penerima PKH di Desa Tegal menunjukan keanekaragaman dalam alokasi dana yang diberikan. Setiap RTSM penerima PKH mendapatkan bantuan yang berbeda
sesuai dengan jumlah tanggungan dan kriteria yang terpenuhi, semakin banyak kriterian yang terpenuhi maka akan semakin banyak pula dana PKH yang
didapatkan lihat tabel 2. Tabel 9. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Alokasi Dana PKH
Frekuensi Persen
Validasi Persen
Total Persen Valid
Tidak Tepat
48 53.3
53.3 53.3
Tepat 42
46.7 46.7
100.0
Total 90
100.0 100.0
Gambar 11. Alokasi Dana PKH di Desa Tegal, Tahun 2011
Gambar 11 menunjukan bahwa penggunaan dana PKH oleh RTSM tidak tepat sebanyak 48 RTSM dan tepat sebanyak 42 RTSM, maksudnya bahwa dana
PKH yang sebenarnya dialokasikan guna fungsi peningkatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan, kemudian dialokasikan untuk kebutuhan lain. Data
menunjukan kebutuhan lain dapat berupa kebutuhan pangan dan sandang. Misalnya contoh kasus, di saat dana PKH turun dan diberikan kepada RTSM
penerima mereka memerlukan uang tersebut untuk membeli beras sembako, uang jajan anak, bahkan membayar hutang disaat mereka tidak memiliki uang.
Penyebab lain juga karena tidak ada bentuk penekanan khusus dari pendamping kepada RTSM terkait alokasi dana. Pendamping sebatas membantu proses
pencairan dan memastikan mereka melakukan kewajiban memerikasakan kesehatan ke posyandu dan mengecek daftar hadir anak RTSM sedangkan untuk
alokasi dana adalah hak dari setiap RTSM.
BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN
DAN PENDIDIKAN KELUARGA
6.1 Penguatan Kapasitas Rumah Tangga Penerima PKH
Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa kadar pengetahuan, keterampilan, kejujuran, kemahiran, dan keahlian yang
dikuasai melainkan juga harus disertai orientasi dan produktifitas. Dalam berbagai perbincangan tentang mutu SDM, kuat sekali kecenderungan orang untuk
memulangkan permasalahannya pada upaya pendidikan, lebih khususnya apa yang dapat dan mungkin harus disajikan melalui sistem pendidikan bahkan yang
lebih khusus adalah apa yang dapat dihasilkan oleh berbagai jenjang dan jenis pendidikan Hassan, 1995.
Dalam mencapai tujuan PKH untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan kualitas SDM bidang kesehatan dan pendidikan, maka sebagai
sasaran utamanya adalah bagaimana untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas ibu guna mendukung tercapainya tujuan ini, hal ini disebabkan karena ibu relatif
memiliki waktu lebih banyak bersama anak sehingga dapat memberikan arahan, bimbingan, dan meningkatkan potensi anak Musbikin, 2009. Penguatan
kapasitas merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien. Dengan demikian, menurut Sumpeno 2002 dalam Riasih 2004 penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk:
1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dalam kasus yang terjadi di Desa Tegal melalui data yang didapatkan
terkait peningkatan kemampuan individu ibu dalam pengetahuan dan sikap menunjukan bahwa masih banyak ibu yang belum mengetahui tentang
pentingnya wajib sekolah 9 tahun dan juga pentingnya membawa dan memeriksakan kondisi ibu dan anak ke posyandu sehingga ini akan
berpengaruh pada sikap ibu terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan. 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen,
keuangan dan budaya. Hal ini bisa dilihat, dari adanya pembagian kelompok
RTSM penerima PKH di setiap wilayah pendampingan, misalnya ada ketua kelompok PKH untuk setiap wilayah pendampingan yang dilakukan
pertemuan rutin setiap bulan guna membantu pendamping dalam melakukan pendataan, pemutakhiran data, dan proses pencairan dana. Khusus di Desa
Tegal, karena memiliki dua pendamping maka mekanisme pertemuan untuk setiap ketua kelompok PKH pun berbeda, misalnya untuk ketua kelompok
bimbingan Ibu Evi melakukan pertemuan rutin setiap bulan sedangkan tidak demikian untuk ketua kelompok bimbingan Bapak Erik. Dengan adanya ketua
kelompok ini, minimal dapat meningkatkan kemampuan manajemen yang dilakukan ketua kelompok terhadap anggotanya walaupun mekanisme belum
diseragamkan. 3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan, dan
mengantisipasi perubahan. Kondisi ini tidak terlalu bisa digambarkan dalam perilaku masyarakat Desa Tegal, sebagian RTSM penerima PKH masih
menyampaikan bahwa mereka sangat tergantung dengan dana ini, bahkan mereka mengeluhkan jika dana PKH ini sudah selesai mereka sangat bingung
dari mana memperoleh dana untuk pendidikan dan kesehatan padahal telah dituturkan juga oleh Bapak Erik bahwa pendamping bekerjasama dengan
UPPKH telah memberikan bantuan pembudidayaan ikan lele kepada RTSM penerima PKH untuk dikelola secara mandiri sehingga bisa menghasilkan
keuntungan bagi rumah tangganya, namun setelah beberapa bulan upaya ini tidak berhasil karena banyak penerima bantuan yang memanfaatkan untuk
kepentingan pribadi dan tidak dibudidayakan. Berdasarkan pemaparan di atas, menunjukan bahwa untuk mencapai
perilaku tersebut diperlukan kerjasama beberapa pihak, walaupun program ini sudah dijalankan sejak 2007 namun belum berhubungan signifikan pada
perubahan perilaku yang diharapkan, misalnya ada saja RTSM yang tidak menyekolahkan anaknya walaupun usia anak masuk usia sekolah dikarenakan
rendahnya motivasi belajar anak juga penuturan beberapa warga yang menyampaikan rasa was-was jika tidak ikut posyandu akan dikurangi dana PKH
yang didapatkan, hal ini tentu menunjukan bahwa belum muncul kesadaran penuh dari masyarakat.