huston, 2000. Untuk pelaksanaan otonomi yang baik sangat diperlukan suatu pedoman yang menjadi acuan bagi perawat dalam mempraktikannya secara optimal. Registered Nurses Association of British Colombia 2005, membuat pedoman kendali terhadap praktik dapat dilakukan dengan indikator, pembuatan keputusan merupakan hasil partisipasi sesuai dengan kebijakan, praktik dan lingkungan kerja sumber yang tersedia sesuai untuk mendukung asuhan keperawatan berdasar evidence – based, perawat dan professional kesehatan lain bekerja sama dan berkolaborasi dalam pengambilan keputusan, penentuan kompetensi perawat untuk praktik keperawatan disesuaikan dengan situasi kerjanya dan dukungan yang adekuat bagi perawat untuk bebas dari melakukan tugas non keperawatan. Berhasilnya suatu rumah sakit dikarenakan adanya otonomi perawat, perawat mengontrol lingkungan perawatan pasien dan adanya hubungan yang erat antara perawat dengan dokter dalam pertukaran informasi penting Aiken, Smith, dan Lake 1994. Perawat yang tidak memiliki kontrol terhadap praktik mereka akan mengakibatkan ketidakpuasan dan sangat berisiko untuk meninggalkan organisasi American Association of Critical-Care Nurses, 2005. Sedangkan menurut Wijono 1997, menyatakan semakin patuh semua tenaga kesehatan profesional kepada standar yang baik dan diakui oleh masing-masing profesi akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien. Universitas Sumatera Utara 4 Sumber Yang Memadai Dimensi sumber yang memadai menurut Lowe 2002 adalah adanya peluang pengembangan profesional yaitu kesempatan pada perawat untuk mendapatkan pelatihan dan seminar serta tersedianya peralatan yang memadai untuk terselenggaranya praktik keperawatan profesional. Sedangkan Lake 2002, mengemukakan untuk mengukur atau menilai kepegawaian dan sumber yang adekuat dapat dilihat dari komponennya meliputi tersedianya staf yang cukup untuk melakukan pekerjaanya, tersedianya Registered Nurses RN yang cukup untuk memberikan asuhan yang berkualitas terhadap pasien, dukungan pelayanan yang memadai untuk menyediakan waktu yang cukup bagi perawat dengan pasiennya dan tersedianya waktu dan peluang perawat untuk berdiskusi mengenai masalah asuhan pasien dengan perawat lainnya. Registered Nurses Association of British Colombia 2005, membuat pedoman pengembangan profesional, meliputi : Orientasi dilakukan untuk semua posisi dan situasi praktik yang baru, perawat mempunyai peluang untuk melakukan tugas, pendidikan berkelanjutan dan pengembangan profesi, perawat mempunyai peluang untuk debriefing dan refleksi dalam praktik dan program evaluasi penampilan ditempat. Berdasarkan hal tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa sumber yang memadai adalah tersedianya kesempatan untuk mengembangkan diri secara profesional bagi perawat dan tersedianya peralatan yang mendukung tercipatanya praktik keperawatan yang profesional dan berkualitas, semua yang dikemukakan diatas menjadi sub variabel dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara Penelitian Mc Cusker dan kawan-kawan tentang lingkungan kerja perawat dan kualitas asuhan di unit yang berbeda pada rumah sakit yang sama didapatkan hasil bahwa ketersediaan sumber yang adekuat sangat signifikan memengaruhi kualitas rumah sakit dan kualitas asuhan perawatan Mc Cusker, 2004. Apabila tenaga dan sarana dari segi kualitas dan kuantitas yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan Bruce, Fromberg, Gambone, 1991 dalam Azwar, 1996. Hal ini diperkuat dengan yang dikemukakan oleh Wijono 1997, menyatakan jika sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya difasilitas kesehatan baik kemungkinan besar mutu asuhan akan baik pula. Lingkungan kerja yang stabil akan memberikan kemudahan untuk memperoleh informasi, mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan terkait dengan pekerjaannya, menerima dukungan dan memiliki peluang untuk belajar dan mengembangkan potensi diri perawat. Pada lingkungan seperti ini manajemen akan mendorong perawat untuk menggunakan keahliannya dan melakukan penilaian yang sesuai dalam pemberian asuhan. Konsekuensi dari pemberdayaan yang dilakukan pada perawat ini akan membuat perawat memiliki komitmen yang tinggi pada organisasinya, meningkatkan kepercayaan pada organisasi dan manajemen, perawat akan lebih akuntabel terhadap pekerjaannya, serta akan terjadi penurunan ketegangan dalam pekerjaannya Spance Laschinger, 2001. Universitas Sumatera Utara Tersedia dan dilaksanakannya komponen-komponen ligkungan kerja yang telah dikemukakan diatas secara baik tentunya akan memudahkan bagi perawat untuk melaksanakan praktik keperawatan secara profesional di tempatnya bekerja.

2.2. Konsep Perilaku