202 pertanian dapat memiliki nilai tambah dan daya saing yang lebih tinggi, serta
peranan ekspor agro industri juga dapat ditingkatkan. Kondisi lainnya dilihat dari aspek liberalisasi perdagangan, kebijakan
perdagangan luar negeri Indonesia terkait langsung dengan era pasar bebas, seperti Asean Free Trade Area AFTA, Asia Pacific Economic Cooperation
APEC, dan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN–Cina ACFTA dan AFTA. Dengan demikian hambatan tarif dan non tarif untuk melindungi produksi
komoditi pertanian dalam negeri pada saatnya tidak dapat diberlakukan lagi. Oleh karena itu, walaupun tujuan dari liberalisasi perdagangan ini positip, yakni untuk
meningkatkan daya saing dan transaksi perdagangan luar negeri, namun kenyataannya produk ekspor pertanian Indonesia masih menemukan banyak
persoalan, baik internal, eksternal, maupun di pasaran global. Sehingga ekspor pertanian belum dapat menunjukkan perkembangan yang berarti, namun demikian
kontribusinya terhadap perekonomian nasional adalah positip, walaupun masih relatif kecil.
7.3.3. Respon Dinamik Kinerja Makroekonomi Indonesia terhadap Guncangan Ekspor Agro Industri
Untuk mengetahui respon kinerja makroekonomi atas guncangan ekspor agro industri dapat dilihat dari Gambar 20. Untuk mengetahui secara numerik
dapat dilihat melalui Lampiran 8.3. Gambaran tersebut merupakan hasil estimasi dengan IRF sepanjang 50 triwulan ke depan.
Pada Lampiran 8.3 dapat dilihat, bahwa pengaruh shock satu standard deviasi
pada variabel ekspor agro Industri XAI pada periode awal kebijakan dapat meningkatkan variabel itu sendiri sebesar 5.32 persen. Pada periode kedua,
guncangan ekspor agro industri memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kinerja
203 makroekonomi.
Pada pertumbuhan ekonomi dapat meningkat sebesar 0.26 persen, sedangkan pengaruhnya terhadap net ekspor juga positip yang meningkat
sebesar 2.26 persen, demikian pula halnya inflasi meningkat sebesar 1.5 persen dan nilai tukar adalah negatip, yakni sebesar 0.33 persen. Masih dalam jangka
pendek, pada periode ke 4, PDB dapat tumbuh dengan pertumbuhan yang lebih rendah yakni sebesar 0.06 persen, net ekspor meningkat sebesar 2.16 persen,
tingkat inflasi menurun dari 1.5 persen pada periode sebelumnya menjadi 0.96 persen, sedangkan nilai tukar terdepresiasi 0.03 persen.
Pada periode jangka panjang, pengaruh guncangan atas ekspor agro industri terhadap variabel-variabel kinerja makroekonomi adalah positip.
Terhadap PDB mengalami kenaikan, walaupun kenaikan tersebut relatif kecil yakni 0.04 persen hingga mencapai konvergen pada periode ke 20 dengan
pertumbuhan rata-rata 0.05 persen per triwulan hingga periode 50. Terhadap net ekspor, dalam jangka panjang dapat tumbuh sebesar 2.11 persen dan mencapai
konvergen pada periode ke 16, dengan pertumbuhan rata-rata 2.11 persen. Sedangkan terhadap tingkat inflasi terjadi konvergen pada periode ke 18 dengan
pertumbuhan rata-rata 1.10 persen, dan nilai tukar rupiah mencapai konvergen pada periode ke 20 dengan pertumbuhan rata-rata 0.04 persen per triwulan. Dari
pencapaian konvergen atau keseimbangan jangka panjang, nampaknya variabel net ekspor adalah yang paling cepat tercapai, dalam arti guncangan ekspor agro
industri tidak lagi memiliki pengaruh terhadap perubahan net ekspor, dan tercapai pada periode yang lebih cepat, yakni selama 16 triwulan atau sekitar empat tahun.
Jika dicermati lebih jauh, tampaknya guncangan ekspor agro industri baik jangka pendek maupun dalam jangka panjang dapat memberikan pengaruh yang
204 positip terhadap kinerja makroekonomi, karena guncangan positip atas ekspor
agro industri ternyata direspon positip oleh variabel-variabel makroekonomi indonesia, keculai nilai tukar. Khusus pengaruhnya pada nilai tukar, dalam jangka
pendek terjadi apresiasi rupiah terhadap dolar Amerika, kemudian periode berikutnya terjadi apresiasi rupiah, lalu berfluktuasi, dan dalam jangka panjang
pengaruh tersebut positip, namun dengan pertumbuhan yang relatif kecil.
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
.000 .004
.008 .012
.016 .020
.024
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
-.004 -.003
-.002 -.001
.000 .001
.002
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
.0000 .0005
.0010 .0015
.0020 .0025
.0030
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
Response to Cholesky One S.D. Innovations of XAI
R es
p o
n te
rh ad
ap P
D B
R e
s p
o n
te rh
a d
a p
B O
T
R e
s p
o n
te rh
a d
a p
N ila
i T
u k
a r
E R
R e
s p
o n
te rh
a d
a p
In fl
a s
i IN
F
Triwulan Triwulan
Triwulan Triwulan
Jika dibandingkan dengan guncangan yang bersumber dari ekspor
pertanian maupun ekspor non agro industri, sebenarnya ekspor komoditi agro industri memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan karena komoditi yang
dihasilkan berbasis pada hasil-hasil pertanian primer di dalam negeri. Memang
Gambar 20. Pengaruh Ekspor Agro Industri terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia
205 kondisi perkembangan ekspor agro industri hingga saat ini dari waktu ke waktu
secara nominal memiliki kontribusi pendapatan ekspor non migas yang lebih besar daripada pendapatan dari ekspor pertanian, namun pertumbuhannya secara
relatif masih kecil, sehingga belum dapat menjadi komoditi ekspor andalan, oleh karena itu, baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun daya saing perlu terus
ditingkatkan sehingga dapat menjadi salah satu andalan ekspor nasional pada masa yang akan datang.
7.3.4. Ringkasan Respon Dinamik Kinerja Makroekonomi atas Guncangan Ekspor Produk Pertanian dan Industri Manufaktur
Dari hasil pembahasan di atas, dapat dilihat kembali dalam ringkasan pada Tabel 20. Respon kinerja makroekonomi atas guncangan perdagangan luar negeri
dengan proksi ekspor produk pertanian dan ekspor industri manufaktur yang terdiri dari ekspor nonagroindustri dan ekspor agroindustri dalam waktu rata-rata
sekitar 20 triwulan ke depan akan mencapai keseimbangan. Pencapaian keseimbangan tersebut nampaknya cukup realistis yakni selama sekitar 5 tahun.
Oleh karena itu perlu di dukung oleh kondisi perekonomian yang lebih kondusip, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Di dalam negeri
harus tercipta upaya peningkatan produksi yang berkualitas dengan efisiensi yang tinggi. Di samping itu perlu diupayakan perbaikan di bidang infrastruktur, baik
yang terkait dengan investasi untuk menciptakan sarana produksi sehingga produksi dapat ditingkatkan, maupun yang terkait dengan kelancaran arus barang.
Sedangkan untuk kondisi pasar ekspor di luar negeri, harus meningkatkan kualitas dan daya saing produk terutama terhadap negara-negara mitra dagang Indonesia,
dan juga negara-negara besar large open economies seperti Amerika, Jepang,
206 dan negara-negara Eropa. Dengan kata lain pencapaian konvergen tersebut dapat
tercapai apabila hal-hal tersebut dapat diwujutkan. Sehingga kondisi pertumbuhan ekonomi dan net ekspor tidak lagi bersifat fluktuatif dan akan mencapai stabil,
sementara terhadap inflasi dapat terkendali, dan nilai tukar rupiah tidak lagi mengalami fluktuatif, tapi akan menjadi normal.
Tabel 20. Ringkasan Respon Dinamik Kinerja Makroekonomi atas Guncangan Ekspor Produk Pertanian dan Produk Manufaktur dalam Periode
Jangka Pendek dan Jangka Panjang Hingga 50 Triwulan ke Depan
Guncangan Perdagangan
Luar Negeri Respon
Kinerja Makro-
ekonomi Jangka
Pendek
1
Jangka Panjang
2
Konvergen
3
Kecende- rungan
Rata-Rata Konvergen
XNAI PDB
0.80 1.46
18 Naik
BOT 5.36
6.80 19
Naik 19.5
INF 2.52
0.13 20
Turun ER
6.77 3.48
21 Turun
XPT PDB
2.04 3.58
25 Naik
BOT 2.69
7.56 16
Naik 21.75
INF 0.49
0.11 22
Turun ER
10.34 5.03
24 Turun
XAI PDB
0.26 0.04
20 Turun
BOT 2.26
2.11 16
Turun 18.5
INF 1.46
1.10 18
Turun ER
0.03 0.04
20 Naik
Keterangan :
1
Jangka Pendek hingga triwulan ke-4
2
Jangka Panjang hingga triwulan ke-50
3
Konvergen Keseimbangan Jangka Panjang negatif.
Sumber : Lampiran 8.1, 8.2, dan 8.3.
Dilihat dari pengaruh guncangan ekspor produk pertanian dan industri manufaktur pada kinerja makroekonomi Indonesia, tidak semua variabel ekspor
tersebut berpengaruh positip pada variabel-variabel kinerja makroekonomi Indonesia. Misalnya pengaruh guncangan variabel ekspor agroindustri terhadap
kinerja makroekonomi Indonesia, walaupun secara keseluruhan telah memiliki peran yang positip terhadap kinerja makroekonomi, namun peranan tersebut
207 belum memperlihatkan respon yang kuat, terutama terhadap PDB dan BOT.
Sedangkan terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah dalam jangka panjang telah menunjukkan peran yang positip, karena inflasi cenderung menurun, sedangkan
nilai tukar walaupunmengalami depresiasi, tapi relatif kecil. Demikian pula jika dilihat dari pencapaian stabilisasi keseimbangan konvergen yang terjadi, secara
rata-rata tercapai pada periode yang lebih cepat dibandingkan dengan yang dicapai oleh peranan guncangan dari ekspor non agro dan ekspor pertanian.
Berbeda kondisinya dengan shock yang bersumber dari ekspor pertanian, yang dapat meningkatkan kinerja makroekonomi baik dalam jangka pendek
maupun kecenderungannya dalam jangka panjang. Misalnya terhadap PDB dan net ekspor dalam jangka pendek dapat tumbuh, dan cenderung meningkat dalam
jangka panjang. Hanya saja pengaruh kenaikan ekspor pertanian, ternyata dalam jangka pendek dapat meningkatkan inflasi dan nilai tukar terdepresiasi, walaupun
peningkatannya relatif kecil, namun dapat menghambat perkembangan ekspor pertanian tersebut di dalam negeri, akan tetapi dalam jangka panjang pengaruh
guncangan ekspor pertanian terhadap inflasi menurun dan nilai tukar rupiah
mengalami apresiasi. Secara keseluruhan pengaruh guncangan ekspor pertanian tersebut mencapai keseimbangan rata-rata selama 21.75 triwulan atau sekitar
enam tahun. Pengaruh shock ekspor nonagro industri terhadap kinerja makroekonomi
menunjukkan pola hubungan yang tidak jauh berbeda dengan pengaruh shock ekspor pertanian, bedanya adalah respon dari setiap variabel makroekonomi
secara relatif lebih rendah dibandingkan dengan respon makroekonomi terhadap shock
ekspor pertanian, demikian pula pengaruhnya pada tingkat inflasi
208 cenderung meningkat dan nilai tukar rupiah cenderung terdepresiasi dalam jangka
pendek dan dalam jangka panjang tingkat inflasi cenderung menurun, sedangkan nilai tukar rupiah cenderung mengalami apresiasi. Kestabilan pertumbuhan
konvergensi secara rata-rata tercapai pada periode 19.50 atau sekitar 5 tahun. Sementara pengaruh shock ekspor agro industri terhadap kinerja makroekonomi
menunjukkan hasil yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan penaruh yang bersumber dari shock ekspor nonagro industri dan pertanian.
7.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Makroekonomi Indonesia