QMEE dan BEES IRI
Calhoun dan Acocella 1990, mengemukakan dua alasan yang mengaruskan individu untuk mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, Individu
hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain.
Kedua, Masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut
dibuatkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Disamping itu kontrol diri
memiliki makna sebagai suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola
faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi Calhoun Acocela, 1990.
Menurut Hurlock 1994 mengatakan bahwa kontrol diri muncul karena adanya perbedaan dalam mengelola emosi, cara mengatasi masalah, motivasi, dan
kemampuan mengelola potensi dan pengembangannyaa. Self-control berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan-
dorongan dalam dirinya. Menurut konsep ilmiah pengendalian emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat di
terima secara sosial. Memang konsep ilmiah menitik beratkan pada pengendalian, tetapi tidak sama artinya dengan penekanan. Mengontrol emosi berarti mendekati
suatu situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah munculnya reaksi yang berlebihan.
Menurut Rothbaum dalam Tangney, Baumiester, Boone, 2004 menyatakan bahwa self-control secara luas dianggap sebagai kapasitas untuk
berubah dan beradaptasi sehingga menghasilkan sesuatu lebih baik secara optimal antara diri dan dunia. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan
cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial
yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar
interaksi sosial, bersikap hangat dan terbuka. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa self control adalah
kemampuan seseorang dalam mengelola stimulus dari luar dirinya untuk menentukan tindakan yang sesuai dengan yang diyakini, sehingga dapat menekan
kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan. Pada masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah meletup atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol
dirinya sendiri, akan tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu juga ada yang
sudah matang dalam artian mampu mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya.