Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia Kategori
IMT Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat 17,0
Kekurangan berta badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal
18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,0-27,0 Kelebihan berta badan tingkat berat
27,0 Sumber: Septiawan, 2012
3. Masa Kerja
Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukan lamanya
seseorang terkena paparan di tempat kerja hinggan saat penelitian. Semakain lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan ditempat kerja sehingga
semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Between Lutam 2005 menyatakan bahwa resiko nyeri punggung sangat
berhubungan dengan lama kerja. Semakin lama bekerja, semakin tinggi tingkat resiko untuk menderita nyeri punggung. Pekerja yang memiliki masa kerja 5
tahun memiliki tingkat resiko 7,26 kali lebih besar menderita nyeri punggung dibanding dengan yang memilki masa kerja 5 tahun.
4. Lama Kerja
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya 16-18 jam dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga atau
masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari
kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan,
penyakit, dan kecelakaan. Dalam seminggu biasanya seseorang dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk
timbulnya hal-hal negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat
dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor Suma’mur, 2009. Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit.
Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang jumlahnya antara 15-30 dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan
tersebut akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan
rendahnya tingkat produktivitas kerja Tarwaka, 2004. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari 2005 tentang beberapa faktor
ergonomi yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada pengemudi angkutan kota jurusan Gunungsari-Celancang PP Cirebon
menunjukan ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah p=0,050.
5. Kebiasaan Merokok
Perokok lebih beresiko terkena NPB dibandingkan dengan yang bukan perokok. Diperkirakan hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke
cakram dan berkurangnya oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan pembuluh darah arteri. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan nyeri punggung
karena perokok memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang Septiawan, 2012.
Pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot memiliki hubungan erat dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan
semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen et al. 1993 menemukan hubungan yang signifikan antara
kebiasaan merokok dengan keluhan otot. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru yang diakibatkan adanya kandungan karbon
monoksida sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran menurun. Apabila yanag bersangkutan
melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat
terhambat, terjadi penumpukan asam laktat, dan akhirnya timbul nyeri otot Tarwaka, 2004.
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Resiko meningkat 20 untuk tiap 10 batang rokok
per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki resiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang
menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah. Boshuizen et al 1993 menemukan hubungan yang
signifikan antar kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya
untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok
dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang
Septiawan, 2012. Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per
hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu : a. Perokok ringan, disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10
batang per hari. b. Perokok sedang, disebut perokok sedang jika menghisap 10
– 20 batang per hari.
c. Perokok berat, disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang perhari.
6. Kebiasaan Olahraga
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen 80 kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat
kelenturan tonus otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat
keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1 tingkat kesegaran
jasmani yang sedang risiko terjadinya gangguan otot rangka adalah 3,2 dan tingkat kesegaran jasmani yang tinggi maka resiko untuk terjadinya keluhan otot
rangka 0,8 Katana, 2010.
b. Faktor Pekerjaan
1. Beban Kerja
Beban kerja adalah beban pekerjaan yang ditanggung oleh pelakunya baik fisik, mental, maupun sosial
Suma’mur, 2009. Sedangkan menurut Notoatmodjo 2005 beban kerja adalah setiap pekerjaan yang memerlukan otot atau pemikiran
yang merupakan beban bagi pelakunya, beban tersebut meliputi beban fisik, mental ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaanya.
Faktor yang memengaruhi beban kerja, menurut Rodahl 1989 dan Manuaba 2000 bahwa secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas
kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek, baik faktor internal maupun faktor eksternal dalam penelitian Siswiyanti, 2011.
Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas task itu sendiri,
organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor. 1 Tugas
–tugas task yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruangan tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan
kerja, sikap kerja, cara angkat –angkut, beban yang diangkat–ngkut, alat bantu
kerja, sarana informasi termasuk displai dan control, dan alur kerja. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan
atau tingkat kesulitan pekerjaan yang memengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain.
2 Organisasi kerja yang dapat memengaruhi beban kerja, seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan,
sistem kerja, musik kerja, model sturktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenag.
3 Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah :
Lingkungan kerja fisik, seperti: mikrolimat suhu udara ambient, kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi, intensitas
penerangan, intensitas kebisingan, vibrasi mekanis, dan tekanan udara. Lingkungan kerja kimiawi, seperti: debu, gas
–gas pencemar udara, uap logam , dan fume dalam udara.
Lingkungan kerja biologi, seperti: pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan,
pekerja dengan keluarga, dan pekerja dengan lingkungan social yang berdampak kepada performansi kerja di tempat kerja.
Beban kerja oleh karena faktor internal, faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiris sebagai akibat adanya reaksi dari
beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain. Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian
secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan
prilaku. Karena itu strain secara subjektif berkait erat dengan harapan, keinginan, kepuasann dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal
meliputi :
a Faktor somatis jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi .
b Faktor psikis motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan. Cara Pengukuran denyut nadi sebagai indikator beban kerja adalah
sebagai berikut : 1. Stopwatch disiapkan.
2. Pergelangan tangan disiapkan untuk dipalpasi. 3. Digunakan 2 jari tangan 2 atau 3 jari paling sensitif.
4. Ujung jari disiapkan di ujung arteri radialis sampai denyut maksimal teraba. 5. Denyut nadi dihitung menggunakan metode 10 denyut.
6. Denyut nadi dihitung sebelum bekerja dan sesudah bekerja. 7. Hasil pengukuran dicatat dalam formulir yang telah disediakan.
Rentangan Denyut Nadi Kaitannya dengan Beban Kerja No
Rentangan nadi kerja permenit
Beban kerja yang di lakukan
1 2
3 4
5 6
60 - 70 75 - 100
100 - 125 125 - 150
150 - 175 Diatas 175
Sangat rendah=istirahat Ringan
Sedang Berat
Sangat berat Luar biasa beratnya
Sumber: Siswiyanti, 2011
2. Sikap Kerja
Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-
lain. Sikap kerja tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang ada. Jika kondisi sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan
kerja, karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman. Menurut Bridger, 1995 sikap kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan menambah
resiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal Astuti, 2007. Terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu:
1. Sikap Kerja Duduk
Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta
jarak lekuk lutut dan telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka musculoskletal dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran
kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak
benar. Tekanan posisi tidak duduk 100, maka tekanan akan meningkat menjadi 140 bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi
190 apabila saat duduk dilakukan membungkuk kedepan Septiawan, 2012.
2. Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia akan
ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran
beban berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi. Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi
posisi kedua kaki. Kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan
antara anggota bagian atas dengan anggota bagian bawah Astuti, 2007. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang
vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan
berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan
keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk Rizki, 2007 dalam penelitian Septiawan,
2012. Waktu berdiri terjadi gerakan torsi adalah gerak putar korpus vertebra
akibat gaya mekanik yang dipengaruhi oleh diskus intervertebralis 1 sendi faset dan ligamen-ligamen interspinal. Gerak torsi sering menimbulkan kerusakan
diskus yang mempercepat proses degenerasi diskus. Gerak gesek shering force antara korpus vertebra menimbulkan pembebanan pada faset akan bertambah.
Pembebanan asimetris berkaitan dengan postur tubuh saat aktivitas postur yang seimbang pada waktu berdiri terlalu lama. Akibat lama berdiri menyebabkan nyeri
punggung bawah yang dapat mengganggu aktivitas serta dapat meningkatkan biaya pengobatan Pudjianto, 2001 dalam penelitian Septiawan, 2012.
3. Sikap Keja Membungkuk
Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika
bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama. Pada saat
membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbar mengalami penekanan. Pada
bagian ligamen sisi belakang dari invertebratal disk justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian
bawah. Bila sikap kerja ini dilakukan dengan beban pengangkatan yang berat dapat menimbulkan slipped disk , yaitu rusaknya bagian invertebratal disk akibat
kelebihan beban pengangkatan Astuti, 2007. Pada penelitian yang dilakukan oleh Diana Samara 2005 tentang sikap
membungkuk dan memutar selama bekerja sebagai faktor resiko nyeri punggung bawah menunjukan bahwa sikap kerja membungkuk memperbesar resiko nyeri
punggung bawah sebesar 2,68 kali dibandingkan dengan pekerja dengan sikap badan tegak .
2.4. Rapid Entire Body Assessment REBA
Rapid Entire Body Assissment REBA adalah suatu metode dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung,
lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja. REBA adalah alar penganalisa postur tubuh yang bisa memeriksa aktivitas kerja Modul Praktikum
Sistem Kerja dan Ergonomi. Metode ini juga dilengkapi dengan faktor coupling, beban ekstemal, dan aktivitas kerja. Dalam metode ini, segmen-segmen
tubuh dibagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan Grup B. Grup A terdiri dari punggung batang tubuh, leher dan kaki. Sedangkan grup B terdiri dari lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Penentuan skor REBA yang mengindikasikan level resiko dari postur kerja, dimulai dengan menentukan skor
A untuk postur-postur gmp A ditambah dengan skor beban load dan skor B untuk postur-postur gmp B ditambah dengan skor coupling. Kedua skor tersebut
skor A dan B digunakan untuk menentukan skor C. Skor REBA diperoleh dengan menambahkan skor aktivitas pada skor C. Dari nilai REBA dapat
diketahui level resiko cedera. Pengembangan Rapid Entire Body Assissment REBA terdiri atas 3 tiga tahapan, yaitu:
1. Mengidentifikasikan kerja 2. Sistem pemberian skor
3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat yang ada, dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan
analisis yang didapat. Setelah diperoleh skor REBA, yang bemilai 1 sampai 15 menunjukkan
level tindakan action level sebagai berikut: Action level 0: Skor 1 menunjukkan bahwa postur ini sangat diterima dan tidak
perlu tindakan. Action level 1: Skor 2 atau 3 menunjukkan bahwa mungkin diperlukan
pemeriksaan lanjutan.
Action level 2: Skor 4 sampai 7 menunjukkan bahwa perlu tindakan pemeriksaaan dan perubahan perlu dilakukan.
Action level 3: Skor 8 sampai 10 menunjukkan bahwa perlu pemeriksaan dan perubahan diperlukan secepatnya.
Action level 4: Skor 11 sampai 15 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera atau saat itu juga
dalam penelitian Sutrio, 2011.
2.5. Kerangka konsep
Faktor Personal -Usia
-IMT
-Masa kerja -Lama kerja
-Kebiasaan Merokok -Kebiasaan olahraga
Faktor Pekerjaan -Beban kerja
- Sikap kerja Terjadinya Low
Back Pain
2.6. Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan terjadinya nyeri punggung bawah Low Back Pain.
2. Ada hubungan antara IMT dengan terjadinya nyeri punggung bawah Low Back Pain.
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan terjadinya nyeri punngung bawah Low Back Pain.
4. Ada hubungan antara lama kerja dengan terjadinya nyeri punggung bawah Low Back Pain.
5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya nyeri punngung bawah Low Back Pain.
6. Ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan terjadinya nyeri punngung bawah Low Back Pain.
7. Ada hubungan antara beban kerja dengan terjadinya nyeri punggung bawah Low Back Pain.
8. Ada hubungan antara sikap kerja dengan terjadinya nyeri punggung bawah Low Back Pain.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat retrospektif dengan desain case control, sebagai kasus adalah TKBM yang mengalami Low Back Pain dan kontrol TKBM
yang tidak mengalami Low Back Pain, data diperoleh dari catatan rekam medik di Rumah Sakit Mitra Medica.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Belawan 1, Kecamatan Medan Belawan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dari bulan Januari sampai Maret 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja tenaga kerja bongkar muat TKBM sebanyak 460 orang.
3.3.2. Sampel
a. Kelompok Kasus: sampel kasus dalam penelitian ini adalah pekerja TKBM yang Low Back Pain. Data diperoleh dari rekam medik yang tercatat di Rumah
Sakit Mitra Medica dengan jumlah 32 kasus.
b. Kelompok Kontrol: sampel kontrol dalam penelitian ini adalah pekerja TKBM yang tidak Low Back Pain. Data diperoleh dari rekam medik yang tercatat di
Rumah Sakit Mitra Medica, yang ditentukan dengan sistematik random sampling dengan jumlah 32 kontrol.
. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang dibagikan kepada pekerja bongkar muat di sektor 1 pelabuhan Belawan.
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder penelitian ini diperoleh dari data instansi Primkop TKBM pelabuhan Belawan dan rumah sakit mitra medica.
3.5. Defenisi Operasional
1. Low Back Pain adalah rasa nyeri yang dirasakan pekerja TKBM pada punggung bagian bawah yang disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau
lesi tulang. 2. Faktor Personal
a. Usia adalah jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir sampai saat pengumpulan data dilakukan.
b. Indeks Massa Tubuh IMT adalah alat pemantau status gizi orang dewasa, ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh IMT.