Performance GC Instrumentasi Kromatografi Gas

diatasi jika digunakan pemisahan dengan suhu terprogram Gandjar Rohman, 2007. Pemisahan dengan suhu terprogram mempunyai keuntungan, yakni mampu meningkatkan resolusi komponen-komponen dalam suatu campuran yang mempunyai titik didih pada kisaran yang luas. Disamping itu, pada suhu terprogram juga mampu mempercepat keseluruhan waktu analisis, karena senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi akan terelusi lebih cepat Gandjar Rohman, 2007.

3. Performance GC

Pemisahan yang terjadi pada analisis dengan kromatografi gas dipengaruhi oleh efisiensi kolom dan efisiensi pelarut. Efisiensi kolom menentukan pelebaran puncak kromatogram. Efisiensi kolom dapat diukur dengan menghitung jumlah lempeng teoritis N dan panjang kolom yang sesuai dengan plat teoritis Height Equivalent to a Theoritical Plate, HETP. HETP adalah panjang kolom yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan komponen cuplikan diantara fase gerak yang bergerak dan fase diam yang diam. Semakin banyak jumlah lempeng teoritis, semakin kecil HETP, maka efisiensi kolom meningkat dan pemisahan yang terjadi akan semakin baik Jennings, et all., 1987. Faktor ikutan didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak tepi muka sampai tepi belakang puncak dibagi dua kali jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka puncak, jarak-jarak tersebut diukur pada titik yang ketinggiannya 5 dari tinggi puncak di atas garis dasar. Untuk suatu puncak yang simetris, factor ikutan Tf besarnya satu, dan besarnya harga Tf ini akan bertambah jika kromatogram semakin tambah berekor Jennings, et all., 1987. Pemisahan yang sebenarnya dari dua puncak yang berurutan diukur dengan resolusi atau daya pisah. Resolusi merupakan suatu ukuran keefisienan kolom dan pelarut yang dapat menerangkan sempitnya puncak dan juga pemisahan antara dua maksimum puncak. Resolusi didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak dibagi dengan jumlah lebar masing-masing puncak dengan diukur dari alas puncak. Bila nilai resolusi adalah satu maka kesempurnaan pemisahan dua puncak adalah 99,7. Umumnya dalam praktek, nilai resolusi satu tidak cukup baik karena derajat overlap. Pemisahan yang baik dicapai pada resolusi sekitar 1,5 atau lebih Wittkowski Matissek, 1990.

4. Instrumentasi

Gambar 4. Diagram Skematik Kromatografi Gas Nagel, 2004 a. Gas pembawa. Fase gerak dalam kromatografi gas disebut gas pembawa dan harus murni dan inert secara kimia. Gas pembawa yang umumnya digunakan adalah helium, nitrogen, argon, dan hidrogen Skoog, West, Holler,and Crouch, 2004. Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang digunakan. Gas pembawa untuk detektor ECD biasanya adalah N 2 dengan kecepatan alir 30-60 mlmenit. Untuk setiap pemisahan dengan kromatografi gas terdapat kecepatan optimum gas pembawa yang tergantung pada diameter kolom. Kolom kapiler menggunakan kecepatan alir gas yang rendah, yakni antara 0,2 – 2 mLmenit. Karena kecepatan alir gas pembawa pada kolom kapiler sangat rendah, maka pada kebanyakan detektor ditambah gas tambahan yang ditambahkan ke dalam efluen setelah keluar dari kolom tetapi belum mencapai detektor. Gas tambahan umumnya sama dengan gas pembawa, meskipun kadangkala digunakan helium. Gas pembawa bekerja paling efisien pada kecepatan alir tertentu. Gas nitrogen akan efisien jika digunakan dengan kecepatan alir ± 10 mlmenit, sementara helium akan efisien pada kecepatan alir 40 mlmenit Gandjar dan Rohman, 2007. Gambar 5. Gas yang Digunakan dalam Kromatografi Gas Grob, 1995 b. Sample Injector. Ruang injektor atau inlet berfungsi untuk menghantarkan sampel ke dalam aliran gas pembawa. Sampel yang akan dikromatografi di masukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri terpisah dari kolom dan umumnya 10 – 15ºC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap segera setelah sampel disuntikkan Gandjar dan Rohman, 2007. Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sedikit bahkan sampai 0,01 μL, berbeda dengan kolom kemas yang memerlukan 1 – 100 μL sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika sampel yang disuntikkan terlalu kecil pada kolom kapiler, maka ditempuh suatu cara untuk mengecilkan ukuran sampel setelah penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik pemecah suntikan split injection. Dengan menggunakan pemecah suntikan ini, sampel yang banyaknya diketahui, disuntikkan ke dalam aliran gas pembawa dan sebelum masuk ke kolom, gas pembawa ini dibagi menjadi dua aliran. Satu aliran masuk ke dalam kolom dan satunya lagi akan dibuang. Aliran relatif dalam kedua aliran ini dikendalikan dengan sejenis penghambat seperti katup jarum pada aliran yang dibuang. Laju alir di dalam kedua aliran diukur dan ditentukan nisbah rasio pemecahannya. Jika 1 μL sampel dimasukkan ke dalam pemecah aliran yang mempunyai nisbah pemecahan 1:100, maka sebanyak 0,01 μL sampel masuk ke dalam kolom dan sisanya akan dibuang Gandjar dan Rohman, 2007. c. Kolom. Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas. Terdapat dua jenis tipe kolom yang digunakan dalam gas kromatografi, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler atau sering disebut open tubular columns. Pada masa lalu, lebih banyak digunakan kolom kemas untuk melakukan analisis menggunakan gas kromatografi. Untuk aplikasi masa kini, kolom kemas digantikan dengan kolom kapiler karena lebih efisien dan lebih cepat Skoog, West, Holler, and Crouch, 2004. Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 mm atau yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi sekelumit atau ketika seorang analis akan memisahkan komponen yang sangat kompleks Gandjar dan Rohman, 2007. Kolom kapiler terbuat dari silica SiO 2 dan dilapisi dengan polymide plastik yang mampu menahan suhu 350ºC. Pada bagian dalam terdapat rongga yang menyerupai pipa, oleh karena itu kolom kapiler juga disebut Open Tubular Columns. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom. Terdapat 4 macam jenis lapisan pada kolom kapiler ini, yaitu: WCOT Wall Coated Open Tubular Column, SCOT Support Coated Open Tubular Column, PLOT Porous Layer Open Tubular Column, dan FSOT Fused Silica Open Tubular Column. WCOT Wall Coated Open Tubular Column memiliki 0,1 – 5 μm lapisan tipis fase diam cair yang terdapat pada dinding bagian dalam kolom. SCOT Support Coated Open Tubular Column memiliki partikel solid yang dilapisi dengan fase diam cair yang terdapat pada bagian dalam dinding. Pada PLOT Porous Layer Open Tubular Column partikel padat sebagai fase diam aktif. Dengan besarnya luas area yang dimiliki, SCOT dapat menampung sampel lebih besar daripada WCOT. Performa SCOT berada diantara WCOT dan kolom kemas. Diameter dalam kolom kapiler memiliki ukuran 0,10 – 0,53 mm dengan panjang 15 sampai 100 m, umumnya adalah 30 m. Menurut Moffat, Osselton, and Widdop 2011 kolom kapiler menghasilkan resolusi, sensitivitas, daya tahan yang lebih baik daripada kolom kemas Harris, 2010. Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih disukai oleh para ilmuwan. Salah satu penyebabnya adalah kemampuan kolom kapiler memberikan harga jumlah plat teori yang sangat besar 300.000 plat. Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan HP-1; DB-1; SE- 30; CPSIL-5 dan fenil 5 - metilpolisiloksan 95 HP-5; DB-5; SE- 52; CPSIL- 8. Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50 - metilpolisiloksan 50 HP-17; DB-17; CPSIL-19, sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilenglikol HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M. Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam campuran. Seorang analis harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen- komponen dalam sampel Gandjar dan Rohman, 2007. Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin bertambah halusnya partikel fase diam ini. Semakin kecil diameter partikel fase diam, maka efisiensinya akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya berkisar antara 60 – 80 mesh 250 – 170 μm Gandjar dan Rohman, 2007. d. Detektor penangkap electron Electron capture detectorECD. Detektor penangkap elektron ECD merupakan detektor yang dilengkapi dengan sumber radioaktif yaitu tritium 3 H atau nikel 63 Ni yang menghasilkan partikel- β. Partikel radioaktif ini bertubrukan dan mengioniasi gas pembawa make up gas Grob, 1995. Tegangan listrik yang dipasang antara katoda dan anoda tidak terlalu tinggi, antara 2-100 volt. Dasar kerja detektor ini adalah: penangkapan elektron oleh senyawa yang memiliki afinitas terhadap elektron bebas, yaitu senyawa yang mempunyai unsur-unsur elektronegatif. Bila fase gerak gas pembawa N 2 masuk k e dalam detektor maka sinar β akan mengionisasi molekul N 2 menjadi ion-ion N 2 + dan menghasilkan elektron bebas yang akan bergerak ke anoda dengan lambat. Dengan demikian, di dalam ruangan detektor terdapat semacam awan elektron bebas yang dengan lambat menuju anoda. Elektron- elektron yang terkumpul pada anoda akan menghasilkan arus garis dasar baseline curent yang steady dan memberikan garis dasar pada kromatogram. Bila komponen sampel senyawa dengan unsur elektronegatif dibawa fase gerak masuk ke ruang detektor yang dipenuhi awan elektron, maka senyawa ini akan menangkap elektron sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini akan dibawa oleh fase gerak carrier gas. Akibatnya setiap partikel negatif dibawa keluar detektor, berarti menyingkirkan satu elektron dari sistem sehingga arus listrik yang steady tadi akan berkurang. Pengurangan arus ini akan dicatat oleh rekorder sebagai puncak pada kromatogram Gandjar Rohman, 2007. Detektor merupakan perangkat yang di letakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak gas pembawa yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa gan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik Gandjar dan Rohman, 2007. e. Oven. Pemilihan temperatur pada kromatografi gas tergantung pada beberapa faktor. Temperatur injeksi harus relatif tinggi yang memberikan kecepatan penguapan yang paling tinggi sehingga memberikan resolusi yang baik. Temperatur injeksi terlalu tinggi dapat menyebabkan karet septum menjadi rusak dan menyebabkan tempat injeksi menjadi kotor. Temperatur kolom berhubungan dengan kecepatan, sensitivitas, dan resolusi. Pada temperatur kolom yang tinggi, komponen sampel lebih banyak berada pada fase gas sehingga akan cepat terelusi tetapi resolusi nya menjadi buruk. Pada temperatur rendah, komponen sampel akan memiliki lebih banyak waktu untuk berada pada fase diam dan terelusi secara perlahan, resolusi menjadi meningkat tetapi sensitivitas menurun karena puncak yang dihasilkan akan melebar. Temperatur detektor harus cukup tinggi untuk mencegah kondensasi sampel Christian, 2004.

H. Metode Kuantifikasi