Hasil penelitian Program student librarian dalam penerapan pendidikan pemakai di Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang

60 kebutuhan informasinya masing-masing dan menjadi rajin datang ke perpustakaan. Selain itu dengan diadakannya pendidikan pemakai harapannya agar anak dapat mencari buku yang mereka inginkan serta dapat membedakan jenis koleksi fiksi dan non fiksi. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh MT sebagai berikut: “Kalo tujuan diadakannya pendidikan pemakai disini penting banget. Karena harapannya agar anak itu sudah aware dengan kebutuhan informasinya masing-masing,...........agar anak itu sering datang ke perpustakaan. Jadi sebisa mungkin anak tuh terus menggunakan library, terus nyari buku sendiri sesuai yang mereka mau dan bisa ngebedain antara koleksi fiksi dan nonfiksi .”

c. Manfaat Pendidikan Pemakai

Banyak sekali manfaat yang didapatkan siswa maupun pustakawan dengan diadakannya pendidikan pemakai ini. Salah satunya siswa jadi lebih mengerti mengenai kebutuhan informasi yang ia ingin cari tanpa harus bertanya banyak kepada pustakawan. Seperti dengan mencari sendiri lokasi buku yang ia ingin pinjam. Dengan adanya program ini juga pustakawan merasa lebih terbantu dalam pelayananannya karena siswa tidak lagi banyak bertanya mengenai pemanfaatan layanan perpustakaan dan jenis-jenis koleksi. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh RPE sebagai berikut: “Pertama lebih mudah dalam pekerjaan jadi mereka tidak bertanya setiap datang ke perpustakaan karena anak sudah bisa mencari sendiri lokasi buku yang ingin dicari paling hanya bertanya bagaimana cara meminjam buku tersebut. Lalu manfaat untuk mereka tentunya jadi lebih mudah mencari informasi tanpa harus bertanya dulu kepada pustakawan.” 61 Berbeda dengan pernyataan RPE, MT mengungkapkan bahwa manfaat yang didapatkan siswa adalah siswa menjadi lebih sadar dan bertanggung jawab akan cara meminjam koleksi, berikut ungkapan yang diberikan MT: “Anak-anak jadi lebih sadar bagaimana caranya bertanggung jawab misalnya cara meminjam, kalau meminjam harus dikembalikan. Jadi responsibilitynya lebih ada.” Pernyataan mereka juga diperkuat dengan adanya pernyataan yang diungkapkan oleh SUV. Ia adalah salah satu student librarian. Ia mengatakan bahwa dengan diadakannya pendidikan pemakai untuk student librarian manfaat yang ia dapat adalah dapat membedakan antara koleksi fiksi dan non fiksi itu dilihat dari nomor panggil yang terletak di punggung buku, seperti misalnya jika koleksi fiksi nomor panggilnya hanya 3 huruf nama pengarang saja berbeda dengan non fiksi yang menggunakan angka juga di bawah 3 huruf nama pengarangnya. Seperti yang diungkapkan oleh SUV sebagai berikut: “Aku jadi tau perbedaan koleksi fiksi dan non fiksi itu dilihat dari call numbernya, kalo fiksi itu ga ada nomernya hanya huruf saja .” Pernyataan senada juga diungkapkan oleh student librarian TNIS, yaitu: “Dulu aku sedikit tidak mengetahui tag atau call number, kenapa mereka ada call numbernya jadi aku bingung cara peletakannya dan ada 3 nama pengarang dibelakang. Itu kan di fiction section ga ada label angkanya sedangkan non fiction ada makanya sedikit bingung. Tapi sekarang setelah ada training aku jadi tau.”

d. Metode Pendidikan Pemakai

Ada berbagai macam metode dan media untuk melaksanakan program pendidikan pemakai. Berdasarkan observasi metode pendidikan pemakai 62 yang digunakan oleh pustakawan Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang adalah dengan pemberian materi yang dilakukan pada saat siswa berkunjung ke perpustakaan. Metode ini disebut dengan library visit. Dimana materi seputar perpustakaan library lesson akan dijelaskan secara bertahap pada setiap pertemuan. Pustakawan akan memperkenalkan seputar ruang perpustakaan dan jenis-jenis koleksi yang ada di dalamnya. Perbedaan koleksi fiksi dan non fiksi dan juga cara menggunakan sarana pembantu seperti penggunaan katalog untuk mencari buku yang nantinya siswa ingin cari. selain itu pustakawan juga akan memberikan training dan lomba. pernyataan tersebut juga diperkuat oleh ungkapan MT dalam hasil wawancara berikut: “.....Biasanya kita suka ngasih training iya, lomba iya, kayak misalnya workshop pengenalan perpustakaan pada saat library visit. Biasanya pada saat library visit time akan ada library lesson yang diberikan pustakawan. Materinya berupa pengenalan seputar ruang perpustakaan, perbedaan koleksi fiksi dan non fiksi serta cara penelusuran melalui opac. Tapi metode kita ga sama kayak kebanyakan perpustakaan sekolah lain. Kalo di kita itu ga bisa sekaligus materinya dimasukin dalam satu waktu tapi bertahap. ” RPE juga menambahkan bahwa metode pendidikan pemakai yang ada di Perpustakaan Sekolah Cikal selain library visit ada juga sebuah program hasil pendidikan pemakai yaitu student librarian. Yaitu, sebuah program dimana siswa membantu pustakawan untuk mengelola perpustakaan dan senang dengan program perpustakaan. Seperti yang diungkapkan oleh RPE sebagai berikut : “Library visit lalu program khususnya student librarian. Student librarian itu siswa yang membantu pustakawan untuk mengelola perpustakaan dan yang senang dengan perpustakaan. ” 63

e. Tingkat atau Jenis Pendidikan Pemakai

Agar program pendidikan pemakai di perpustakaan berjalan dengan baik, maka perlu ditentukan terlebih dahulu materi apa saja yang sesuai dan efektif digunakan. Adapun pemberian materi di Perpustakaan Sekolah Cikal sendiri adalah pengenalan perpustakaan mengenai ruang perpustakaan, pengenalan katalog, dan sumber bacaan yang nantinya siswa akan gunakan saat library visit. Dalam hal ini pustakawan melakukan pengajaran mengenai perbedaan buku fiksi dan non fiksi, buku referensi, dan sumber informasi lainnya. Peryataan tersebut diungkapkan oleh MT sebagai berikut: “Jadi ada jadwal rutin untuk user dari kelas bayi-bayi sampai year class untuk kunjungan ke perpustakaan. disitu biasanya kita dikasih waktu untuk library lesson, misalnya kayak bagaimana cara pinjam buku, pilih buku fiksi dan non fiksi, dll. sesuai dengan kriteria usia mereka. Terus ada perkenalan juga mengenai sarana penelusuran buku ke mereka supaya nyari bukunya mudah. Tetapi tetap nanti dalam penggunaan katalognya tetep pustakawan yang cari di katalog siswa hanya tinggal menanyakan koleksi tersebut jika ingin baca.” Berbeda dengan MT, menurut RPE materi yang diberikan pustakawan disesuaikan dengan pengajaran yang ada di sekolah, misalnya pengajaran bibliografi. Terkadang ada guru yang meminta kepada pustakawan mengenai pengajaran bagaimana cara membuat abstrak dan cara meresensi buku. Hal tersebut diungkapkan oleh RPE dalam wawancara sebagai berikut: “...tergantung tema guru, misalnya mereka sedang belajar bahasa indonesia tentang abstrak, nah paling pustakawan mengajarkan cara meringkas itu bagaimana.” 64

f. Kendala Pendidikan Pemakai

Ada beberapa kendala yang dihadapi pustakawan pada saat proses penerapan pendidikan pemakai di Perpustakaan Sekolah Cikal sendiri seperti misalnya pada saat pemberian materi harus berulang-ulang karena mengingat pemakainya anak-anak, SDM pustakawan yang memberikan materi pun kurang sehingga menjadi kendala. Selain itu keterbatasan gedung perpustakaan yang kecil juga menjadi kendala yang dihadapi pustakawan. Terkadang jadwal dari guru kelas yang sering berubah-ubah pun yang membuat program ini terhambat. Seperti yang diungkapkan oleh MT dalam hasil wawancara sebagai berikut: “Jadwalnya suka berubah dari guru kelasnya karena kegiatan mereka padat setiap harinya dan keterbatasan SDM pustakawan yang harus kasih materi, ruangan library nya juga kecil dan itu dipakai untuk semua level.”

II. Pelaksanaan Program Student Librarian dalam Penerapan Pendidikan

Pemakai di Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang, Cilandak-Jakarta Selatan. Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi terdapat beberapa hal yang akan dibahas dari pelaksanaan program student librarian di Perpustakaan Sekolah Cikal, yaitu meliputi latar belakang di adakannya program, proses pelaksanaan program kegiatan, bentuk kegiatan, keuntungan dan manfaat dalam mengikuti program, kendala program kegiatan. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 65

a. Latar Belakang Program

Program student librarian sudah diterapkan kurang lebih dari tahun 2008 di Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang. Awal mulanya pustakawan membuat program student librarian karena kekurangan SDM untuk pelayanan di Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang. Selain kekurangan SDM, alasan lainnya pustakawan membuat program ini karena untuk mendukung program pendidikan pemakai yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, ada kalanya anak ingin ikut dilibatkan di dalam sebuah kegiatan. Karena adanya hal tersebut pustakawan berinisiatif untuk membuat sebuah program yang bertujuan untuk melibatkan anak dengan kegiatan-kegiatan yang ada di perpustakaan. Sehingga terbentuklah program student librarian. Seperti yang diungkapkan oleh MT dari hasil wawancara berikut: “Awalnya sih karena sebenernya kekurangan SDM untuk pelayanannya terus gimana nih caranya agar anak-anak terlibat langsung sama perpustakaan. jadi ada usia anak yang kadang kala kalo disampaikan dengan orang yang lebih dewasa itu sulit, mereka lebih seneng disampein sama yang temen-temennya. Program student librarian juga sebenernya untuk negdukung program pendidikan pemakai yang udah ada. Kayak misalnya di library lagi ada program writting skills, nah kadang-kadang mereka tuh lebih ngeh kalo disampaikan sama temen-temen seusianya, terus kayak misalnya story telling, misalnya anak lebih besar seneng banget story telling ke ade-ade kelas nah karena itu jadi pustakawan berpikir yaudah kita coba bikin program dimana anak-anak bisa langsung terlibat dengan program perpustakaan ya salah satunya student librarian. ya sejauh ini partisipasinya masih bagus sih ya soalnya dari tahun ketahun banyak siswa yang mau ikutan. Program ini sudah diterapkan ya kira- kira tahun 2008 deh.” Berbeda dengan MT, menurut RPE program student librarian di Perpustakaan Cikal Simatupang sendiri ialah sebuah program atau wadah bagi murid yang rajin membaca dan yang tertarik lebih dalam lagi mengenai perpustakaan dan sebagai pendukung dari program pendidikan pemakai. Kriteria anak yang boleh mengikuti program ini biasanya dimulai dari kelas 3 66 sampai kelas 5. Karena ditingkatan kelas ini pustakawan menganggap siswa sudah bisa diberi pengertian tentang pekerjaan menjadi seorang pustakawan. Program ini didukung oleh guru dan orang tua siswa. Hal ini terbukti dengan guru yang ikut merekomendasikan siswa yang rajin membaca kepada pustakawan untuk dijadikan student librarian dan izin dari orang tua siswa. Seperti yang diungkapkan oleh RPE sebagai berikut: “Student librarian itu semacem klub bukan klub juga sih dibilang, jadi kayak semacem sarana untuk anak-anak yang menyukai perpustakaan lalu kita tampung dan kita fasilitasi dalam program student librarian ini. Jadi, karena di Cikal sendiri kan emang udah diterapin pendidikan pemakai dari awal mula perpustakaan berdiri, nah terus kita berfikir, untuk ngedukung pendidikan pemakai itu ya sekalian aja kita adain program student librarian Kriterianya yang pertama mereka mau dari diri mereka sendiri, lalu ada orang tua yang menyetujuinya dan rekomendasi dari guru kalo mereka suka baca. Untuk kriteria kelas itu biasanya dari year 3- year 5.” Selain bertujuan untuk melibatkan anak dengan program yang ada di perpustakaan, program ini juga diadakan untuk menambah minat baca anak. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan SUV yang dapat meminjam buku lebih banyak dari biasanya ketika menjadi student librarian. SUV mengatakan bahwa dapat meminjam 4 buku selama sebulan dari yang seharusnya hanya 2 buku selama dua minggu. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh student librarian SUV sebagai berikut: “Aku mulai jadi student librarian itu dimulai dari year 3, aku mau jadi student librarian karena aku suka baca buku nah pustakawan bilang kalo misalnya jadi student librarian itu nanti boleh pinjem 4 buku untuk satu bulan, jadi karena aku suka baca buku buat aku dua minggu untuk minjem 2 buku itu sudah cukup tapi kalo misalnya bisa 4 buku boleh aja. Jadi karena aku suka baca jadi termotivasi untuk jadi student librarian.” 67 Berbeda dengan SUV, menurut TNIS tujuan mengikuti program student librarian karena ingin menjadi pustakawan selain menyukai membaca buku, pernyataan yang diungkapkan oleh TNIS adalah sebagai berikut: “Aku ingin menjadi student librarian karena dulu aku berfikir bagaimana sih menjadi seorang librarian. Aku suka baca buku dan dari kecil aku sudah memimpikan menjadi librarian di rumah sendiri.”

b. Proses Pelaksanaan Program Student Librarian di Perpustakaan

Sekolah Cikal Simatupang. Proses pelaksanaan program student librarian di Sekolah Cikal sendiri biasanya dibuka dua kali dalam setahun, yaitu pada semester genap dan semester ganjil, biasanya setiap semester itu ada 2 gelombang. Proses pelaksanaan program ini dimulai dengan menentukan jadwal kapan waktu pelaksanaan student librarian yang tepat, kemudian pustakawan menyebarkan informasi ke semua siswa saat library visit. Selain itu pustakawan juga memberikan informasi melalui poster yang ada ditempel di masing-masing mading kelas. Setelah itu pustakawan menyebarkan surat kepada orang tua siswa yang berisi bahwa Perpustakaan Sekolah Cikal sedang mengadakan program student librarian dan ingin merekrut siswa yang bersedia menjadi student librarian. Setelah surat disebar pustakawan akan mereview siapa saja siswa yang ingin menjadi student librarian, siswa-siswa yang berminat menjadi student librarian kemudian akan di training. Training akan dilaksakan pada saat jam istirahat makan siang. Pada saat training pustakawan akan memberikan materi seputar perpustakaan, lalu cara menata koleksi di rak buku dibedakan sesuai dengan jenis koleksinya seperti perbedaan rak fiksi dan 68 non fiksi, kemudian bagaimana cara menelusur koleksi melalui web Perpustakaan Sekolah Cikal dan lain sebagainya. Pernyataan ini diungkapkan oleh MT sebagai berikut : “Jadi kita ngadain student librarian tuh 2 kali dalam setahun. 2 term untuk satu gelombang. Di tahun pertama sama tahun kedua akademik. Dibagi 2 jadi 6 bulan – 6 bulan lah. Nah tentu hal yang harus dilakukanpertama kali kita announce dulu, kita bikin timeline dulu kalo misalnya dari tanggal segini- segini kira-kira dari kepala sekolah acc atau engga, dari misalnya segi pengumuman kita sebar surat untuk orang tua kalo misalnya mereka mau ikutan join mereka bisa isi formnya lalu kumpulin kekita lalu tanggalnya kapan ditentuin, nanti bisa review wah ini kurang lebih ada 25 anak terus kita bagi-bagi biasanya yang baru itu kan year 3, year 3 itu kan usianya baru ikutan kalo year 4 year 5 udah sering biasanya. Jadi year 3 tuh sendiri. Satu hari diantara jam snack atau jam makan siang mereka kesini untuk di training, kita ngobrol dulu mengenai ini loh tentang library tuh apa aja sih isinya , gimana sih cara ngebedain fiksi dan non fiksi, cara shelvingnya terus kamu nanti akan ngapain aja terus gimana sih cara nelusur lewat komputer, gitu- gitu.” Pernyataan senada juga diungkapkan oleh RPE sebagai berikut: “Biasanya kita promosi, jadi di Cikal sendiri itu kan ada 4 term setiap term 2 sama ajaran baru kita mebuka open recruitment untuk year 3 sampai year 5, lalu kita juga masang poster di mading kelas selain itu setiap ada library visit biasanya kita kasih tau pengumuman kalo kita open recruitment student librarian beserta keuntungan yang didapat tuh apa aja. ”

c. Bentuk Kegiatan Program Student Librarian

Berdasarkan hasil observasi, kegiatan yang dilakukan oleh student librarian di Perpustakaan Sekolah Cikal sendiri biasanya meliputi pekerjaan yang sering dilakukan pustakawan misalnya menata buku di rak, melayani pemustaka di bagian sirkulasi, menelusur koleksi yang dicari oleh pemustaka, dan cara menyetempel buku dengan stempel kepemilikan. Selain itu mereka juga sering mendongeng untuk adik-adik kelasnya ketika ada kegiatan library visit time. Hal ini juga didukung oleh pernyataan MT sebagai berikut: 69 “Biasanya mereka mulai bertugas itu sehabis makan siang, kira-kira jam 12 an lah mereka kesini, terus hal yang mereka kerjakan pertama kali biasanya itu sirkulasi, kayak misalnya pengembalian buku. Setelah itu buku lalu di shelving. Terkadang juga mereka suka ikutan program storytelling yang diadaiin untuk adik-adiknya. ”

d. Keuntungan dan Manfaat yang Didapat Siswa dalam Mengikuti

Program Student Librarian Program student librarian sendiri adalah program sukarela yang dibuat oleh perpustakaan. Jadi program ini tidak diwajibkan untuk anak, hanya mereka yang ingin tahu perpustakaan lebih dalam dan suka membaca yang ikut berpartisipasi pada program ini. Karena mengingat program ini program sukarela, pustakawan pun menyiapkan semacam reward untuk student librarian yang berpartisipasi. Reward tersebut berupa sertifikat penghargaan untuk student librarian selama ia bertugas, sertifikat ini akan diberikan pustakawan pada akhir program ini. Pustakawan juga akan memberikan hadiah khusus untuk student librarian yang rajin datang, biasanya akan dilihat dari seberapa banyak cap stempel kehadiran yang mereka miliki. Seperti yang diungkapkan oleh MT sebagai berikut: “Student librarian yang joint biasanya kita kasih sertifikat penghargaan. Terus selain itu juga bagi siswa yang paling rajin dateng kita kasih hadiah, itu diliat dari seberapa cap yang dia punya. Jadi si student librarian absennya itu lewat cap stempel di kartu pengenal student librariannya, disitu kita bisa tau seberapa sering mereka hadir.” Berbeda dengan MT, menurut RPE pustakawan juga mengadakan bazar buku dan mengundang penerbit untuk datang ke sekolah. Student librarian akan diberikan diskon khusus 20-50 untuk pembelian buku. Kegiatan ini diadakan karena mengingat rata-rata siswa yang mengikuti program student librarian adalah siswa yang suka membaca buku. Selain 70 kegiatan bazar buku pustakawan juga akan menyediakan makanan seperti susu, kue dan cemilan lainnya untuk student librarian di akhir penutupan program kegiatan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh RPE sebagai berikut: “Karena di sini student librarian yang rata-rata suka baca jadi kita mutusin untuk ngundang penerbit dan kita kasih diskon 20-50 sama sertifikat yang kita kasih buat mereka lalu biasanya pas penutupan itu kita kasih waktu satu hari tuh mereka bisa makan di perpustakaan, jadi kita udah sediain makanan kayak susu, cake dan makanan lain gitu untuk mereka makan di perpustakaan sehari itu aja.” Tak hanya dua pustakawan tersebut yang berpendapat demikian, student librarian pun merasakan keuntungan dan manfaat yang ia dapat ketika menjadi student librarian, menurut SUV keuntungan yang ia dapatkan setelah menjadi student librarian adalah mendapatkan potongan harga saat bazar buku dan mendapat hadiah dari pustakawan jika rajin membantu pustakawan. Selain itu manfaat yang ia rasakan adalah dapat melakukan peminjaman buku untuk diri sendiri dan mengetahui arti tiga huruf di punggung buku itu adalah tiga huruf nama akhir pengarang dan juga ia dapat belajar membuat hiasan. Adapun pernyataan yang diungkapkan juga oleh SUV sebagai berikut: “Kalo selesai student librarian biasanya ada bazar book biasanya student librarian dapet potongan harga buku, terus kalo sekarang kalo rajin bantuin dan dapet 10 cap dapet hadiah. Selain itu aku pas jadi student librarian bisa belajar cara shelving yang dulu aku pikir cara shelving itu dari nama bukunya ternyata itu dari tiga nama pengarangnya, terus aku juga bisa scan buku untuk peminjaman buku untuk diri sendiri. Terus aku juga bisa belajar bikin hiasan yang ada di perpustakaan ini. ” Berbeda dengan SUV, TNIS berpendapat lain, manfaat yang ia dapat ketika menjadi student librarian adalahia dapat mengorganisasi koleksi. Selain itu ia juga mengetahui bagaimana menjadi pustakawan. Hal itu ia ungkapkan sebagai berikut: 71 “Manfaat yang saya rasain bisa mengorganisasi buku. Karena dirumah kan dulunya banyak buku kan tapi tidak bisa di organasi nah sekarang saya coba jadi lebih tahu cara untuk jadi librarian di masa depan tuh gimana.”

e. Kendala yang Dihadapi Pustakawan dan Sswa pada Program Sudent

Librarian Dalam melaksanakan suatu program sering kali terdapat kendala yang dihadapi pustakawan dan siswa. Menurut MT kendala yang dihadapi pustakawan dalam program student librarian ini adalah pemberitahuan harus dilakukan berulang-ulang karena mengingat siswa tersebut masih anak-anak lalu terkadang mereka masih sering berubah-ubah pikiran, misalnya mereka rajin datang ketika tahu bahwa akan diberikan hadiah jika rajin sedangkan jika pustakawan butuhkan mereka tidak ada, namun mengingat karena mereka masih anak-anak pustakawan pun memaklumi dan tidak bisa memberikan paksaan kepada mereka dan juga ini merupakan program sukarela. Pendapat tersebut diungkapkan oleh MT sebagai berikut: “Kendalanya sih otomatis karena anak-anak moody an, jadi misalnya dateng karena pengen dapet reward, giliran mereka dibutuhkan mereka ga dateng terus yang namanya anak-anak pemberitahuan harus berulang-ulang karena namanya juga anak- anak.” Pendapat yang diungkapkan oleh MT juga didukung oleh hasil observasi yang menunjukan bahwa student librarian yang membantu di perpustakaan orangnya setiap hari tidak terlalu banyak seperti yang daftar di awal pertama kali program di buka. Dari 26 siswa yang menjadi student 72 librarian hanya 5-6 orang perhari yang membantu pustakawan di perpustakaan. jumlahnya pun terkadang tidak stabil. Berbeda dengan MT, pendapat yang diungkapkan oleh RPE adalah sebagai berikut: “Kendala sih ga ada yaa karena kita kan gabisa ngepush anak- anak mengikuti mau kita apa karena memang sifat alami anak ya seperti itu.” Ternyata bukan hanya pustakawan yang menghadapi kendala pada saat program student librarian berlangsung, student librarian pun merasakan hal yang sama.Menurut student librarian SUV ia merasa bingung pada saat melakukan shelving pertama kali pada saat menjadi student librarian karena terdapat perbedaan rak antara koleksi fiksi dan non fiksi, hal tersebut ternyata dapat dibedakan berdasarkan nomor panggil yang terletak pada punggung buku.Jika pada koleksi fiksi nomor panggil nya hanya berupa 3 huruf belakang nama pengarang, pada koleksi non fiksi selain 3 huruf belakang nama pengarang juga disertakan dengan nomor ddc sesuai dengan judul buku tersebut. Hal ini diutarakan SUV melalui hasil wawancara sebagai berikut: “Eeem... sambil berfikir pertamanya pas lagi belajar shelving, aku bingung ngebedain antara rak koleksi fiksi dan non fiksi, akhirnya aku tanya temen aku baru aku gimana cara ngebedainnyadan baru aku tau caranya shelving tuh gimana. Dibedain dari nomor punggung bukunya. ” Pernyataan senada juga diungkapkan oleh TNIS sebagai berikut : “Pertamanya aku sedikit tidak mengetahui tag atau call number, kenapa mereka ada call numbernya jadi aku bingung cara peletakannya dan ada 3 nama pengarang dibelakang. Itu kan di fiction setion ga ada label angkanya sedangkan non fiction ada makany a sedikit bingung” 73

C. Pembahasan

I. Pelaksanaan Pendidikan Pemakai di Perpustakaan Sekolah Cikal

Simatupang, Cilandak-Jakarta Selatan. Pendidikan pemakai merupakan kegiatan pengenalan perpustakaan dan tata cara penggunaannya. 79 Seperti hal nya yang di lakukan pada Perpustakaan Sekolah Cikal, pendidikan pemakai yang diterapkan di sana merupakan suatu hal yang vital dan perlu untuk diterapakan. Mengingat karena Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang merupakan penunjang dan pusat infprmasi untuk para anggotanya. Maka perlu diadakannya sebuah pendidikan pemakai untuk membuat siswa paham dan mengerti akan kebutuhan informasinya. Seperti yang diungkapkan didalam teori oleh Joan M. Reitz bahwa pendidikan pemakai adalah kegiatan yang terlibat dalam mengajar pengguna bagaimana memanfaatkan sebaik mungkin sumber daya perpustakaan, layanan, dan fasilitas, termasuk intruksi formal dan informal disampaikan oleh seorang pustakawan atau anggota staf lain satu-satu atau dalam kelompok. Juga termasuk tutorial online, bahan- bahan audiovisual, dan panduan tercetak. 80

a. Tujuan Pendidikan Pemakai

Tujuan diadakannya pendidikan pemakai di Perpustakaan Cikal adalah untuk memperkenalkan kepada anak-anak bahwa perpustakaan adalah sumber informasi dan juga untuk mengajarkan kepada anak cara 79 Rizal Saiful Haq, dkk., Perpustakaan dan Pendidikan: pemetaan peran serta perpustakaan dalam proses belajar mengajar Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta,2007, h.51. 80 Joan M.Reitz, “Online Dictionary for Library and Information Science”, Artikel diakses pada 30 April 2015 dari http:www.abc-clio.comODLISodlis_u.aspx 74 menggunakan buku dan menjadikan buku sebagai sarana referensi. hal ini sesuai dengan teori yang terdapat padabuku pedoman perpustakaan perguruan tinggi dalam Fella Rizka Nurillita yaitu, sebagai berikut: a Meningkatkan keterampilan pengguna agar mampu memanfaatkan kemudahan dan sumber daya perpustakaan secara mandiri. b Membekali pengguna dengan teknik yang memadai dan sesuai untuk menemukan informasi dalam subjek tertentu. c Meningkatkan pemanfaatan sumber daya dan layanan perpustakaan. d Mempromosikan layanan perpustakaan. e Menyiapkan pengguna agar dapat mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi. 81

b. Manfaat Pendidikan Pemakai

Banyak sekali manfaat yang didapatkan siswa maupun pustakawan dengan diadakannya pendidikan pemakai ini. Salah satunya siswa jadi lebih mengerti mengenai kebutuhan informasi yang ia ingin cari tanpa harus bertanya banyak kepada pustakawan. Seperti dengan mencari sendiri lokasi buku yang ia ingin pinjam. Dengan adanya program ini juga pustakawan merasa lebih terbantu dalam pelayananannya karena siswa tidak lagi banyak bertanya mengenai pemanfaatan layanan perpustakaan dan jenis-jenis koleksi. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Teguh Yudi Cahyono bahwa manfaat yang didapat dari penerapan 81 Fella Rizka Nurillita, “Kajian Pemakai Perpustakaan dan Pendidikan Pemakai Perpustakaan”, h. 41, Artikel diakses pada tanggal 25 Maret 2015 dari http:www.academia.edu11067779Ekonomi_Informasi_dan_Pendidikan_Pemustaka . 75 pendidikan pemakai pemustaka mampu untuk lebih memahami dan menggunakan perpustakaan dengan berbagai fasilitas dan layanannya secara lebih eektif dan efisien. 82

c. Metode Pendidikan Pemakai

Ada berbagai macam metode dan media untuk melaksanakan program pendidikan pemakai. Berdasarkan observasi metode pendidikan pemakai yang digunakan oleh pustakawan Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang adalah dengan pemberian materi yang dilakukan pada saat siswa berkunjung ke perpustakaan. Metode ini disebut dengan library visityang dimana materi seputar perpustakaan library lesson akan dijelaskan secara bertahap pada setiap pertemuan.Pustakawan akan memperkenalkan seputar ruang perpustakaan dan jenis-jenis koleksi yang ada di dalamnya. Perbedaan koleksi fiksi dan non fiksi dan juga cara menggunakan sarana pembantu seperti penggunaan katalog untuk mencari buku yang nantinya siswa ingin cari. Hasil penelitian tersebut beberapa hal sudah senada jika dikaitkan dengan teori tentang metode pendidikan pemakai. Namun hanya berbeda dalam penyebutannya. Misalnya jika di dalam teori yang dijelaskan oleh Ade Abdul Haq disebutkan bahwa metode yang digunakan adalah presentasi atau ceramah di kelas, di Perpustakaan Sekolah Cikal menyebutnya dengan workshop pengenalanperpustakaan pada saat library visit time. Walaupun ada beberapa metode yang belum diterapkan di sana seperti yang diterangkan di dalam teori. Misalnya seperti, wisata perpustakaan, penggunaan audiovisual, permainan dan tugas mandiri serta 82 Teguh Yudi Cahyono, “Peranan User Education dalam Memahami Karakteristik dan Kebutuhan Pemustaka”, h.3. Artikel diakes pada tanggal 27 Maret 2015 dari www.repository.um.ac.id . 76 penggunaan buku pedoman dan pamflet. Beberapa hal ini belum diterapkan secara berkala, hanya pada saat-saat tertentu saja. Hal ini bisa menjadi masukan untuk Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang.

d. Tingkat atau Jenis Pendidikan Pemakai

Agar program pendidikan pemakai di perpustakaan berjalan dengan baik, maka perlu ditentukan terlebih dahulu materi apa saja yang sesuai dan efektif digunakan. Adapun pemberian materi di Perpustakaan Sekolah Cikal sendiri adalah pengenalan perpustakaan mengenai ruang perpustakaan, pengenalan katalog, dan sumber bacaan yang nantinya siswa akan gunakan saat library visit. Dalam hal ini pustakawan melakukan pengajaran mengenai perbedaan buku fiksi dan non fiksi, buku referensi, dan sumber informasi lainnya.Jika hasil wawancara diatas dikaitkan dengan teori materi pendidikan pemakai, dapat dikatakan bahwa pemberian materi pendidikan pemakai di Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang sudah hampir sesuai dengan teori, yaitu tentang orientasi perpustakaan, pengajaran perpustakaan hingga pengajaran bibliografi sudah diterapkan di sana. Namun berbeda dalam penyebutannya, misalnya pada teori pengenalan perpustakaan disebut dengan orientasi perpustakaan, sedangkan di Perpustakaan Sekolah Cikal Simatupang disebut dengan library lesson pada saat library visit time.