Indikator Kinerja Utama content laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kementerian esdm tahun 2011

jaringan gas kota; dan 4 pengembangan dan peningkatan kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan dan pemanfaatan sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan guna mendorong peran serta pemerintah daerah, swasta, koperasi dan bandan usaha lainnya; 5 restrukturisasi kelembagaan termasuk penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasikan perkembangan sektor energi dan ketenagalistrikan; 6 peningkatan keselamatan dan lindungan lingkungan dalam pembangunan energi dan ketenagalistrikan nasional. Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong penerapan standarisasi dan sertifikasi peralatan, kewajiban sertifikasi laik operasi, sertifikasi kompetensi bagi tenaga teknik, dan sertifikasi bagi badan usaha serta penerapan standar baku mutu lingkungan. Sasaran yang akan dicapai dalam pembangunan ketahanan dan kemandirian energi pada tahun 2011 adalah sebagai berikut: i tercapainya produksi gas bumi sebesar 912 MBOPD dan produksi gas bumi sebesar 1.593 MBOPD; ii meningkatnya produksi BBM 39,9 juta KL, LPG 2 juta ton, LNG 23,29 juta ton; iii meningkatnya cadangan minyak bumi menjadi 8.435,19 milyar barel, gas bumi 171.1 TSCF; iv Tercapainya produksi BBN yakni bio-diesel 1.287 ribu KL and bio-ethanol sebesar 694 ribu KL dan penggunaan BBN dalam pemakaian bahan bakar total, yakni bio-diesel 4 dan bio-ethanol 3; v tercapainya pengalihan pemakaian minyak tanah ke LPG sebesar 77,7 persen; vi tercapainya penggunaan panas bumi PLTP 1261 MW, mikrohidro 1425 MW, tenaga surya PLTS 4.598 MW dan tenaga angin PLT angin 0,3 MW dan vii tercapainya efisiensi pemanfaatan energi sebesar 1,60. Untuk mencapai sasaran dari segi ketahanan dan kemandirian, kebijakan umum peningkatan ketahanan dan kemandirian energi diarahkan pada tiga hal pokok, yaitu: i menjamin keamanan pasokan energi dengan meningkatkan intensifikasi eksplorasi dan optimasi produksi minyak dan gas bumi, serta eksplorasi untuk meningkatkan cadangan minyak dan gas bumi, termasuk gas metana batubara; ii mengurangi ketergantungan yang berlebihan terhadap minyak bumi dengan menganekaragamkan atau diversifikasi energi primer, termasuk memanfaatkan EBT serta energi bersih; dan iii meningkatkan produktivitas pemanfaatan energi melalui gerakan efisiensi dan konservasi penghematan, serta pemerataan penyediaan energi sesuai dengan kebutuhan dan daya beli masyarakat. Disamping itu, ketahanan dan kemandirian energi juga akan didukung oleh adanya kebijakan harga energi serta insentif yang rasional, artinya kebijakan harga energi yang secara bertahap menggambarkan nilai ekonomi energi. Terkait dengan penugasan dari RPJM kepada KESDM, terdapat 2 bidang yang harus dikelola yang merupakan sasaran pembangunan. Kedua bidang tersebut adalah: 1.Bidang Sarana dan Prasarana Secara umum permasalahan sarana dan prasarana di Indonesia adalah masih belum memadainya kondisi dan jumlah sarana dan prasarana dibandingkan dengan cakupan luas wilayah yang harus dilayani, serta dalam mendukung tingkat daya saing global yang tinggi. Berdasarkan laporan World Economic Forum tahun 2009 terjadi peningkatan peringkat daya saing infrastruktur Indonesia, dari peringkat 96 pada tahun 2008 menjadi peringkat ke 84 pada tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 2009, namun peringkat tersebut masih jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia yang menempati peringkat ke 27, dan Thailand di peringkat ke 41. Sistem logistik nasional yang efisien dan efektif yang diyakini akan mampu mengurangi disparitas harga antarwilayah serta meningkatkan daya saing ekspor, masih kurang didukung dengan kualitas sistem jaringan infrastruktur yang mampu menghubungkan antarwilayah domestic connectivity serta teknologi dan sistem informasi yang handal. Permasalahan dan tantangan lainnya adalah belum memadainya aksesibilitas dan jangkauan pelayanan terhadap sarana dan prasarana di wilayah terpencil dan perdalaman. Upaya pencapaian target millenium development goals MDG’s pada tahun 2015 masih perlu ditingkatkan untuk mengurangi separuh penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman, serta pengurangan separuh penduduk miskin yang menghuni permukiman kumuh. Disamping itu, masih tingginya jumlah kekurangan rumah backlog pada tahun 2009 hingga mencapai 7,4 juta bahkan diperkirakan akan mengalami stagnansi yang disebabkan oleh kemampuan penyediaan perumahan beserta sarana dan prasarananya yang belum mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk. Selain itu, upaya peningkatan daya saing melalui peningkatan kelancaran arus barang dan jasa terhambat oleh kejadian banjir yang sering kali melanda pusat-pusat perekonomian, pusat produksi dan kawasan strategis lainnya. Pertumbuhan penduduk dan kawasan industri yang pesat, juga belum didukung oleh ketersedian air baku yang memadai. Memperhatikan kondisi di atas, sasaran umum pembangunan sarana dan prasarana tahun 2011 adalah : a mendukung ketahanan pangan nasional; b meningkatkan keterhubungan antarwilayah domestic connectivity; c memperkuat virtual domestic interconnectivity Indonesia connected; d mengurangi backlog penyediaan perumahan; e meningkatkan ketahanan energi nasional; serta f ketersediaan air baku dan pengendalian banjir. Secara lebih terinci permasalahan serta sasaran peningkatan ketahanan energi nasional di tahun 2011 adalah sebagai berikut: a Bauran energi energy mix belum optimal. Ketergantungan akan energi fosilkonvensional berdasarkan kondisi bauran energi tahun 2009 masih tinggi. Selain itu komposisi energi final di Indonesia pada tahun 2008 ditandai dengan ketergantungan yang masih besar terhadap bahan bakar fosil terutama minyak bumi sebesar 48 persen dari total bauran energi. Pangsa energi baru terbarukan untuk pembangkit listrik masih sangat terbatas, sedangkan pemanfaatan batubara dan gas bumi sebagai sumber energi pembangkit listrik masih terkendala oleh terbatasnya pasokan akibat struktur pasarnya yang liberal dan oleh adanya kontrak-kontrak jangka panjang. b Pasokan energi masih terbatas jumlah, kualitas, dan keandalan. Kapasitas kilang minyak bumi pada periode 2004-2009 tidak mengalami penambahan. Akibatnya, Indonesia selain Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 mengimpor minyak mentah juga harus mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Permasalahan yang dihadapi untuk sarana dan prasarana gas bumi di antaranya pilihan melakukan ekspor atau memenuhi kebutuhan domestik serta pilihan cara distribusi antara pembangunan pipa transmisi atau terminal. Selain itu, kapasitas sarana prasarana gas bumi berupa fasilitas LNG Receiving Terminal dan kapasitas jaringan pipa distribusi gas bumi untuk rumah tangga gas kota masih sangat terbatas. Pada sisi penyediaan tenaga listrik tampak bahwa kapasitas pembangkit tenaga listrik sampai saat ini masih belum mampu mencukupi kebutuhan. Pertumbuhan kapasitas pembangkit tidak seimbang dengan pertumbuhan permintaan tenaga listrik, dimana tahun 2009 kapasitasnya hanya bertambah sebesar 2.950 MW. c Kondisi sistem transmisi interkoneksi masih belum andal. Sampai saat ini, keandalan sistem transmisi dan distribusi masih rendah dengan tingkat susut losses masih di atas 10 persen. Sementara itu sistem Kalimantan, dan Sulawesi serta sistem Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua belum memiliki sistem transmisi interkoneksi. d Teknologi dan pendanaan didominasi asing. Dana pemerintah baik APBN maupun APBD serta dana BUMN yang disalurkan ke PT. PLN Persero, tidak mencukupi untuk membangun seluruh sarana penyediaan tenaga listrik yang dibutuhkan. Oleh karena itu, sumber pendanaan lain baik pinjaman maupun hibah dari luar negeri serta partisipasi swasta, cukup mendominasi pembangunan pada tahun 2009. Pada sisi teknologi, sampai saat ini masih tergantung dengan teknologi asing. Hal ini mengakibatkan ketergantungan pada investasi dan teknologi luar negeri asing yang akhirnya menurunkan penggunaan komponen lokal baik sumber daya manusia jasa maupun barang. e Regulasi masih perlu disempurnakan diikuti dengan konsistensi kebijakan. Permasalahan penting lainnya yaitu belum adanya penyempurnaan regulasi yang disesuaikan dengan dinamika sektor sekaligus sebagai upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif. f Kebijakan harga pricing policy masih belum tepat. Harga energi saat ini belum sesuai dengan keekonomian sisi produser. Kebijakan harga energi yang masih membutuhkan subsidi mengakibatkan harga energi menjadi murah sehingga menimbulkan penyalahgunaan dan pemborosan dalam pemanfaatan energi. g Efisiensi dan konservasi energi masih belum berjalan dengan baik. Intensitas dan elastisitas energi saat ini masih tinggi tapi di sisi lain konsumsi energi per kapita yang rendah menunjukkan pemakaian energi tidak produktif dan boros. h Kurangnya partisipasi pemerintah daerah dalam pemenuhan kebutuhan energi. Sejauh ini hampir sebagian besar kebijakan pemenuhan kebutuhan energi nasional masih dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Sejalan dengan prinsip otonomi daerah, sudah selayaknya pemerintah daerah ikut berperan aktif dalam parsitipasi pemenuhan kebutuhan energi Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 nasional. Namun, terlihat bahwa pemerintah daerah belum siap secara penuh untuk berperan optimal. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kebijakan termasuk peraturan daerah yang menghambat, serta masih rendahnya alokasi APBD untuk pembangunan sarana dan prasarana energi. Dengan mempertimbangkan kebutuhankonsumsi energi di atas, sasaran pembangunan energi pada tahun 2011 dalam rangka memenuhi kebutuhankonsumsi energi final, antara lain, adalah sebagai berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011 2 Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Pembangunan bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup terkait dengan upaya pengelolaan, pemanfaatan dan konservasi sumber energi di Indonesia. Sasaran pembangunan bidang ini yaitu: Minyak bumi, gas bumi, dan batubara mempunyai peranan besar sebagai sumber energi untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Selain sebagai pendukung pembangunan ekonomi, ketiga komoditas energi tersebut juga berperan sebagai sumber penerimaan devisa negara yang sangat penting. Pada tahun 2010, penerimaan dari minyak dan gas bumi serta pertambangan umum mineral dan batubara, diperkirakan akan mencapai Rp. 272,7 triliun, yakni meningkat sekitar 16 dari realisasi penerimaan pada tahun 2009, yakni Rp. 235,3 trilyun. Sekitar 78 dari penerimaan ini diperoleh dari penerimaan minyak dan gas bumi, sedangkan sisanya dari penerimaan pajak dan bukanpajak pertambangan umum. Disamping itu investasi minyak dan gas bumi serta pertambangan umum akan mencapai US 16,9 milyar, meningkat sekitar 20 dibandingkan dengan realisasi investasi pada tahun 2009, yakni US 13,9 milyar. Sekitar 85 dari jumlah investasi tersebut adalah investasi untuk kegiatan minyak dan gas. Seperti tahun tahun sebelumnya, sebagian besar produksi minyak dimanfaatkan untuk keperluan Bahan Bakar BBM dalam negeri. Realisasi produksi minyak mentah pada tahun 2009 adalah sebesar 949 ribu barel per hari, belum cukup untuk memenuhi permintaan BBM nasional, yakni sebesar 1.307 ribu barel per hari. Sehingga masih diperlukan impor minyak mentah dan BBM. Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, sebanyak 918 ribu barel per hari minyak mentah dan sebanyak 389 ribu barel per hari BBM dipasok dari pasar internasional. Pada tahun 2010, diperkirakan produksi minyak mentah disekitar 965 ribu barel per hari, dan ekspor minyak mentah dan BBM dengan volume yang tidak jauh berbeda dengan tahun 2009 tetap diperlukan. Selain diekspor ke Jepang, Taiwan, Korea, Singapura dan Malaysia dalam bentuk Lequified Natural Gas LNG, gas bumi umumnya dimanfaatan oleh bahan baku industri pupuk, baja, kilang petrokimia, LPG Liquefied Petroleum Gas di dalam negeri. Pada tahun 2009, sebanyak 53,04 dari total produksi gas bumi sebesar 7.951 juta kaki kubik per hari MMSCFD, telah dimanfaatkan untuk kebutuhan di dalam negeri. Pada tahun 2010, produksi gas bumi diperkirakan mencapai 1.593 MMSCFD dan pemanfaatannya untuk memenuhi keperluan dalam negeri akan semakin meningkat dengan adanya beberapa Perjanjian Jual Beli Gas Bumi yang ditandatangani sesudah UU No. 222001 tentang Minyak dan Gas Bumi diterapkan. Walaupun pemanfaatan batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri relatif masih kecil dibandingkan untuk ekspor, peranan batubara sebagai sumber energi didalam negeri semakin penting. Pada tahun 2009, produksi batubara meningkat 14 juta ton dibandingkan tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah LAKIP KESDM Tahun 2011