III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Untuk mencapai tujuan penelitian sebagaimana diuraikan pada BAB 1, maka secara sistematis pendekatan masalah penelitian mengikuti alur pikir
kerangka pendekatan sistem yang dapat dilihat pada Gambar 3. Pada sistem
produksi budidaya perikanan KJA, selain dihasilkan barang konsumsi berupa ikan segar, juga menghasilkan limbah baik yang berasal dari sisa metabolisme berupa
feses, maupun sisa pakan yang tidak dikonsumsi ikan budidaya atau yang disebut limbah organik. Limbah tersebut ada yang masih dapat dimanfaatkan dan ada
pula yang tidak dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh yang masih dapat dimanfaatkan seperti pemanfaatan kembali pakan yang terbuang oleh ikan pada
layer bawah maupun ikan yang berada di perairan bebas di luar jaring apung yang tidak dibudidayakan.
Pada Gambar 3, penelitian ini menggambarkan isu dan permasalahan di waduk.
Perkembangan KJA yang pesat berdampak positif terhadap peningkatan produksi dan pendapatan pembudidaya.
Peningkatan jumlah KJA yang tidak terkendali telah menimbulkan berbagai masalah yang berdampak negatif, baik
secara ekonomi maupun ekologi perairan waduk, yakni meningkatnya limbah organik yang menyebabkan kematian massal ikan dan penurunan kualitas air.
Ikan yang dibudidayakan dalam budidaya perikanan KJA di Waduk Cirata adalah ikan mas yang diletakkan di bagian atas KJA dan ikan nila di bagian
bawahnya. Berdasarkan pengamatan di lapang dan studi literatur yang dilakukan, proses pembesaran ikan mas dan nila dilakukan dengan memberikan pakan ikan
secara intensif. Pakan ikan diberikan sesuai dengan kebutuhan bagi pembesaran
ikan mas, sedangkan pakan ikan nila tidak diberikan secara khusus disebabkan ikan nila memakan pakan ikan mas yang tidak terkonsumsi dan feses dari ikan
mas. Besaran pakan ikan mas yang tidak terkonsumsi oleh ikan mas terbuang dan feses ikan mas menurut Azwar dan Suhendra 2004 sebanyak 20-25 dari
total pakan ikan mas. Sekitar 25-30 dari pakan yang dikonsumsi akan disekresikan ke lingkungannya.
Hasil penelitian terdahulu disebutkan bahwa proses pembesaran ikan mas sampai mencapai ukuran konsumsi pasar membutuhkan waktu 2-3 bulan.
Penelitian ini mencoba melakukan pendekatan dengan melihat kurun waktu proses pembesaran ikan mas sesuai dengan waktu pengamatan.
`
Gambar 3. Kerangka Pendekatan Studi
Perikanan Budidaya KJA
Jumlah KJA melebihi daya dukung Pola Pemberian Pakan
Waduk Cirata
Positif Negatif
Eksternalitas
Ekonomi Masyarakat
Produksi Perikana
n
Sedi- mentasi
Limbah Pakan
Penurunan Kualitas Air
Feses dan Urine
Re-Use
Pertumbuhan Kematian Ikan
Penurunan Utility dan Produksi Waduk
Kebijakan dan Regulasi Pengelolaan Waduk
Instrumen Ekonomi
Eksternalitas Negatif Menurun
Eksternalitas Positif Meningkat
Model Eksternalitas
Sebagaimana Gambar 3, model yang diajukan adalah model yang dikaitkan dengan eksternalitas KJA dalam produksi ikan Mas dan ikan Nila di Waduk
Cirata, dimana fungsi produksi menyertakan eksternalitas KJA yang secara kondisional airnya telah tercemar.
Produksi ikan mas budidaya KJA dengan kondisi air yang tidak tercemar menjadi baromater, atau ukuran dari produksi ikan mas KJA yang airnya
tercemar. Dengan kata lain, parameter bagi tercemarnya air di Waduk Cirata, terlihat dari ukuran berat total ikan mas pada saat panen dan ukuran mortalitasnya
dibandingkan dengan berat total panen dan mortalitas pada kondisi air yang tidak tercemar.
Sumbangan terbesar bagi pencemaran terhadap badan air perairan Waduk Cirata dan memberikan pengaruh buruk terhadap reproduksi ikan, meningkatnya
algae dan munculnya algae blooming, berasal dari pakan ikan dimana pakan ikan memberikan kontribusi bagi peningkatan unsur N dan P ke badan perairan.
Peningkatan dua unsur penting ini akan berakibat suburnya perairan, dan selanjutnya akan menyebabkan pasokan oksigen bagi ikan menjadi menipis.
Semua ini akan menyebabkan pertumbuhan ikan menurun dan bahkan akan menimbulkan kematian ikan secara massal, sebagaimana yang telah terjadi pada
beberapa tahun terakhir ini di Waduk Cirata.
Model Produksi Ikan Mas
Model nilai ekonomi ekosistem seperti perairan, hutan ataupun udara sebaiknya menggunakan pendekatan fungsi produksi yang berbeda dengan fungsi
produksi pada umumnya dimana unsur lingkungan dimasukkan sebagai input Barbier, 2000.
Metode pendekatan produksi Production Function Approach sama seperti menentukan nilai tambah dari perubahan suplai setiap faktor input. Jika
perubahan-perubahan tersebut
berasal dari
fungsi habitat
dan ternyata
mempengaruhi produksi, maka efek dari perubahan ini akan ditransmisikan ke individual melalui sistem harga, yakni melalui perubahan biaya dari harga barang
dan jasa yang diproduksi. Menurut Freeman 1991, setiap hasil perubahan di sisi sumberdaya atau kualitas lingkungan sebagai hasil peningkatan jasa ekosistem,
dimana biaya dan harga menjadi lebih rendah dan meningkatkan jumlah barang, maka semua ini akan mengarah pada peningkatan surplus konsumen dan mungkin
juga surplus produsen. Jumlah kedua surplus ini merupakan ukuran dari keinginan membayar terhadap perubahan ekosistem.
Pendekatan Fungsi produksi secara umum PF untuk penilaian terhadap dukungan dan perlindungan bahwa barang dan jasa lingkungan memberikan
kegiatan ekonomi terdiri dari prosedur dua langkah berikut Barbier, 1994: “Efek fisik dari perubahan dalam sumber daya hayati atau jasa ekologis pada
kegiatan ekonomi ditentukan. Dampak dari perubahan lingkungan dinilai dalam hal perubahan yang sesuai dalam term yang terkait dengan perubahan dalam
produksi yang dipasarkan. Dengan kata lain, sumber daya biologis atau layanan ekologi diperlakukan sebagai masukan untuk kegiatan ekonomi, dan seperti
masukan lainnya, nilainya dapat disamakan dengan dampaknya pada produktivitas dari setiap output yang dipasarkan”.
Dalam penelitian ini akan digunakan model fungsi biaya, dimana biaya adalah biaya produksi budidaya perikanan KJA dengan kendala jumlah produksi
yang dihasilkan. Model ini dikenal sebagai minimisasi biaya. Untuk menduga
biaya total minimum usaha KJA pada satu kali musim tanam, digunakan fungsi biaya yaitu:
4 1
i a
i
Q W
a C
i
.........................................................................3.1 dimana:
C : biaya produksi KJA
W
i
: harga input produksi KJA Q
: jumlah produksi ikan mas α
i
: koefisien harga W
i
β
i
: koefisien jumlah produki ikan
Kelembagaan
Berdasarkan informasi yang diserap dari Badan Pengelola Waduk Cirata, kegiatan budidaya ikan KJA di perairan Waduk Cirata merupakan bentuk
kompensasi kepada masyarakat yang tanahnya terkena proyek pembangunan Waduk Cirata. Awal kegiatan budidaya ikan KJA dimulai sejak tahun 1988-1989
dan diperuntukkan
bagi penduduk
sekitar Waduk
Cirata dengan
tidak menyertakan
aturan-aturan dan
sanksi yang
bersifat mengikat.
Pada perkembangan selanjutnya, ternyata peluang ekonomi yang diberikan kepada
penduduk sekitar Waduk Cirata diperjualbelikan, dimana mereka menjual KJA yang dimiliki kepada pihak lain, dan membuat KJA baru. Hal ini pada akhirnya
mengundang banyak pihak lain untuk turut berinvestasi dalam budidaya ikan KJA tanpa prosedur baku, cukup dengan mengenal penduduk sekitar Waduk Cirata dan
memiliki dana investasi. Atas dasar uraian di atas, perairan Waduk Cirata diklasifikasikan sebagai
common property bagi budidaya KJA. Siapapun dapat masuk dan keluar untuk berinvestasi. Keberadaan common property ini pada gilirannya akan memberikan
dampak yang tidak kecil. Data-data yang disajikan pada Bab II memperlihatkan
makin meningkatnya jumlah petak KJA yang ada di perairan Waduk Cirata, dan sudah melewati batas yang telah ditetapkan oleh Pemda Provinsi Jawa Barat.
Akibat lanjut dari peningkatan jumlah KJA ini adalah tercemarnya perairan Waduk Cirata. Melalui penelitian ini akan dilakukan eksplorasi terhadap
keberadaan kelembagaan yang ada, mulai dari kebijakan-kebijakan sebagai payung hukum kelembagaan rule of game, dan tinjauan atas kebijakan yang
dihasilkan, peran, pengaruh dan tingkat kepentingan para stake holder kelompok kepentingan, jenis dan peran kelembagaan yang eksisting selama ini baik di
tingkat pemerintahan atau di luar pemerintahan. Kelembagaan
dalam konteks
pemerintahan adalah
BPWC, Dinas
Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur, Bandung Barat dan Purwakarta, BP3U Provinsi Jawa Barat. Untuk menunjang analisis
kelembagaan yang ada diperlukan info tentang kelembagaan di luar tingkat pemerintahan yaitu, GPMT Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, Bandar atau
Gudang di sekitar perairan Waduk Cirata yang sekaligus dapat berperan sebagai penyedia benih dan pakan ikan, serta petani ikan dan kelompok petani dan
lembaga swadaya masyarakat.
3.2. Kerangka Teori 3.2.1. Konsep Fungsi Produksi