sawah telah dibeli warga atau pihak luar kelurahan, dan warga asli hanya menjadi buruh  atau  petani  penggarap.  Berikut  adalah  kutipan  dari  seorang  informan
mengenai profesi masyarakat di sekitarnya, khususnya RW12. “Disini  RW  12  kebanyakan  bapak–bapaknya  hanya  kuli
neng,  kalau  ga  kuli  sawah,  kuli  bangunan,  ya  kuli  pasir.  Tapi  kuli sawah  cuma  dikit,  mungkin  cuma  belasan  orang.  Orang–orangnya
dipilih  banget  sama  pihak  IPB  yang  punya  sawah.  Selebihnya  jadi kuli  bangunan,  tapi  kalau  lagi  ga  ada  panggilan  kerja  lebih
seringnya  pada  nyari  pasir  di  sungai,  tapi  Alhamdulillah  hasilnya lumayan.” M, 29 tahun
5. 3 Aktivitas Masyarakat
Saat pagi  hari, aktivitas ekonomi warga  mulai  berlangsung. Melalui  hasil wawancara  diketahui  bahwa  sejak  pukul  05.00  atau  setelah  menunaikan
kewajiban  shalat  shubuh,  para  ibu–ibu  yang  menjadi  bibi  cuci  telah  mulai mengerjakan pekerjaan mereka yaitu mencuci di tepi sungai. Hingga pukul 09.00
secara  silih  berganti  mereka  memanfaatkan air sungai untuk  mencuci. Pemilihan waktu bekerja terkadang disesuaikan dengan keadaan dan kesibukan mereka. Jika
ada  ibu  yang  harus  mengurus  anak  mereka  yang  masih  kecil  atau  harus mengantarkan  anak  ke  sekolah,  maka  mereka  akan  mencuci,  setelah  mengurus
keperluan anaknya tersebut. Ada juga ibu yang harus menjemput dahulu pakaian kotor  setiap  pagi  karena  sistem  perjanjian  yang  dibuat  seperti  demikian.  Upah
yang  diterima  tergantung  kesepakatan  yang  telah  mereka  buat.  Umumnya pendapatan  mereka  berkisar  antara  Rp.  40.000,00  hingga  Rp.  50.000,00  untuk
satu  orang  pelanggan,  atau  hingga  ratusan  ribu  jika  pelanggan  ialah  sebuah keluarga.  Satu  orang  ibu  yang  menjadi  bibi  cuci  bisa  mendapatkan  satu  hingga
lima  orang  pelanggan.  Para  pelanggan  umumnya  adalah  warga  pendatang  yang berdomisili  di  sekitar  perumahan  warga  asli  ataupun  di  kompleks  dan  asrama
mahasiswa. Kegiatan warga lainnya ialah adanya pengajian yang dilakukan di mesjid.
Lokasi  pengajian  tersebut  berpindah–pindah  ke  setiap  mesjid  yang  ada  di Kelurahan Balumbang Jaya. Mayoritas penduduk yang mengikuti pengajian ialah
ibu–ibu  yang  sudah  berumur  tua.  Sangat  jarangnya  ibu–ibu  muda  yang  terlibat
diduga disebabkan oleh kesibukan dalam mengurus keluarga atau karena aktivitas bekerja.
Pada  beberapa  lokasi,  terdapat  semacam  penarikan  uang  iuran  yang dilakukan petugas RTRW setempat. Iuran tersebut ialah pengumpulan dana suka
rela yang akan digunakan untuk membantu warga yang terkena musibah ataupun para  janda  dan  anak  yatim.  Besaran  uang  iuran  tersebut  tidak  ditentukan  secara
pasti namun rutin dikumpulkan setiap bulannya. Dalam  memenuhi  kebutuhan  dapur,  ibu–ibu  hanya  membeli  di  warung,
tukang  sayur  keliling  atau  lapak  yang  menjual  kebutuhan  dapur.  Bagi  mereka, walaupun harga sedikit lebih mahal jika dibandingkan membeli langsung di pasar
ataupun  jenis  bahan  makanan  lebih  terbatas,  hal  tersebut  tidak  menjadi  masalah karena  mereka tidak  harus  mengeluarkan uang tambahan untuk ongkos angkutan
umum untuk menuju pasar terdekat. Berikut ungkapan dari seorang responden: Kalo ibu beli lauk sama sayur disini aja neng, ga usah ke pasar.
Walaupun  lebih  mahal  dan  ga  banyak  pilihannya  tapi  kan  ga  harus keluar  ongkos.  Lumayan  kan  bisa  ngirit  delapan  ribu.  Di  sini  ada
warung padang sebutan sebuah warung kelontong sama tukang sayur keliling.  Beli  nya  juga  dikit–dikit.  Kalo  pagi  mah  biasanya  makan
gorengan  aja,  tapi  kalo  lagi  ada,  ya  kadang  bikin  nasi  goreng  E,  43 tahun.
BAB VI PESERTA PROGRAM KELUARGA HARAPAN