Behavior Control Cognitive Control

individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

3. Decesional Control

Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya, kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu : mengantisipasi peristiwa dan menafsirkan peristiwa, dimana individu dapat menahan dirinya. Kemampuan mengontrol diri tergantung dari ketiga aspek tersebut, kontrol diri ditentukan dengan sejauh mana salah satu aspek tersebut mendominasi atau terdapat kombinasi dari beberapa aspek dalam mengontrol dirinya.

2.3.3 Pengukuran Self-control

Ada beberapa alat ukur yang dapat mengukur self-control, diantaranya : 1. Kendall Wilcox dalam Wang, 2002 membuat skala pengukuran baku yang diberi nama Self-control Rating Scale SCRS yang terangkum kedalam 33 item baku. 2. Self-control Scale Tangney, Baumiester, Boone, 2004 yang terdiri dari 10 item baku yang mengukur self-control secara keseluruhan. 3. Self-control Questionnaire oleh Brandon sebagai skala sifat kontrol diri. Brandon menekankan pada perilaku kesehatan, dan memiliki cakupan item yang luas. Pada penelitian ini membuat skala sendiri yang mengacu pada teori dari Averill 1973, yang memiliki aspek: Behavior Control, Cognitive Control, dan Decesional Control yang terangkum dalam 23 item.

2.4 Self-esteem

2.4.1 Pengertian Self-esteem

Menurut Rosenberg dalam Hinduja Patchin, 2010, self-esteem adalah sikap individual baik positif atau negatif terhadap dirinya sebagai suatu totalitas. Mruk 2006 menjelaskan bahwa Rosenberg telah menjelaskan cara lain dalam mendefinisikan self-esteem adalah suatu rangkaian sikap individu tentang apa yang dipikirkan mengenai persepsi perasaan, yaitu perasaan tentang “keberhargaan” dirinya. Sedangkan menurut Coopersmith dalam Heatherton Wyland, 2003 menjelaskan self-esteem sebuah penilaian pribadi terhadap keberhargaan dirinya yang diekspresikan dalam sikap yang berpegangan teguh pada prinsip pribadi. Self-esteem merupakan sikap penerimaan atau penolakan yang mengidinkasikan tingkat kepercayaan terhadap dirinya akan kapasitas, signifikansi, dan kesuksesan. Menurut Powell, Newgent, dan Le 2006 juga berpendapat bahwa self-esteem adalah penilaian dan merasakan mengenai diri individu itu sendiri. Sedangkan menurut Since Berk dalam Powel, Newgent, Le, 2006 penilaian yang dibuat tentang nilai diri sendiri dan perasaan yang terkait dengan penilaian tersebut. Dari beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan self-esteem adalah sikap individu dalam melihat diri sendiri baik positif ataupun negatif mengenai dirinya sendiri dalam kapasitasnya sendiri. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori Rosenberg dalam Mruk, 2006.

2.4.2 Karakteristik Self-esteem

Beberapa pandangan Rosenberg tentang karakteristik self-esteem dalam Mruk, 2006 : 1. Menunjukkan bahwa pemahaman self-esteem sebagai fenomena suatu sikap diciptakan dengan kekuatan sosial dan kebudayaan. 2. Study tentang self-esteem ini diharapkan pada masalah-masalah tersendiri. Salah satunya yaitu refleksitas self, yang mengandung arti bahwa evaluasi diri lebih kompleks daripada evaluasi objek eksternal. 3. Self-esteem ini merupakan sikap yang menyangkut keberhargaan individu sebagai seseorang yang dilihat sebagai suatu variabel yang penting dalam berperilaku karena self-esteem sendiri bekerja untuk atau melawan dalam situasi tertentu. Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Rosenberg, Minchiton 1995 menjabarkan self-esteem bukanlah sifat atau aspek tunggal, melainkan sebuah kombinasi dari beragam sifat dan perilaku individu. Tiga aspek self-esteem, yaitu :

a. Perasaan Mengenai Diri Sendiri

Menerima diri sendiri, individu dapat menerima dirinya secara nyata dan penuh. Dapat menghormati diri sendiri, individu memiliki keyakinan