1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Idris 1992: 4 mengemukakan bahwa pendidikan adalah serangkaian kegiatan interaksi yang bertujuan antar manusia biasa dan
peserta didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan peserta didik
seutuhnya. Teori tersebut membuktikan bahwa pendidikan mempunyai manfaat yang positif lewat proses pelaksanaanya. Suardi 2012: 1
mengemukakan bahwa pendidikan merupakan sarana yang menumbuh- kembangkan potensi-potensi kemanusiaan untuk bermasyarakat dan
menjadi manusia yang sempurna. Adanya teori tersebut maka pendidikan memiliki banyak manfaat salah satunya adalah dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki setiap orang. Pendidikan juga sangat bermanfaat bagi kemajuan negara, karena kemajuan dari setiap negara dapat terjadi
jika sumber daya manusia SDM dari negara tersebut baik dan berkualitas. Masalah yang terjadi jika suatu negara tidak memperhatikan
pendidikan dari SDMnya, maka negara tersebut tidak akan mengalami kemajuan serta dalam segala bidang tidak akan mampu bersaing dengan
negara lain. Suardi 2012: iii mengemukakan bahwa pendidikan harus memberikan sumbangan yang besar bagi peningkatan SDM agar menjadi
berkualitas. Dari keterangan tersebut tentunya pendidikan memiliki banyak manfaat dan tujuan bagi siapa yang terlibat di dalamnya.
Berbagai macam tujuan pendidikan dalam proses pembelajaran yang paling umum diterapkan dalam sekolah adalah proses kognitif siswa.
Hal ini disebabkan ranah kognitif fokus pada transmisi pengetahuan dan strategi, yang merupakan pandangan paling umum mengenai peran
sekolah Kuswana, 2012: 93. Kategori-kategori pada dimensi proses kognitif merupakan pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara
komprehensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan pendidikan yang meliputi mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi,
dan mencipta Anderson Krathwohl, 2010: 43. Proses kognitif menjadi pedoman bagi guru untuk mengembangkan indikator pencapaian
kompetensi dan mengidentifikasi serta mengklasifikasikan seluruh hasil belajar siswa di sekolah Miller dalam Endrayanto, 2014: 33. Dari
keterangan tersebut maka pengembangan proses kognitif siswa harus dapat dikembangkan secara maksimal dan seimbang. Tujuan pendidikan
tidak hanya mengembangkan proses kognitif siswa saja. Kadir 2012: 61 mengemukakan bahwa tujuan pendidikan merupakan perpaduan tujuan-
tujuan yang bersifat sosial untuk dapat memainkan perannya sebagai warga dalam berbagai lingkungan dan kelompok sosial. Hal tersebut
membuktikan bahwa pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif siswa, tapi pendidikan juga berperan penting mengajarkan kepada
siswa untuk dapat bersosial dengan baik di dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuan pendidikan dapat dicapai lewat berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan mempelajari semua mata pelajaran yang ada di
jenjang sekolah. Salah satu mata pelajaran yang dapat membantu siswa menyelesaikan masalah dalam kehidupan bermasyarakat adalah
matematika. Contoh peran matematika dalam kehidupan adalah banyak persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang memerlukan kemampuan
berhitung dan mengukur. Dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran siswa diharapkan memiliki prestasi belajar yang bagus. Prestasi belajar
dari setiap siswa dapat dilihat dari penilaian yang telah diberikan oleh guru dalam setiap pembelajaran yang dilakukan.
Arikunto 1999: 6 mengemukakan bahwa dalam penilaian tentunya memiliki makna bagi siapa yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Misal bagi peserta didik, dengan diadakannya penilaian, maka peserta didik dapat mengetahui sejauh mana peserta didik telah
berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Bagi guru akan dapat mengetahui peserta didik mana yang bisa melanjutkan pembelajaran
karena sudah menguasai materi, maupun mengetahui peserta didik mana yang belum menguasai materi.
Terdapat cara untuk mengetahui kemampuan dari masing-masing peserta didik, guru dapat melakukan pengujian atau pemberian tes disetiap
akhir pembelajaran. Adanya pemberian pengujian maka guru akan dapat melihat seberapa paham peserta didik mengenai materi pembelajaran yang
telah dilakukan. Pengujian yang dilakukan oleh guru bisa dilakukan dengan membuat alat ukur atau tes yang nantinya akan dikerjakan oleh
siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Arikunto 2013: 67 mengemukakan bahwa tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam
suasana, dengan cara aturan-aturan yang sudah ditentukan. Dari teori tersebut maka dalam pembuatan tes sebaiknya memperhatikan aturan-
aturan yang sudah ditentukan, agar tes dapat bermanfaat secara maksimal bagi siswa yang mengerjakan serta dapat mengukur dengan baik
kemampuan siswa dalam suatu pembelajaran. Arikunto 2013: 72 mengemukakan bahwa sebuah tes dapat dikatakan baik sebagai alat
pengukur, harus memenuhi persyaratan tes yaitu validitas, reliabilitas, objektivitas, praktibilitas, dan ekonomis. Dari keterangan itu maka
seharusnya guru membuat tes sesuai dengan persyaratan tes yang baik tersebut. Arikunto 2013: 94 mengemukakan bahwa yang terstandar
adalah tes sudah diuji cobakan, serta mengetahui koefisien validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, daya pembeda serta analisis pengecoh. Hasil
tes yang dibuat, jika sudah diketahui validitas dan reliabilitasnya sebaiknya tes juga dilakukan analisis karakteristik butir soalnya. Analisis
karakteristik butir soal meliputi 3 masalah yaitu daya pembeda, tingkat kesulitan maupun analisis pengecohnya, jika tes yang digunakan
berbentuk pilihan ganda. Peneliti mendapat informasi ketika melakukan wawancara dengan
guru kelas VA SD Negeri Denggung. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti di SD Negeri Denggung pada tanggal 5 Agustus 2015
menunjukkan bahwa guru jarang membuat soal dan membahas uji validitas, reliabilitas dan analisis butir soalnya. Ketika menguji
kemampuan siswa dalam setiap kompetensi dasarnya guru hanya mengambil soal dari buku. Mengenai pertanyaan bagaimana guru
memberikan tes tentang materi menuliskan tanda waktu 24 jam guru juga menjawab ketika menguji kemampuan siswa pada materi itu guru hanya
mengambil soal dari buku, selain itu guru juga bisa memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan LKS. Guru juga mengungkapkan bahwa
siswa masih banyak yang belum paham mengenai kompetensi dasar menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam, perubahan
dari notasi 12 jam ke notasi 24 jam yang membuat mereka belum begitu paham.
Peneliti juga memberikan angket kepada guru kelas VA SD Negeri Denggung untuk memperkuat dari analisis kebutuhan. Hasil dari angket
tersebut menunjukkan bahwa guru masih jarang dalam membuat soal sendiri. Guru membuat soal sendiri hanya ketika ada ulangan itupun
kadang masih mengambil dari soal di dalam buku. Pertanyaan mengenai kebutuhan soal yang sudah diketahui kualitasnya, guru menjawab sangat
membutuhkan soal, karena dengan adanya soal yang sudah diketahui kualitasnya guru akan berpikir digunakan sebagai contoh pembuatan soal
yang baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru maka dapat
disimpulkan bahwa guru masih jarang untuk membuat soal tes sendiri. Waktu membuat soal pun guru tidak memperhatikan proses kognitif dari
mengingat sampai mencipta. Guru mengetahui biasanya ranah kognitif mencipta dari siswa diukur dari kegiatan pembelajaran pratikum bukan
dari jawaban soal. Kisi-kisi dalam pembuatan soal juga tidak pernah dibuat, jika membuat tes hasil belajar guru langsung menuangkan dalam
bentuk soal saja. Hasil dari angket dan wawancara guru mengatakan sangat membutuhkan contoh soal atau tes hasil belajar matematika yang sudah
diketahui kualitasnya. Berdasarkan data atau informasi yang diperoleh oleh peneliti baik
dari wawancara dan angket tersebut, maka sangat diperlukan penelitian mengenai pengembangan tes. Dari keterangan tersebut peneliti terdorong
untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan mengembangkan tes hasil belajar siswa dengan melakukan penelitian dan pengembangan
Reserch and Development yang ber judul “Pengembangan Tes Hasil
Belajar Matematika Kompetensi Dasar Menuliskan Tanda Waktu dengan Menggunakan Notasi 24 Jam untuk Siswa Kela
s V Sekolah Dasar”. Hasil dari pengembangan tes ini dapat membantu guru untuk
mendapatkan contoh soal yang sudah diketahui kualitasnya. Tes yang dikembangkan berpedoman pada ranah kognitif mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta berdasarkan taksonomi bloom yang telah direvisi.
B. Pembatasan Masalah