masing stakeholder, dan apakah proses ini sesuai dengan peta stakeholder rasional organisasi.
3. Tingkat Transaksional
Tingkat transaksional membutuhkan pemahaman hubungan transaksi antar organisasi dan stakeholder serta mampu menyimpulkan apakah
hubungankerjasama yang terjadi sesuai dengan peta stakehoder dan proses organisasi stakeholder. Pemahaman legitimasi masing-masing stakeholder
sangat penting dalam keberhasilan tingkat transaksional.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang air tanah sudah banyak dilakukan, namun sebagian besar meneliti tentang pencemaran air tanah dan willingnes to pay masyarakat terhadap
pencemaran air tanah. Penelitian tentang kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan air tanah serta dampak kerugian ekonomi masyarakat secara umum masih jarang
diteliti. Oleh karena itu, penulis meneliti mengenai analisis kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan air tanah yang membahas peran stakeholder dalam pengelolaan
dan pemanfaatan air tanah, serta estimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat pemanfaatan air tanah oleh perusahaan.
Penelitian mengenai pengelolaan dan pemanfaatan air tanah sebelumnya pernah dilakukan oleh Adoe 2008 yang berjudul “Pengendalian Pemanfaatan
Air tanah Di Kota Kupang”. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses pengendalian
pemanfaatan air tanah merupakan upaya untuk menjamin pemanfaatan air tanah secara bijaksana serta menjaga kesinambungan kuantitas dan kualitasnya.
Penelitian lain pernah dilakukan oleh Siswanto 2011 yang berjudul “Evaluasi Kebijakan Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah di Provinsi DKI
Jakarta”. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis evaluasi kebijakan adalah analisis isi content analysis. Penelitiannya menyimpulkan bahwa
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya menggunakan pajak dan retribusi air tanah sebagai kebijakan untuk membatasi pemakaian dan pemanfaatan air tanah di
wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kontribusi pajak dan retribusi air tanah terhadap PAD sangat kecil dibandingkan dengan pajak daerah dan retribusi daerah yang
lain. Fungsi instrumen pajak dan retribusi air tanah adalah upaya pembatasan pemakaian dan konservasi air tanah.
Penelitian nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat pemanfaatan sumberdaya air sebelumnya pernah dilakukan oleh Setiawan 2012 yang berjudul
“Penilaian Economic Losses Masyarakat Desa Cijeruk Kabupaten Bogor Akibat Adanya Pemanfaatan Sumber Mata Air Oleh Perusahaan Air Minum”. Metode
analisis yang digunakan dalam menilai economic losses adalah averted cost methods. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa berdasarkan persepsi masyarakat
petani dan rumah tangga, telah terjadi kelangkaan sumber daya air akibat adanya pemanfaatan sumber mata air secara berlebihan oleh perusaha air minum.
Kelangkaan sumber daya air menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Hasil penilaian economic losses masyarakat Desa Cijeruk akibat adanya pemanfaatan
sumber mata air secara berlebihan oleh perusahaan air minum adalah sebesar Rp.740.466.000 per tahun.
Adapun penelitian lain yang menghitung estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pemanfaatan air tanah pernah dilakukan oleh Ismail et al. 2011 yang
berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness to Pay Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah Studi Kasus di Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta
Utara”. Metode analisis yang digunakan untuk menghitung kerugian ekonomi adalah melalui penghitungan biaya pencegahan, biaya kesehatan dan biaya
penggantian. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa responden yang sudah tidak menggunakan air tanah, umumnya menggunakan sumber air bersih pengganti
berupa air ledeng. Total kerugian yang dialami masyarakat Kelurahan Kapuk Muara adalah sebesar Rp. 9.926.489.524 per tahun.