Pendamping PKH Desa Tegal Kecamatan Kemang
wilayah dampingan yang berbeda. Latar belakang dipilihnya Desa Tegal menjadi lokasi penerima bantuan PKH adalah berawal dari permohonan melalui data yang
diajukan oleh pemerintah desa bersama kecamatan setempat. Data tersebut kemudian diserahkan kepada BPS Kabupaten Bogor untuk melihat sejauh mana
sinkronisasi data yang diajukan desa dengan data yang dimiliki oleh BPS terkait sasaran PKH. Data tersebut kemudian disatukan dan dilihat sejauh mana
kecocokan data yang dimiliki masing-masing, namun dalam hal ini BPS memiliki kewenangan lebih untuk menyeleksi data tersebut. Data yang sudah dirapihkan di
BPS setempat kemudian diserahkan ke UPPKH pusat yang berlokasi di Jakarta yang memiliki kewenangan untuk memvalidasi data yang ada, menyortir data
sehingga sesuai dengan sasaran dan anggaran yang dialokasikan. Setelah itu, data yang sudah divalidasi langsung diserahkan ke UPPKH setempat. Khusus di Desa
Tegal, diadakan temu atau kumpul semua penerima PKH di Kantor Desa untuk mengecek kebenaran data yang diterima. Setelah itu, pendamping melakukan
survei ulang terhadap penerima PKH dengan melihat kondisi rumah, dan sosial ekonomi si penerima PKH.
Pendamping PKH cukup memiliki peran penting dalam proses PKH secara keseluruhan, mulai proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring kegiatan.
Salah satu pendamping PKH menyampaikan bahwa: Dalam hal ini pemilihan pendamping PKH dilakukan melalui proses
pendaftaran dan penyeleksian, walaupun memang terkesan agak tertutup.
Proses penyeleksian dilakukan tahun 2008 dengan adanya tes tulis dan wawancara. Walaupun tertutup, ternyata ada sekitar 683 orang yang mendaftar,
namun hanya 30 orang yang lolos dan sesuai klasifikasi pendamping, yaitu minimal lulusan sarjana S1 dan memiliki track record dalam bidang
kemasyarakatan. Adapun insentif yang diberikan kepada pendamping PKH, yaitu Rp 1.700.000,00 per bulan dengan kontrak yang selalu diperbaharui setiap tahun.
Untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai pendamping, tidak disediakan kendaraan khusus melainkan hanya disediakan seragam baju, kemeja, tas dan
alat tulis kantor. Tidak ada batasan maksimal menjadi seorang pendamping PKH, karena sejauh ini tidak ada pemutusan secara sepihak dari UPPKH, jikalau pun
ada kasus pendamping yang menyalahi aturan PKH maka biasanya akan langsung
diberikan surat peringatan hingga surat pemecatan. Kasus yang pernah terjadi adalah adanya tindakan penyelewengan terhadap dana PKH yang diterima.
Adapun peran dan tugas dari pendamping meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring kegiatan. Dalam proses perencanaan, pendamping
membantu meninjau para penerima PKH dengan langsung turun melihat kondisi sosial ekonomi penerima. Dalam proses pelaksanaan, pendamping berperan
memberikan pendampingan bagi para penerima PKH dalam pencairan dana, berkoordinasi dengan pihak UPPKH, sekolah dan posyandu untuk mengontrol
sejauh mana perilaku si penerima PKH khususnya mengontrol aktifitas kehadiran anak penerima PKH dan kehadiran ibu di setiap kegiatan posyandu. Kendala yang
selama ini dialami oleh pendamping PKH adalah masalah transportasi karena sejauh ini ditanggung dari biaya sendiri, walaupun ada wacana akan ada motor
inventaris bagi pendamping jika PKH akan dijadikan sebagai badan, layaknya BKKBN.
Sikap dan perilaku penerima PKH terhadap pendamping sejauh ini memang membantu jalannya PKH walaupun bentuk konsultasi yang dilakukan
penerima terhadap pendamping sifatnya belumlah rutin, hanya saja jika ada keperluan yang mendesak dan berkenaan dengan PKH, misalnya 1 bulan hanya 2
kali. Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendamping, tidak ada bentuk pelatihan yang sifatnya rutin dilakukan oleh UPPKH, hanya sempat dilakukan di
awal proses seleksi di tahun 2008. Namun evaluasi pendamping biasanya rutin dilakukan pertiga bulan setiap ada pencairan dana PKH. Penuturan pendamping
menyampaikan bahwa: Sejauh ini setiap ada pencairan dana PKH, memang rata-rata penerima
mengalokasikan uangnya untuk keperluan sandang, pangan, dan papan khususnya sandang dibandingkan untuk keperluan kesehatan dan
pendidikan anak. Hal ini diluar kemampuan dan kontrol pendamping karena hal ini
langsung diserahkan pada hak dan keputusan dari si penerima bantuan. Namun sebagai sebuah bentuk pengontrolan, pendamping mengecek aktivitas dan
kehadiran anak penerima PKH melalui pihak sekolah serta mengecek keaktifan ibu penerima PKH dalam mengikuti kegiatan posyandu sehingga ketika pun
terjadi kesalahan maka akan ada pengurangan nominal dana yang didapatkan,
misalnya jika anak tidak masuk sekolah berulang kali atau ketidakaktifan dalam mengikuti kegiatan posyandu. Memang secara analogi sederhana, uang yang
didapatkan dari dana PKH memang belumlah cukup, karena harapannya dana ini sifatnya berupa dana pemicu dan dikhususkan untuk peningkatakan kualitas
sumberdaya di bidang pendidikan dan kesehatan sehingga wajar jika PKH tentu berbeda dengan program kemiskinan lainnya.
Secara umum, memang tidak semua RTSM di Desa Tegal mendapatkan bantuan PKH, sebagai bentuk penyelesaian maka pendamping banyak menerima
laporan dan memberikan rekomendasi ke pusat, namun sejauh ini mekanisme ini memang cukup sulit dilakukan khususnya di pihak pengambil keputusan tertinggi
di UPPKH. Karena dana PKH akan otomatis terhenti saat RTSM tidak memiliki tanggungan, misalnya anak sudah lulus SMP, maka dana pun akan terputus
sehingga ternyata masih ada rumah tangga yang tidak mampu menyekolahkan anaknya ke SMA karena masalah finansial sehingga keluhan masyarakat bahwa
dana yang diberikan relatif belum mencukupi. Harapan dari pendamping PKH di Desa menuturkan bahwa:
Namun, harapan terhadap program PKH adalah adanya perubahan sikap dan perilaku penerima PKH khususnya peningkatan kualitas sumberdaya
dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta adanya nasib pendamping.