Hakikat Roman KAJIAN TEORI
14
tunduk kepada kaidah-kaidah yang mencirikan sistem itu sebagai sebuah sistem; dan kaidah-kaidah yang dikatakan sebagai kaidah komposisi ini tidak begitu saja
menjadi asosiasi-asosiasi kumulatif, tetapi membawa sifat-sifat himpunan yang berbeda dari sifat unsur-unsurnya. Misalnya, keseluruhan bilangan tidak berada
terpisah satu sama lain dan kita dapat mengenalinya dalam urutan sembarangan untuk dapat mempersatukannya dalam sebuah keseluruhan: bilangan-bilangan itu
tidak akan tampak selain dalam fungsi urutan angka-angka itu sendiri. 2.
Transformasi Andaikata ciri khas totalitas terstruktur itu bergantung kepada kaidah-
kaidah pembentukannya, maka totalitas tersebut dengan sendirinya menjadi pembentuk struktur dan dualitas terus menerus inilah atau lebih tepatnya
bipolaritas untuk senantiasa menjadi peyusun dan tersusun sekaligus itulah yang menjelaskan pertama-tama keberhasilan pemahaman ini, seperti halnya pengertian
“tatanan” menurut Cournot contoh khusus, mengenai struktur-struktur matematis modern, membuatnya mudah dipahami berkat contohnya. Padahal, kegiatan
membentuk tidak lain adalah sebuah sistem transformasi. 3.
Pengaturan Diri Ciri dasar yang ketiga dalam struktur adalah pengaturan diri sendiri yang
membuat stuktur dapat terlindung dan tertutup. Kedua hasil itu membuktikan bahwa transformasi yang tejadi pada sebuah struktur tidak menjalar keluar dari
batasannya, melainkan sekedar melahirkan unsur-unsur yang tetap menjadi milik struktur tersebut dan melestarikan kaidah-kaidahnya.
15
Sifat-sifat pelestarian diri dengan batas-batas yang jelas dengan pembentukan unsur-unsur baru yang tidak terbatas membuktikan sebuah
pengaturan diri dari struktur-struktur. Sifat pokok ini pasti memperkuat pentingnya pengertian dan harapan-harapan yang dibangkitkannya di segala
bidang, sebab kalau kita berhasil menjabarkan sebuah medan kesadaran tertentu menjadi sebuah struktur yang mengatur diri, seolah-olah kita memiliki penggerak
batiniah sistem tersebut. Pengaturan diri tersebut bekerja menurut prosedur atau proses yang berbeda-beda, hal ini mendorong lahirnya pemikiran suatu tatan
kompleksitas yang semakin berkembang dan memunculkan pertanyaan- pertanyaan seputar penyusunan dan proses pembentukan definitif. Ritme, regulasi
dan operasi, itulah ketiga prosedur dasar alam pengaturan diri atau pelestarian struktur: kita bebas untuk membaca tahap-
tahap konstruksi “riil” struktur-struktur tersebut, atau membalikkan urutannya dengan menempatkan mekanisme-
mekanisme fungsional di dasar paling bawah suatu bentuk mutlak. Tetapi tahap- tahap kontruksi tersebut masih ada manfatnya, sekurang-kurangnya dari sudut
pandang pembentukan struktur-struktur baru, untuk membedakan dua tahapan pengaturan. Tahapan yang satu tetap tinggal di dalam struktur yang telah jadi atau
hampir selesai dan merupakan kaidah yang berdiri sendiri , dalam kaidah-kaidah seimbang, menjadi pengatur dirinya sendiri. Tahapan yang lain berlangsung
dalam pembentukan struktur-struktur baru dengan memanfatkan satu atau lebih struktur-struktur terdahlu dan memadukannya dalam bentuk sub-struktur di antara
struktur-struktur yang lebih luas.
16
Seperti pendapat tokoh-tokoh di atas, strukturalisme awalnya merupakan suatu aliran yang bersumber dari aliran formalisme Rusia yang kemudian
berkembang dan maju di seluruh belahan dunia, tak hanya di dunia barat tetapi juga sampai ke Amerika dan juga sampai ke Indonesia. Menurut Endraswara
2003: 49, Strukturalis pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur.
Dalam pandangan ini, karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki strukur yang saling terkait satu sama lain. Strukturalisme memang sering
dipahami sebagai bentuk. Eagleton 2006: 136 menambahkan, struturalisme seperti yang tersirat dari istilah itu sendiri, berurusan dengan struktur, dan lebih
khusus lagi dengan meneliti peraturan umum yang mendasari cara bekerjanya. Dari pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa strukturalisme adalah
gabungan unsur-unsur atau bentuk-bentuk yang membentuk sebuah karya sastra, seperti alur atau plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang penceritaan dan gaya
bahasa. Nurgiyantoro 2013: 58 berpendapat bahwa setiap teks kesastraan
memiliki sebuah struktur yang unik yang khas yang menandai kehadirannya. Hal itulah yang membedakannya dengan teks-teks yang lain. Struktur teks itu
mengorganisasikan berbagai elemen untuk saling berhubungan antara satu dan yang lain. Struktur itulah yang menyebabkan teks itu menjadi bermakna, menjadi
masuk akal, menjadi logis, menjadi dapat dipahami. Nurgiyantoro menambahkan bahwa struktur itu sendiri sebenarnya tidak berwujud, tidak tampak, tetapi ia
sangat penting kehadirannya. Ia menjadi benang merah yang menghubungkan
17
semua elemennya. Seperti yang dikatakan Ryan 2011: 41 bahwa untuk memahami apa yang dimaksud dengan struktur dalam kesusastraan, bayangkanlah
tentang tubuh. Kerangka tubuh sangat penting untuk menggerakkan tubuh, meski kerangka tubuh tidaklah tampak. Demikian juga dalam kesusastraan, suatu karya
sastra memiliki struktur yang tidak pernah tampak tapi membuat karya sastra tersebut menjadi masuk akal dan berfungsi sebagai karya sastra.
Strukturalisme merupakan cabang penelitian sastra yang tidak bisa lepas dari aspek-aspek linguistik. Sejak zaman Yunani, Aristoteles telah mengenalkan