Latar Belakang Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli (E.Coli) Pada Pecel Yang Dijual Di Pasar Petisah Tahun 2015
mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara lain adalah higenis perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan
perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih. Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan
berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan
food-born-diseases. Departemen Kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi lima kelompok, yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri,
amubaprotozoa, parasit, dan penyebab bukan kuman. Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam
kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalam 7 jam dan dalam 9 jam
telah berkembang menjadi 2.000.000 dua juta sel, dalam 12 jam sudah menjadi 1.000.000.000 satu milyar sel. Kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat
besar sekali. Makanan yang masih dijamin aman dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi makanan sudah tercemar berat Depkes
RI,2004. Salah satu kontaminan yang paling sering dijumpai pada makanan adalah
bakteri Coliform, Escherichia coli dan faecal coliform. Bakteri ini berasal dari tinja manusia dan hewan, tertular ke dalam makanan karena perilaku penjamah
yang tidak higienis, pencucian peralatan yang tidak bersih, kesehatan para pengilah dan penjamah makanan serta penggunaan air pencucian yang
mengandung Coliform, E. coli, dan Faecal coliform.
Keberadaan Escherichia coli dalam sumber air atau makanan merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja manusia Chandra, 2007. Adanya
E.coli menunjukkan suatu tanda praktek sanitasi yang tidak baik terhadap air, dan makanan. Supardi, 1999. Escherichia coli yang terdapat pada makanan atau
minuman yang masuk kedalam tubuh manusia dapat menyebabkan gejala seperti kolera, disentri, gastroenteris, diare dan berbagai penyakit saluran pencernaan lain
Nurwantoto, 1997. E.coli dipilih sebagai indikator, karena bakteri ini ditemukan dimana-mana
didalam tinja, manusia, hewan, tanah, ataupun air yang telah terkontaminasi dengan debu, serangga, burung, dan binatang kecil lainnya, serta secara relative
mudah dibunuh dengan pemanasan. Karena itulah jika air atau makanan mengandung E.coli, hendaknya harus dipertimbangkan penolakan pemakaian
untuk air minum, sebab besar kemungkinan air atau makanan tersebut tercemar bahan-bahan kotor Azwar, 1990.
Berdasarkan hasil penelitian Ika 2013 diketahui bahwa sebagian besar sampel gado-gado di sepanjang jalan Kota Manado yang diteliti memiliki angka
kuman E.coli lebih dari 0 koloni per gram sebanyak 26 sampel. Berdasarkan hasil penelitian Dewi 2003 diketahui bahwa fasilitas
sanitasi penjual ketoprak dan gado-gado di lingkungan kampus UI Depok sebagian besar belum memenuhi persyaratan kesehatan. Penanganan terhadap
bahan-bahan makanan sudah baik, namun penjamah makanan belum berperilaku hidup bersih dan sehat. Kandungan E.coli pada air, ketoprak dan gado-gado
sebagian besar tidak memenuhi persyaratan kesehatan, demikian juga alat makan yaitu piring dan sendok.
Adapun penyakit bawaan makanan pada umumnya menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan, dengan rasa nyeri di perut, mencret, dan
kadang-kadang disertai dengan muntah. Penyakit ini disebabkan oleh makanan yang mengandung sejumlah bakteri pathogen, atau toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri tersebut. Penyakit ini dapat menyerang secara perorangan, dua orang anggota atau keluarga atau kelompok keluarga yang mempunyai hubungan erat,
berlangsung hanya dalam beberapa jam, atau jika berat berlangsung dalam bebrapa hari, minggu atau bulan dan memerlukan pengobatan yang intensif. Pada
kelompok rentan, seperti anak-anak dan orang tua, penyakit tersebut akan sangat membahayakan.
Salah satu jenis makanan yang banyak beredar dimasyarakat adalah pecel. Khususnya di Indonesia, di Indonesia terdapat beraneka ragam jenis pecel.
Tergantung dari daerahnya masing-masing. Pecel merupakan makanan yang bahan pokoknya terdiri dari berbagai macam sayuran. Seperti daun singkong,
kangkung atau bayam, kacang panjang, dan taoge. Lalu disiram dengan kuah yang berbahan pokok gula merah dan kacang tanah.
Pecel merupakan makanan siap saji dan penjual pecal lebih banyak menggunakan tangan secara langsung dalam meramu dan menyajikan barang
dagangannya. Hal ini menyebabkan sangat rentannya pecel untuk mendapatkan kontaminasi bakteri, baik yang berasal dari bahan-bahan sayuran yang digunakan,
piring, sendok, gelas, kain lap, air cucian dan perilaku penjaja yang tidak sehat. Belum lagi pada saat pengolahannya, yaitu pada saat perebusan sayur-sayurannya.
Bisa saja para pedagang tidak memperhatikan suhu untuk merebus sayur-sayuran agar bakteri-bakteri yang ada di sayur-sayuran tersebut mati.
Di Pasar Petisah sering dijumpai pedagang yang menjual makanan dan minuman, salah satunya adalah pedagang pecel. Hampir disetiap pintu masuk,
terdapat pedagang pecel. Tempat berjualannya pun dekat dengan keramaian dan banyak dilewati oleh kendaraan bermotor. Selain itu tempat berjualan juga jauh
dari sumber air bersih dan saluran pembuangan air. Namun hal ini tidak dilihat sebagai masalah oleh penjual maupun pembeli pecel. Padahal hal tersebut dapat
menjadi faktor pendukung adanya Escherichia coli E.coli sebagai indicator bahwa makanan tersebut telah tercemar. Sedangkan makanan dan minuman yang
baik, bila diproduksi dan diedarkan kepada masyarakat haruslah memenuhi persyaratan Kepmenkes RI No.942MenkesSKVII2003 tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui gambaran
mengenai penerapan hygiene sanitasi dan pemeriksaan bakteri Escherichia coli E.coli pada pecel yang dijual di Pasar Petisah.