supernatan yang diperoleh ±10 ml kemudian masukan dalam flakon dan
keringkan menggunakan gas nitrogen diatas waterbath.
b. Clean-up menggunakan SPE. Conditioning SPE dengan mengaliri
5ml metanol dan 5 ml aquabidest secara berurutan. Larutkan supernatan hasil ekstraksi yang telah dikeringkan ke dalam 500 µL aquabidest dan ultrasonifikasi
selama 5 menit. Masukan hasil ultrasonifikasi ke dalam SPE yang telah diconditioning. Washing dengan mengaliri 5 ml aquabidest dan tunggu hingga
kering. Elusi dengan 3 ml metanol dan tampung hasil menggunakan flakon kemudian keringkan. Tambahkan 2 µL DCB dan larutkan dalam 200 µL hexan
kemudian injek ke GC dengan volume 2 µL.
c.
Determinasi GC-ECD. Tambahkan 2 µL DCB pada hasil pengeringan
clean-up dan larutkan dalam 200 µL hexan kemudian injek ke GC dengan volume 2 µL.Akurasi dapat didapatkan dari hasil perolehan kembali pada tiap seri kadar
kurva baku adisi. Presisi ditentukan dari hasil perhitungan simpangan baku standard deviation. Linearitas dan limit of detection LOD diperoleh melalui
kurva baku solven. Limit of quantification LOQ didapatkan dengan
menggunakan kurva baku adisi.
G. Analisis Hasil Penulisan
1. Analisis Kualitatif GC-ECD
Optimasi kromatografi gas dilihat melalui kecepatan alir gas pembawa, initial temperature, suhu injektor, suhu kolom, suhu oven, dan suhu detektor yang
menghasilkan pemisahan optimum. Parameter pemisahan telah optimum antara
lain resolusi Rs, tailing factor Tf, dan jumlah plate N.
a. Resolusi Rs. Pemisahan peak dapat dikatakan baik jika terjadi
pemisahan 6σ atau Rs ≥ 1,5 Grob,1995.
Grob, 1995. Keterangan :
tR = waktu retensi
w
1
dan w
2
= lebar area b.
Jumlah plate N. Nilai N yang dipersyaratkan secara umum 7000 Grob,1995.
Grob, 1995. Keterangan :
tR = waktu retensi
w = lebar dasar puncak
c. Tailing factor Tf
. Nilai Tf yang masih dapat diterima adalah ≤ 1,2. Jika Tf lebih besar dari 1,2 maka kromatrogram tersebut mengalami pengekoran
tailing Dolan et al, 2002. d.
Keajegan. Ratio tR standarstandar internal dan rasio luas area standarDCB dari penginjekan 6 kali. Keajegkannya dihitung dengan melihat nilai
RSD yang tidak boleh lebih dari 20 Sanco, 2013. Dengan rumus RSD =
��������� ���� ℎ���� ����−����
� 100 Harmita, 2004.
2. Analisis Kuantitatif GC-ECD
a. Presisi. Presisi diperoleh dengan cara melihat kedekatan antara
penginjekan rasio luas area azoxystrobinstandar internal. Presisi diperoleh dari
perhitungan secara matematis terhadap besarnya simpangan baku data.
RSD =
��������� ���� ℎ���� ����−����
� 100
Tabel III. Kriteria RSD Validasi Metode Analisis
AOAC, 2012.
b. Linearitas. Linearitas ditentukan dari koefisien korelasi r yang
diperoleh dari mengeplotkan kadar azoxystrobin dengan rasio luas puncak azoxystrobinstandar internal dari data kurva baku dalam regresi linear yang dapat
diolah secara statistik menggunakan program Powerfit Utrech University FacµLteit Scheikunde. Nilai R
2
≥0,99 AOAC, 2002. c.
Sensitivitas. Sensitivitas
GC-ECD dapat ditentukan dengan menghitung LOD dengan rumus:
LOD = 3
�
�� �
USDAAMS PDP, 2015. d.
Respon Faktor RF adalah rasio antara sinyal yang dihasilkan oleh suatu analit, dan kuantitas analit yang menghasilkan sinyal.
RF =
����� ������ ����������� ���� �������ℎ���
USDAAMS PDP, 2015. e.
Percent difference D. D diterima jika ≤ 20 dengan rumus:
USDAAMS PDP, 2015. Keterangan :
c
1
= konsentrasi standar yang diketahui yang dapat dikuantifikasi c
2
= konsentrasi yang dihitung dari kurva kalibrasi
3. Pengukuran Kadar Air dalam Sampel Melon