Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011 - Sektor ESDM

2 Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Pembangunan bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup terkait dengan upaya pengelolaan, pemanfaatan dan konservasi sumber energi di Indonesia. Sasaran pembangunan bidang ini yaitu: Minyak bumi, gas bumi, dan batubara mempunyai peranan besar sebagai sumber energi untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Selain sebagai pendukung pembangunan ekonomi, ketiga komoditas energi tersebut juga berperan sebagai sumber penerimaan devisa negara yang sangat penting. Pada tahun 2010, penerimaan dari minyak dan gas bumi serta pertambangan umum mineral dan batubara, diperkirakan akan mencapai Rp. 272,7 triliun, yakni meningkat sekitar 16 dari realisasi penerimaan pada tahun 2009, yakni Rp. 235,3 trilyun. Sekitar 78 dari penerimaan ini diperoleh dari penerimaan minyak dan gas bumi, sedangkan sisanya dari penerimaan pajak dan bukanpajak pertambangan umum. Disamping itu investasi minyak dan gas bumi serta pertambangan umum akan mencapai US 16,9 milyar, meningkat sekitar 20 dibandingkan dengan realisasi investasi pada tahun 2009, yakni US 13,9 milyar. Sekitar 85 dari jumlah investasi tersebut adalah investasi untuk kegiatan minyak dan gas. Seperti tahun tahun sebelumnya, sebagian besar produksi minyak dimanfaatkan untuk keperluan Bahan Bakar BBM dalam negeri. Realisasi produksi minyak mentah pada tahun 2009 adalah sebesar 949 ribu barel per hari, belum cukup untuk memenuhi permintaan BBM nasional, yakni sebesar 1.307 ribu barel per hari. Sehingga masih diperlukan impor minyak mentah dan BBM. Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, sebanyak 918 ribu barel per hari minyak mentah dan sebanyak 389 ribu barel per hari BBM dipasok dari pasar internasional. Pada tahun 2010, diperkirakan produksi minyak mentah disekitar 965 ribu barel per hari, dan ekspor minyak mentah dan BBM dengan volume yang tidak jauh berbeda dengan tahun 2009 tetap diperlukan. Selain diekspor ke Jepang, Taiwan, Korea, Singapura dan Malaysia dalam bentuk Lequified Natural Gas LNG, gas bumi umumnya dimanfaatan oleh bahan baku industri pupuk, baja, kilang petrokimia, LPG Liquefied Petroleum Gas di dalam negeri. Pada tahun 2009, sebanyak 53,04 dari total produksi gas bumi sebesar 7.951 juta kaki kubik per hari MMSCFD, telah dimanfaatkan untuk kebutuhan di dalam negeri. Pada tahun 2010, produksi gas bumi diperkirakan mencapai 1.593 MMSCFD dan pemanfaatannya untuk memenuhi keperluan dalam negeri akan semakin meningkat dengan adanya beberapa Perjanjian Jual Beli Gas Bumi yang ditandatangani sesudah UU No. 222001 tentang Minyak dan Gas Bumi diterapkan. Walaupun pemanfaatan batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri relatif masih kecil dibandingkan untuk ekspor, peranan batubara sebagai sumber energi didalam negeri semakin penting. Pada tahun 2009, produksi batubara meningkat 14 juta ton dibandingkan tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 sebelumnya yang hanya mencapai 240 juta ton. Dari jumlah tersebut sekitar 25 dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2010, produksi batubara diperkirakan akan mencapai 250 juta ton, dan pemanfaatannya didalam negeri akan meningkat melebihi realisasi pemanfaatan batubara di dalam negeri tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, cadangan minyak bumi mencapai 8,2 miliar barel. Apabila diproduksi sesuai dengan tingkat produktivitas saat ini, yakni 0.35 miliar barel per tahun, maka cadangan ini akan bertahan sekitar 23 tahun. Cadangan gas bumi sebesar 170 triliun kaki kubik TSCF dan dengan tingkat produksi saat ini mencapai 2,9 TSCF per tahun, maka cadangan akan bertahan sekitar 59 tahun. Cadangan batubara sebesar 20,98 miliar ton, dengan tingkat penambangan seperti saat ini, yakni sekitar 200 juta ton per tahun, maka cadangan ini akan bertahan sekitar 100 tahun. Selain upaya-upaya peningkatan produksi minyak dan gas bumi, guna menjamin pasokan energi di dalam negeri, upaya-upaya penganekaragaman diversifikasi sumber energi lainya, selain minyak bumi, terus dilakukan. Dengan upaya diversifikasi ini, peran minyak bumi dalam penyediaan energi nasional akan menurun dari 48 pada tahun 20082009 melalui upaya- upaya ini antara lain adalah pemanfaatan gas dan batubara, serta energi baru terbarukan EBT untuk pembangkit listrik, seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi, tenaga surya dan angin, mikrohidro, dan sebagainya, serta bahan bakar alternatif non-BBM, seperti bahan bakar nabati BBN dan batubara cair dan gas liqeufied dan gasified coal. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah produksi BBN dari biodiesel sebesar 1.076 ribu KL dan bioethanol 661 ribu KL. Pada tahun 2009, kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 1210 MW, meningkat dari 854 MW 2005. Penambahan kapasitas terutama dari pembangkit listrik tenaga panas bumi, yakni 1.052 MW. Kapasitas terpasang energi tenaga surya sebesar 18,3 MW, dan tenaga angin sebesar 1,4 MW. Sedangkan pemanfaatan BBN pada tahun 2009 mencapai 2.563 ribu kilo liter KL yang terdiri dari bio-diesel sebanyak 2.329,2 ribu KL, bio- ethanol sebanyak 196,4 KL, dan bio –oil sebanyak 37,3 ribu KL. Dari potensi EBT terbesar adalah air hydro, yakni sebesar 75.670 MW, pada tahun 2009 hanya sekitar 87,8 MW yang sudah dimanfaatkan atau sekitar 0,12 persen saja. Pemanfaatan EBT pada tahun 2010 diperkirakan akan terus meningkat, tertutama dengan diterapkannya program Desa Energi Mandiri DME secara nasional. Potensi EBT terbesar kedua adalah panas bumi, dengan total potensi panas bumi sekitar 28,9 GW. Potensi terbesar panas bumi ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, dan sisanya tersebar di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dari potensi sebesar ini yang dimanfaatkan baru sebesar 4, yaitu PLTP di Kamojang, Lahendong, Dieng, Gunung Salak, Darajat, Sarula, Sibayak dan Wayang Windu. Potensi sumber energi biomassa juga cukup besar dan diperkirakan mencapai sekitar 50.000 MW, yang sampai saat ini hampir belum Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 dikelola. Disamping itu, bahan baku BBN cukup bervariasi dan tersedia dengan jumlah yang cukup melimpah, seperti kelapa sawit, jarak, jagung, tebu, ubi, dan aren. Ketersediaan bahan mentah yang melimpah ini membuat BBN akan menjadi salah satu fokus utama dalam pemanfaatan EBT di tahun-tahun yang akan datang. Di samping peningkatan produksi minyak dan gas bumi, serta upaya penganekaragaman energi, efisiensi dalam penyediaan dan pemanfaatan energi terus dilakukan. Pada tahun 2009, intensitas energi, yakni rasio antara konsumsi energi final dengan produk domestik bruto PDB, menunjukkan angka yang masih cukup tinggiboros, yakni mendekati 401 TOE setara barel minyak SBM per juta US PDB. Pada tahun 2010, rasio ini diperkirakan akan menurun dengan adanya upaya-upaya efisiensi telah dilakukan terutama melalui gerakan penghematan, seperti promosi penggunaan lampu hemat energi. Di samping gerakan penghematan, upaya mitigasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca CO2 telah dilakukan. Pada tahun 2010, telah dicanangkan program percepatan pembangkit listrik 10,000MW tahap kedua, yang sebagian besar sumber energinya berbasis panas bumi, EBT dengan tingkat emisi CO2 yang sangat rendah. Untuk menjamin penyediaan energi dengan harga yang terjangkau, subsidi BBM dan listrik telah diterapkan. Pada tahun 2009, subsidi BBM, BBN dan LPG mencapai Rp. 45,53 triliun dan subsidi listrik mencapai Rp. 47,55 triliun, sehingga secara total subsidi energi pada tahun 2009 mencapai Rp. 102,46 triliun. Subsidi ini akan terus dikurangi seiring dengan semakin meningkatnya diversifikasi energi, dimana peran BBM akan semakin berkurang. Pada tahun 2010 jumlah subisidi energi diperkirakan akan berkurang, sebesar 13,5 dari jumlah subsidi energi pada tahun 2009.

4.2. Kebijakan dan Strategi Tahun 2011 - Sektor ESDM

Arah kebijakan pembangunan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan tahun 2011 terkait Standard Pelayanan Minimum yaitu : a peningkatan pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan terutama untuk kelistrikan desa termasuk daerah tertinggal dan terpencil dan pengembangan jaringan gas kota; dan b peningkatan keselamatan dan lindungan lingkungan dalam K E B IJAK A N E N E R G I D AN S U M B E R D A Y A M IN E R A L Berdasarkan U U Energi No. 30 tahun 2007 UU M inerba No. 4 tahun 2009 K E T A H A N A N E N E R G I D A N M IN E R A L E K S P L O R A S I P R O DU K S I K ON S E R V A S I OP T I MA S I P R O DU K S I S U B S I D I L A N G S U N G D I V E R S I F I K A S I K ON S E R V A S I E F I S I E N S I S U P P L Y S I D E P OL I C Y D E MA N D S I D E P OL I C Y J A M I N A N P A S O KA N KESADARAN MASYARAKAT H A R G A E N E R G I S H IF TIN G P A R A D IG M Gambar 4.1. Kebijkaan Energi dan Sumber Daya Mineral Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 pembangunan energi dan ketenagalistrikan; c mendorong penerapan standarisasi dan sertifikasi peralatan, kewajiban sertifikasi laik operasi, sertifikasi kompetensi bagi tenaga teknik, dan sertifikasi bagi badan usaha serta penerapan standar baku mutu lingkungan: dan c Peningkatan SDM ketenagalistrikan dan energi. Arah kebijakan bagi Peningkatan Daya Saing Sektor Riil adalah: a diversifikasi energi serta peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang diarahkan guna penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, sehingga dicapai optimasi penyediaan energi regional dan nasional termasuk upaya menjamin ketersediaan pasokan domestik dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan; b kebijakan harga energi yang menitikberatkan pada nilai keekonomian agar tercipta efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat: c peningkatan kapasitas sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan serta; dan d restrukturisasi kelembagaan termasuk penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasikan perkembangan sektor energi dan ketenagalistrikan; Kebijakan di sektor energi dan sumber daya mineral berdasarkan UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi dan UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara diarahkan untuk mewujudkan ketahanan energi dan mineral di Indonesia. Kebijakan utama Sektor ESDM adalah sebagai berikut : 1 Menjamin keamanan pasokan energi Untuk menjamin pasokan energi, maka upaya eksplorasi dan optimasi produksi energi nasional terus ditingkatkan sehingga mampu mengimbangi perkembangan permintaan energi di dalam negeri. Hal ini dilakukan mengingat masih sangat besarnya potensi energi yang terkandung di bumi Indonesia ini. Dalam rangka meningkatkan produksi, maka eksplorasi telah dilakukan di 169 wilayah kerja migas. Terdapat 60 cekungan migas di Indonesia yang dikelompokkan menjadi 4 empat, yaitu 22 cekungan belum dibor, 13 cekungan sudah dibor belum ada penemuan. 8 cekungan dengan penemuan belum berproduksi, dan 16 cekungan produksi. Total sumber daya minyak bumi terambil sebesar 88.382 milyar barel dan sumber daya gas bumi terambil sebesar 595.289 TCF. Total sumber daya coal bed methane sebesar 453,3 TSCF, di mana 53-nya berada di Sumatera dan 46,5-nya berada di Kalimantan . Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 Gambar 4.2. Peta Cekungan Hidrokarbon Indonesia Gambar 4.3. Peta Cekungan Batubara dan CBM Indonesia 2 Melakukan pengaturan harga energi Kebijakan kedua yaitu dengan mengarahkan harga energi untuk mencapai nilai keekonomiannya sehingga diharapkan subsidi tidak dilakukan dengan mekanisme pada subsidi harga energi namun dilakukan melalui subsidi langsung kepada masyarakat yang membutuhkan. Untuk melaksanakan itu telah dilakukan pengurangan subsidi BBM secara bertahap melalui pengurangan volume BBM yang disubsidi. Volume minyak tanah bersubsidi mulai dikurangi tiap tahunnya seiring dengan diterapkannya program konversi minyak tanah ke LPG. Namun demikian jangkauan konversi minyak tanah ke LPG yang belum sampai ke seluruh OMBILIN BASIN C E N T R A L S U M A T R A B A S I N 5 2 . 5 0 T C F O M B I L I N B A S I N 0 . 5 0 T C F S O U T H S U M A T R A B A S I N 1 8 3 . 0 0 T C F B E N G K U L U B A S I N 3 . 6 0 T C F J A T I B A R A N G B A S I N 0 . 8 0 T C F P A S I R A N D A S E M A S E M B A S I N S 3 . 0 0 T C F B A R I T O B A S I N 1 0 1 . 6 0 T C F S O U T H W E S T S U L A W E S I B A S I N 2 . 0 0 T C F K U T E I B A S I N 8 0 . 4 0 T C F N O R T H T A R A K A N B A S I N 1 7 . 5 0 T C F B E R A U B A S I N 8 . 4 0 T C F = 7 W i l a y ah K er j a CBM y a ng t el a h di t anda t a ng ani, 2008 Tot a l s umber da ya = 453. 30 T CF Tot a l c ek ung a n CBM = 11 A d v a n c e R e s o u r c e s I n t e r a t i o n a l , I n c . , 2 0 0 3 CEKU N GAN BA TU BARA DAN CBM I NDO N ESIA I n d r a g i r i H u l u S e k a y u B a r i t o B a n j a r I K u t a i B e n t i a n B e s a r S a n g a t t a I B a r i t o B a n j a rII 2 9 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 pelosok Indonesia, maka tetap disediakan minyak tanah bersubsidi sebanyak 100.000 KL. Diharapkan dengan dilakukan pengurangan subsidi BBM dan listrik maka akan dapat terhindarkan pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran, penyalahgunaaan BBM seperti penyelundupan, pengoplosan dan penyimpangan penggunaan BBM, pemborosan penggunaan BBM, mempercepat pengembangan energi alternatif dan meningkatkan efisiensi energi serta yang tidak kalah pentingnya adalah mengurangi beban subsidi pada keuangan Negara sehingga dapat menambah alokasi untuk pengembangan sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur lainnya. 3 Meningkatkan kesadaran masyarakat Kebijakan ketiga adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan diversifikasi energi dan konservasi energi. Diversifikasi energi menjadi langkah penting dalam penyediaan energi untuk masyarakat. Diversifikasi energi direncanakan di seluruh sektor pemakai, baik di rumah tangga, komersial, transportasi, industri maupun pembangkit listrik Diharapkan dengan adanya diversifikasi energi maka sasaran bauran energi primer nasional dapat tercapai. Berbagai bahan bakar dari jenis LPG, gas kota, batubara, briket batubara, biofuel, panas bumi, biomassa, solar cell, Coal bed Methane, biogenic gas akan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Di sektor transportasi akan dikembangkan substitusi BBM dengan LPG, BBG, coal gasification, coal liquefaction, bioethanol, biodiesel, solar cell, CBM, Fuel Cell, dan oil Shale, demikian juga di sektor industri dan pembangkit akan dilakukan substitusi BBM dengan energi alternatif lain. Untuk pengembangan Bahan Bakar Nabati diharapkan akan dapat dilaksanakan jalur cepat pengembangan BBN melalui program Desa Mandiri Energi, Kawasan khusus pengembangan BBN dan setiap daerah mengembangkan BBN sesuai potensi. Dengan jalur cepat pengembangan BBN tersebut diharapkan pada jangka pendek akan bermanfaat untuk penciptaan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan, sedangkan jangka panjang diharapkan BBN dapat menjadi alternatif energi yang dapat diandalkan. JALUR CEPAT PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI Jalur Cepat Setiap daerah mengembangkan BBN sesuai potensi Kawasan Khusus Pengembangan BBN Penciptaan lapangan kerja Pengurangan kemiskinan Energi JANGKA PENDEK JANGKA PANJANG Desa Mandiri Energi • Infrastruktur • Demplot • Jadwal tepat waktu • Rasio investasi dengan tenaga kerja yang jelas Gambar 4.4. Jalur Cepat Pengembangan BBN Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 Disamping kebijakan utama, terdapat kebijakan lainnya untuk mewujudkan ketahanan energi dan mineral di Indonesia. Kebijakan tersebut adalah: a Kebijakan Domestic Market Obligation DMO Untuk mengupayakan keamanan pasokan minyak dan gas bumi serta batubara dalam negeri telah ditetapkan kebijakan domestic market obligation DMO. Untuk sub sektor migas, sesuai Undang Undang nomor 22 Tahun 2001 pasal 22 ayat 1, badan usaha atau badan usaha tetap wajib menyerahkan 25 bagiannya dari hasil produksi minyak bumi dan atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2008 produksi minyak sebesar 357,50 juta barel atau 62,3 dari produksi dipasok untuk kebutuhan dalam negeri, sedangkan gas bumi dari sebesar 7,883 bscfd atau 47,8 dipasok untuk kebutuhan dalam negeri. Untuk mengupayakan keamanan pasokan batubara dalam negeri, pemerintah menetapkan kebijakan DMO batubara. Kebijakan DMO batubara merupakan kebijakan bagi produsen batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi mengamanatkan terjaminnya ketahanan energi nasional melalui kewajiban Pemerintah untuk menyediakan cadangan penyangga energi. Dari kajian yang dilaksanakan diketahui, bahwa kebijakan DMO batubara sangat diperlukan untuk menjamin ketahanan energi nasional. Kemudian berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pasal 5 ayat 2 s.d. 5, Pemerintah untuk kepentingan nasional wajib melaksanakan pengendalian produksi dan ekspor. Selanjutnya berwenang menetapkan produksi tiap-tiap komoditas per tahun setiap provinsi, yang wajib ditaati oleh Pemerintah Daerah. b Kebijakan Untuk Peningkatan Local Content Di sub sektor minyak dan gas bumi, sebagaimana yang diamanatkan Undang Undang nomor 22 Tahun 2001, yaitu mendukung dan menumbuh-kembangkan kemampuan nasional, menciptakan lapangan kerja, untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional, maka telah didukung dengan berbagai peraturan pelaksanaan dalam upaya mencapai sasaran Peningkatan Kapasitas Migas Nasional pada tahun 2025, diantaranya adalah:  Operatorship 50 oleh perusahaan nasional.  Penggunaan barang dan jasa nasional sebesar 91  Penggunaan sumber daya manusia SDM Nasional sebesar 99 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 c Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan Kebijakan peningkatan nilai tambah terbagi menjadi peningkatan local content dan peningkatan nilai tambah pertambangan. Upaya optimalisasi dan peningkatan pemanfaatan barang dan peralatan produk dalam negeri local content untuk mendukung usaha pertambangan perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius dari semua pihak, hal ini akan sejalan dengan amanat UU No. 4 tahun 2009 dan direktif Presiden. Pemerintah terus mendorong upaya peningkatan kandungan lokal di dalam kegiatan pertambangan, karena hal ini akan dapat mendorong perekonomian nasional. Di dalam kegiatan ini, khususnya di dalam sektor pertambangan yang ditekankan adalah pembelian di dalam negeri local expenditure terhadap kebutuhan pelaksanaan kegiatan pertambangan. d Kebijakan Peningkatan Investasi Dalam rangka peningkatan daya saing investasi di sub sektor migas antara lain, dilakukan:  Geological Prospek, untuk peningkatan investasi migas, yaitu dengan Meningkatkan kegiatan survei GG dan survei umum di wilayah terbuka untuk mendorong pembukaan wilayah kerja baru; Peningkatan kualitas dan transparansi di dalam mengakses data dan informasi pada kegiatan usaha migas untuk mendukung penawaran Wilayah Kerja Migas; Penerbitan Permen ESDM No. 03 Tahun 2008 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengembalian Wilayah Kerja Yang Tidak Dimanfaatkan Oleh KKKS Dalam Rangka Peningkatan Produksi Migas; Menerbitkan Permen ESDM No. 036 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara  Infrastruktur migas. Sesuai UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, memberikan peluang yang terbuka bagi swasta untuk melakukan kegiatan usaha hilir migas; Menyusun Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional; Menerbitkan peraturan-peraturan percepatan penyediaan infrastruktur seperti Perpres No. 42 Tahun 2005 dan Perpres No. 67 Tahun 2005.  Regulatory Framework. Untuk mengatasi perbedaan penafsiran Pasal 31 UU 22 tahun 2001 tersebut dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan PMK nomor 177,178, dan 179. Sehingga sejalan dengan investasi di kegiatan Hulu Migas yang memerlukan kepastian investasi jangka panjang ; Permen ESDM No. 008 Tahun 2005 tentang Insentif Pengembangan Lapangan Minyak Bumi Marginal ; Menerbitkan Permen ESDM No. 01 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Minyak Bumi pada Sumur Tua.  Di sub sektor ketenagalistrikan, kebijakan investasi diprioritaskan untuk mendorong peningkatan peran swasta, peningkatan dan pemanfaatan teknologi dalam negeri, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011