209
7.4.1. Pengaruh Guncangan Ekspor Pertanian dan Manufaktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing faktor perdagangan luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui Tabel 21. Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa pada triwulan pertama, variabilitas produk domestik bruto secara keseluruhannya hanya dapat dijelaskan oleh guncangannya sendiri
100 persen. Sementara variabel makroekonomi lainnya, termasuk variabel produk ekspor pertanian dan manufaktur belum memiliki kontribusi dalam
menjelaskan variabilitas PDB. Namun pada periode ke-2, seluruh variabel telah memberikan kontribusi dalam menjelaskan perubahan variabilitas PDB, termasuk
ekspor nonagro, ekspor pertanian, dan ekspor agro masing-masing dapat menjelaskan variabilitas PDB sebesar 4.29 persen, 28.37 persen, dan 0.05 persen.
Selama periode jangka pendek maupun dalam jangka panjang, ternyata variabilitas PDB, selain dipengaruhi oleh shocknya sendiri, juga sangat dipengarui
oleh guncangan yang bersumber dari ekspor pertanian. Tabel 21. Pengaruh Guncangan pada Variabel Ekspor Pertanian dan
Industri Manufaktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Variabel Endogen
Tri wulan
Sumber Guncangan S.E.
LPDB LBOT
INF LER
LXNAI LXPT
LXAI
L P
D B
1 0.0221
100.0000 0.0000
0.0000 0.0000
0.0000 0.0000
0.0000 2
0.0386 59.9035
1.0766 1.5534
4.7518 4.2928
28.3703 0.0517
4 0.0734
42.5212 1.2020
2.2164 10.2771
5.7463 37.9080
0.1290 8
0.1254 38.8928
1.0888 1.7698
10.9670 6.5111
40.5944 0.1761
12 0.1652
37.4419 1.0572
1.6663 11.2796
6.7739 41.5908
0.1903 16
0.1977 36.8049
1.0424 1.6162
11.4062 6.8981
42.0364 0.1960
24 0.2506
36.2234 1.0296
1.5710 11.5176
7.0119 42.4452
0.2014 36
0.3136 35.8709
1.0221 1.5441
11.5845 7.0807
42.6931 0.2046
48 0.3320
35.8038 1.0207
1.5390 11.5972
7.0938 42.7403
0.2052 50
0.3740 35.6860
1.0182 1.5300
11.6195 7.1168
42.8233 0.2063
Sumber : Lampiran 9.1
210 Dengan kata lain perubahan yang terjadi lebih banyak ditentukan oleh
ekspektasi terhadap PDB itu sendiri, dimana dalam jangka panjang kontribusi atas guncangan PDB itu sendiri masih cukup besar hingga periode ke-50 dengan
kontribusi sebesar 35.69 persen. Hingga jangka panjang, PDB juga sangat dipengaruhi oleh guncangan
ekspor pertanian. Kontribusi ekspor tertinggi dalam jangka panjang terjadi pada ekspor pertanian, yakni sebesar 42.82 persen. Hal ini berarti bahwa variabilitas
PDB sangat ditentukan oleh ekspor pertanian. Selain itu kontribusi ekspor
nonagro hingga jangka panjang terhadap variabilitas PDB adalah sebesar 7.12 persen. Sedangkan kontribusi ekspor agro industri hingga jangka panjang hanya
memberikan kontribusi sebesar 0.21 persen. Sementara pengaruh lainnya yang cukup besar adalah bersumber dari shock variabel nilai tukar rupiah, yakni sebesar
11.62 persen, sedangkan variabel makroekonomi lainnya yakni net ekspor dan inflasi masing-masing hanya dapat menjelaskan di bawah 2 persen. Secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 21. Apabila dilihat dari peranan ekspor sebagai sumber guncangan,
nampaknya pengaruh variabel ekspor pertanian cukup efektip dalam menjelaskan variabilitas PDB. Sementara variabel ekspor non agro dan agro industri belum
efektip dalam menjelaskan variabilitas PDB karena masih relatif kecil, terlebih lagi peranan ekspor agro, walaupun kecenderungannya meningkat dari periode ke
periode berikutnya, namun kontribusinya hingga jangka panjang masih bergerak sangat kecil di bawah 1 persen. Oleh karena itu dapat jika dilihat dari besaran
peranan masing-masing variabel ekspor dalam menjelaskan variabilitas PDB, maka shock yang bersumber dari ekspor pertanian adalah variabel yang paling
211 efektip, karena dapat memberikan kontribusi terbesar diantara ketiga variabel
ekspor tersebut terhadap variabilitas PDB hingga jangka panjang, dan kemudian diikuti oleh ekspor nonagro, dan ekspor agro.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa variabilitas PDB dapat dijelaskan oleh ekspor produk pertanian dan industri manufaktur, dan yang paling efektip
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah guncangan yang bersumber dari ekspor pertanian, dalam arti bahwa perubahan yang terjadi pada variabel PDB
sangat dipengaruhi atau sangat peka terhadap perubahan ekspor pertanian
dibandingkan dengan pengaruh dari ekspor nonagro dan ekspor agro.
7.4.2. Pengaruh Guncangan pada Variabel Ekspor Produk Pertanian dan Industri Manufaktur terhadap Net Ekspor.
Selain variabel
PDB yang
telah dijeleskan
sebelumnya, kinerja
makroekonomi juga dapat dilihat dari perkembangan nilai neraca perdagangan atau net ekspor, yakni selisih antara nilai ekspor dan nilai impor. Dari Tabel 22
menunjukkan bahwa, pada periode awal variabilitas net ekspor seluruhnya dijelaskan oleh guncangan variabel itu sendiri, sedangkan variabel ekspor baru
dapat menjelaskan variabilitas net ekspor pada periode ke-2, namun peran
tersebut masih relatif kecil, ekspor nonagro industri 1.88 persen, ekspor pertanian 0.47 persen, dan dari ekspor agro Industri 0.33 persen. Dalam jangka
panjang hingga triwulan ke-50, variabilitas net ekspor lebih dominan dijelaskan oleh variabel itu sendiri yakni 83.70 persen, sedangkan pengaruh guncangan dari
variabel-variabel lainnya relatif kecil. Guncangan yang bersumber dari
perdagangan luar negeri mengalami kenaikan, namun kenaikan tersebut relatif kecil. Peranan ekspor nonagro dalam menjelaskan variabilitas net ekspor hingga
212 jangka panjang meningkat menjadi 5.06 persen, ekspor pertanian menjadi 6.11
persen, dan ekspor agro menjadi 0.50 persen. Secara lengkap lihat pada Tabel 22. Tabel 22. Pengaruh Guncangan pada Variabel Ekspor Produk Pertanian
dan Manufaktur pada Perkembangan Net Ekspor di Indonesia
Variabel Endogen
Tri wulan
Sumber Guncangan S.E.
LPDB LBOT
INF LER
LXNAI LXPT
LXAI
L BO
T
1 0.2733
0.0000 100.0000
0.0000 0.0000
0.0000 0.0000
0.0000 2
0.3916 0.1851
96.8119 0.0165
0.3073 1.8737
0.4719 0.3337
4 0.5639
0.9879 92.3250
0.0750 0.7999
3.1091 2.2466
0.4565 8
0.8161 1.7632
88.0467 0.1277
1.3269 4.1050
4.1461 0.4845
12 1.0091
2.0833 86.3481
0.1454 1.5381
4.4812 4.9121
0.4917 16
1.1710 2.2500
85.4715 0.1542
1.6474 4.6728
5.3095 0.4947
24 1.4414
2.4161 84.5969
0.1629 1.7570
4.8631 5.7066
0.4974 36
1.7713 2.5254
84.0217 0.1686
1.8291 4.9882
5.9679 0.4991
48 1.8683
2.5471 83.9075
0.1697 1.8434
5.0131 6.0197
0.4995 50
2.0913 2.5860
83.7028 0.1717
1.8691 5.0576
6.1127 0.5001
Sumber : Lampiran 9.2. Tabel 22 di atas menunjukan bahwa guncangan yang bersumber dari
variabel ekspor dapat memberikan pengaruh terhadap variabilitas net ekspor. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh masing-masing variabel ekspor, yakni ekspor
pertanian, non agroindustri, dan agroindustri. Masing-masing variabel ekspor tersebut memiliki pola yang sama, yakni kontribusi pengaruhnya dari jangka
pendek hingga jangka panjang terus meningkat. Namun dalam jangka panjang ekspor pertanian adalah merupakan variabel yang paling dominan dalam
menentukan variabilitas net ekspor BOT, kemudian diikuti oleh peranan ekspor non agroindustri dan ekspor agroindustri. Secara makro pengaruh guncangan
variabel ekspor tersebut belum efektif dalam menentukan variabilitas net ekspor, karena ternyata lebih ditentukan oleh perspektif variabel itu sendiri. Namun jika
dibandingkan dengan variabel-variabel makro lainnya seperti PDB, inflasi dan nilai tukar yang memiliki kontribusi lebih kecil dalam menentukan variabilitas net
213 ekspor, maka variabel ekspor pertanian dan non agroindustri adalah merupakan
variabel yang relatif lebih baik dalam menjelaskan variabilitas net ekspor.
7.4.3. Pengaruh Guncangan pada Variabel Ekspor Produk Pertanian dan Industri Manufaktur terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia
Kinerja makroekonomi juga dapat dilihat dari perkembangan tingkat inflasi INF yang merupakan perubahan dari angka indeks harga konsumen dari
periode sebelumnya ke periode berikutnya. Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa, variabilitas inflasi yang terjadi di Indonesia pada triwulan pertama hanya dapat
dijelaskan oleh guncangan variabel itu sendiri, sementara variabel ekspor baru dapat menjelaskan variabilitas inflasi mulai periode ke-2, yakni pengaruh dari
yang paling besar XNAI 9.32 persen, XPT 0.35 peren, dan XAI 3.14 peren. Tabel 23. Pengaruh Guncangan Variabel Ekspor Produk Pertanian dan
Manufaktur terhadap Perkembangan Inflasi di Indonesia
Variabel Endogen
Tri wulan
Sumber Guncangan S.E.
LPDB LBOT
INF LER
LXNAI LXPT
LXAI
IN F
1 5.8199
0.0000 0.0000
100.0000 0.0000
0.0000 0.0000
0.0000 2
8.2385 11.4359
0.4303 75.3279
0.0045 9.3173
0.3469 3.1372
4 12.8092
10.9067 3.4848
31.7525 12.9520
9.5777 27.2904
4.0360 8
15.2514 11.3979
6.7761 22.9678
12.7588 9.4297
32.2248 4.4450
12 16.0783
10.4438 11.5711
20.7121 11.5593
8.7079 29.2779
7.7280 16
16.8002 9.5888
15.3813 19.0026
10.6374 8.0253
26.8459 10.5187
24 17.8279
8.5421 20.0203
16.9165 9.5179
7.1884 23.8877
13.9270 36
18.1575 8.2434
21.3440 16.3212
9.1985 6.9495
23.0437 14.8996
48 18.7994
7.7062 23.7248
15.2505 8.6241
6.5199 21.5256
16.6489 50
18.9565 7.5830
24.2709 15.0049
8.4923 6.4214
21.1774 17.0501
Sumber : Lampiran 9.3. Dalam periode jangka panjang, kemampuan ekspor pertanian dan ekspor
agro dalam menjelaskan variabilitas inflasi ternyata terus meningkat hingga triwulan ke 50, namun pengaruh ekspor non agro industri menurun. Kemampuan
ekspor pertanian dalam menjelaskan variabilitas inflasi meningkat menjadi 21.18 persen, sedangkan variabel ekspor agro industri peranannya meningkat menjadi
214 17.05 persen, sedangkan peranan ekspor nonagro menurun menjadi 6.42 persen.
Jika diperhatikan dalam jangka panjang peranan ekspor industri manufaktur, baik yang bersumber dari ekspor nonagro maupun agro masih relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan peranan ekspor pertanian menjelaskan variabilitas tingkat inflasi di Indonesia. Namun jika dilihat dari kontribusi variabel makro lainnya
ternyata memiliki kontribusi relatif lebih besar dalam menjelaskan variabilitas inflasi, PDB 7.58 persen, BOT 24.27 persen, dan nilai tukar 8.49 persen.
Besarnya peranan ekspor pertanian dalam menjelaskan variabilitas inflasi di Indonesia menunjukkan bahwa komoditi primer merupakan komoditi ekspor
utama yang dikaitkan dengan perubahan inflasi. Dengan kata lain, produk-produk primer di dalam negeri belum banyak diolah, baik menjadi barang jadi maupun
setengah jadi, hal ini mengindikasikan bahwa agroindustri di Indonesia perkembangannya belum signifikan, sehingga besarnya ekspor produk primer
menyebabkan terjadinya kelangkaan bahan baku agro di dalam negeri. Kondisi ini bisa terjadi akibat dari perbedaan harga komoditi primer di dalam dan luar negeri.
Jika harga di luar negeri lebih tinggi dibandingkan harga di dalam negeri, maka ekspor produk primer akan meningkat, bahkan menyebabkan kebutuhan di dalam
negeri menjadi tidak terpenuhi, akibatnya harga produk primer yang dimanfaatkan untuk bahan baku agro industri menjadi tinggi.
7.4.4. Pengaruh Guncangan Variabel Ekspor Produk Pertanian dan Manufaktur pada Nilai Tukar Rp terhadap Dolar Amerika
Berdasarkan hasil analisis dekomposisi ragam kesalahan peramalan, kemampuan variabel ekspor menjadi sumber guncangan yang dapat menentukan
variabilitas nilai tukar, baru terjadi mulai periode ke-2 dan peranannya cukup
215 besar, yakni masing-masing ekspor nonagro 13.89 persen, ekspor pertanian
32.44 persen dan ekspor agro 0.03 persen. Sementara pada periode pertama variabilitas nilai tukar lebih utama
dijelaskan oleh variabel net ekspor dan variabel itu sendiri. Pada periode berikutnya kemampuan variabel ekspor dalam
menjelaskan variabilitas nilai tukar tampaknya terus mengalami peningkatan hingga jangka panjang, walaupun peningkatannya agak sedikit menurun. Dalam
jangka panjang guncangan yang bersumber dari ekspor pertanian dalam menjelaskan variabilitas nilai tukar rupiah cenderung menurun dari triwulan ke 4
hingga triwulan ke 50 turun dari 32.43 persen menjadi 27.21persen, ekspor nonagro industri dari 13.89 persen turun menjadi 12.48 persen. dan ekspor agro
dari 0.034 persen turun menjadi 0.005 persen. Sementara pengaruh yang bersumber dari variabel makro lainnnya hingga jangka panjang kurang berperan,
karena besaran kontribusinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan ekspor pertanian dan ekspor non agro industri, yakni berkkisar antara
2 persen hingga 6 persen. Jika diperhatikan dari Tabel 24, shock yang bersumber dari variabel
perdagangan luar negeri, ternyata memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan variabilitas nilai tukar rupiah, terutama yang bersumber dari
guncangan ekspor pertanian dan ekspor non agro industri. Dilihat dari besaran kontribusi
ekspor dalam menjelaskan variabilitas nilai tukar hingga jangka panjang sebenarnya relatif lebih besar, terutama peranan guncangan yang
bersumber dari ekspor pertanian dan ekspor non agro industri. Kontribusi yang bersumber dari variabel makro lainnya justru relatif lebih kecil, yakni masing-
masing PDB 6.10 persen, BOT2.65 persen, dan inflasi 3.60 persen.
216 Tabel 24. Pengaruh Guncangan Variabel Ekspor Produk Pertanian dan
Manufaktur pada Nilai Tukar Rp terhadap dolar Amerika
Variabel Endogen
Tri wulan
Sumber Guncangan S.E.
LPDB LBOT
INF LER
LXNAI LXPT
LXAI
L E
R
1 0.0821
0.0000 0.0000
0.0000 100.0000
0.0000 0.0000
0.0000 2
0.1816 0.8082
2.5075 3.3560
46.9711 13.8879
32.4354 0.0339
4 0.2600
4.8471 2.0248
3.1757 44.5329
12.7548 32.6356
0.0291 8
0.3420 5.9697
2.0804 3.2879
44.9870 12.5800
31.0762 0.0188
12 0.3973
6.0952 2.2287
3.3776 45.8136
12.5392 29.9315
0.0143 16
0.4439 6.1102
2.3406 3.4402
46.4000 12.5194
29.1778 0.0117
24 0.5241
6.1091 2.4780
3.5138 47.0976
12.5012 28.2916
0.0088 36
0.6253 6.1046
2.5834 3.5699
47.6253 12.4886
27.6216 0.0066
48 0.6556
6.1036 2.6059
3.5819 47.7377
12.4859 27.4790
0.0061 50
0.7258 6.1016
2.6476 3.6040
47.9461 12.4810
27.2143 0.0052
Sumber : Lampiran 9.4. Hal tersebut menunjukan bahwa variabilitas nilai tukar rupiah sangat erat
hubungannya dengan perubahan ekspor pertanian dan ekspor non agro. Namun jika dilihat dari kemampuan masing-masing variabel ekspor, maka shock ekspor
pertanian relatif lebih besar pengaruhnya dalam menentukan variabilitas nilai tukar dibandingkan dengan shock ekspor nonagro maupun ekspor agroindustri.
7.4.5. Ringkasan Efektivitas Pengaruh Guncangan Ekspor Pertanian dan Industri Manufaktur terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia
Hasil pembahasan efektivitas pengaruh ekspor pertanian dan manufaktur terhadap kinerja makroekonomi di atas, diringkas pada Tabel 25.
Tabel 25. Ringkasan Pengaruh Ekspor Pertanian dan Ekspor Manufaktur pada Kinerja Makroekonomi Indonesia dalam Jangka Panjang
Variabilitas Kinerja Makroekonomi
LXNAI LXPT
LXAI Efektivitas
Guncangan LPDB
7.1168 42.8233
0.2063
LXPT LBOT
5.0576 6.1127
0.5001
LXPT INF
6.4214 21.1774
17.0501
LXPT LER
12.4810 27.2143
0.0052
LXPT Ranking
2 1
3
Sumber : Lampiran 9a sd 9d.
217 Tabel 25 menggambarkan kemampuan masing-masing variabel ekspor
sebagai sumber guncangan yang dapat menjelaskan variabilitas dari setiap variabel makroekonomi dalam jangka panjang. Beberapa hal yang dapat
dijelaskan dari Tabel 25 adalah sebagai berikut : 1.
Dilihat dari peranan masing-masing shock variabel ekspor terhadap kinerja makroekonomi, dapat diklasifikasikan dalam tingkatan sebagai berikut, 1
variabel ekspor produk pertanian XPT, dilihat dari besaran angka yang dihasilkan, pengaruh guncangan yang bersumber dari ekspor produk
pertanian terhadap kinerja makroekonomi adalah positip dan cukup besar, dan semua variabel kinerja makroekonomi dapat dijelaskan dengan baik oleh
ekspor pertanian. Variabel-variabel yang dapat dijelaskan dengan baik oleh guncangan ekspor pertanian tersebut secara runtut adalah produk domestik
bruto PDB, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ER, inflasi INF, dan balance of trade BOT, 2 variabel ekspor non-agroindustri XNAI.
Dilihat dari peranannya dalam menjelaskan kinerja makroekonomi relatif cukup besar, secara runtut terhadap variabel
nilai tukar ER pengaruh variabel ekspor non agroindustri cukup kuat, kemudian diikuti PDB, lalu
inflasi dan BOT, dan 3 variabel ekspor agroindustri XAI. Jika dilihat secara menyeleluruh dari setiap variabel pada kinerja makroekonomi, maka
pengaruh ekspor agro industri, adalah yang paling rendah kemampuannya dalam
menjelaskan peranannya
terhadap variabilitas
setiap variabel
makroekonomi. Kondisi tersebut dapat dilihat dari besaran angka relatif yang dihasilkan untuk setiap variabel makroekonomi, kecuali pada variabel inflasi,
tampaknya lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh yang bersumber dari
218 ekspor non agro. Sedangkan terhadap variabel makroekonomi lainnya, yakni
terhadaap , BOT, dan nilai tukar menghasilkan besaran angka dibawah satu persen. Jadi kemampuan ekspor agro industri dalam menjelaskan variabilitas
kinerja makroekonomi, secara relatif masih rendah. 2.
Apabila dilihat dari kemampuan ekspor pertanian dan industri manufaktur dalam menjelaskan kinerja setiap variabel makroekonomi Indonesia, maka
pengaruh guncangan yang bersumber dari ekspor pertanian adalah relatif paling besar dan dominan dibandingkan dengan pengaruh yang bersumber
dari ekspor nonagro industri dan ekspor agro industri. Hal ini berarti bahwa ekspor produk pertanian merupakan sumber guncangan yang paling efektip
dalam mempengaruhi kinerja makroekonomi Indonesia dibandingkan dengan ekspor industri manufaktur. Sedangkan jika dilihat antara kemampuan ekspor
agro industri dan nonagro industri dalam menjelaskan variabilitas dari setiap variabel kinerja makroekonomi dalam, masing-masing jangka panjang
memiliki kemampuan yang berbeda. Ekspor nonagro industri memiliki kemampuan lebih besar dalam menjelaskan variabilitas PDB, BOT dan ER.
Sedangkan ekspor agroindustri nampaknya memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menjelaskan variabilitas Inflasi INF. Kondisi ini dapat diartikan
bahwa, perubahan yang terjadi pada ekspor agroindustri lebih berpengaruh pada variabilitas inflasi, tapi kurang mampu menjelaskan variabilitas PDB,
net ekspor, dan nilai tukar dibandingkan dengan ekspor nonagroindustri.
219
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
8.1. Kesimpulan 8.1.1.
Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam arti
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Sedangkan terhadap inflasi,
walaupun dalam jangka pendek mengalami kenaikan, namun dalam jangka panjang cenderung menurun dan stabil. Demikian pula terjadi pada nilai
tukar rupiah, walaupun dalam jangka pendek mengalami depresiasi, namun dalam jangka panjang nilai tukar rupiah cenderung meningkat atau
mengalami apresiasi.
Guncangan ekspor
nonagro industri
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor dari masing-masing
0.80 persen dan 5.36 persen pada periode jangka pendek menjadi masing- masing 1.46 persen dan 6.80 persen pada periode jangka panjang, dan
mencapai keseimbangan rata-rata pada periode ke 18 dan 19. Dampak positip terhadap PDB dan Net ekspor tersebut didukung oleh penurunan
pada tingkat inflasi dan nilai tukar dari masing-masing 2.52 persen dan 6.77 persen dalam jangka pendek, turun menjadi 0.13 persen dan 3.48
persen dalam jangka panjang, dan mencapai keseimbangan masing-masing pada periode ke 20 dan 21.
Kenaikan inflasi dalam jangka pendek diperkirakan berhubungan positip dengan depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika, sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi yang bersumber dari impor. Hal ini juga terjadi dalam jangka
panjang, kecenderungan penurunan tingkat inflasi diikuti pula oleh