BAB III PEMBELAJARAN PAK DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMP KANISIUS GAYAM, YOGYAKARTA
Dalam bab ini penulis menguraikan proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk belajar dalam Pendidikan Agama Katolik
di sekolah, terutama Sekolah Menegah Pertama SMP. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian tentang Pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap motivasi
belajar Siswa dalam PAK untuk menunjukkan bahwa pola Naratif Eksperiensial memengaruhi motivasi belajar siswa atau tidak. Dalam penelitian ini penulis
menjabarkan hasil penelitian dan pembahasannya. Di samping itu juga penulis mengungkapkan keterbatasan hasil penelitian sebagai batasan yang mampu dicapai
penulis dalam penelitian ini.
A. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Katolik di SMP
Pendidikan Agama Katolik PAK di sekolah dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman atau proses pendidikan dalam rangka membantu para siswa
agar semakin beriman. PAK merupakan suatu proses pendidikan yang berjalan secara berkesinambungan dan sarana untuk membantu siswa dalam mencapai
kedewasan iman Telaumbanua, 1999: 111. Oleh sebab itu proses pendidikan yang berkesinambungan dijelaskan untuk mengetahui proses belajar mengajar yang
seharusnya dalam PAK. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Menurut Nana Sudjana 1989a: 28, belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar. Belajar menunjuk
pada apa yang harus dilakukan siswa yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang dilakukan guru sebagai pengajar.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap,
ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan tingkah laku pada individu untuk belajar. Tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari diri individu seperti kemampuan yang dimilikinya, minat dan perhatiannya, kebiasaan, usaha dan
motivasi serta faktor-faktor lainnya Nana Sudjana, 1989a: 5-6. Minat dan perhatian akan mata pelajaran tertentu membuat siswa mendorong
dirinya untuk mempelajarinya. Melalui kebiasaan belajar, siswa akan berusaha untuk mempelajari sendiri tanpa ada dorongan dari luar, sehingga muncullah motivasi atau
timbul tingkah laku untuk belajar. Siswa yang tidak memiliki minat dan perhatian terhadap mata pelajaran tertentu akan malas untuk belajar ataupun mempelajari
pelajaran lainnya, maka sering terlihat ada beberapa siswa yang unggul dalam bidang yang disukainya namun rendah dalam bidang lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan
dorongan dari luar diri siswa yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Dalam lingkungan keluarga yang berperan aktif dalam belajar siswa adalah orang tua. Orang tua mendorong siswa belajar sebagai proses lanjutan dari proses
belajar mengajar di sekolah. Siswa mendapat pengetahuan kemudian dipelajari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kembali di rumah atau keluarga agar apa yang didapat lebih diperdalam lagi. Lingkungan masyarakat juga memengaruhi siswa untuk belajar terutama lingkungan
tempat tinggal siswa yang pada umumnya orang-orang yang memiliki semangat untuk belajar atau mengenyam pendidikan. Lingkungan sekolah sangat besar
pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar-mengajar seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman-teman sekelas, kedisiplinan, peraturan
sekolah dan lain-lain Nana Sudjana, 1989a: 6. Guru dalam proses belajar mengajar memiliki peranan sebagai fasilitator,
pendorong atau motivator agar motif- motif yang positif pada diri siswa dapat dibangkitkan dan ditingkatkan guna mencapai hasil belajar. Motif-motif positif
yang ada pada diri siswa dibangkitkan dan ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa sarana belajar yang disukai siswa, sesuai dengan taraf dan
perkembangannya dalam menyampaikan kurikulum Semiawan, 1985: 10. Dalam buku Cara Belajar Siswa Aktif Nana Sudjana, 1989: 8 terdapat
konsep mengajar:
Konsep mengajar di atas bertitik tolak pada peranan guru bukan sebagai pengajar melainkan sebagai pembimbing belajar, pemimpin belajar atau fasilitator belajar.
Dikatakan pembimbing karena dalam proses tersebut guru memberikan bantuan kepada siswa agar siswa itu sendiri yang melakukan kegiatan belajar. Dikatakan
pemimpin karena guru yang menentukan ke mana kegiatan siswa diarahkan, dan dikatakan fasilitator karena guru harus menyediakan fasilitas.
Proses Tingkah laku Siswa
Proses Belajar Siswa
Proses Mengajar
32
Inti dari proses mengajar adalah menumbuhkan kegiatan siswa belajar, sehingga keterpaduan dua konsep ini melahirkan konsep baru yang disebut “proses belajar
mengajar”. Dalam proses belajar mengajar terutama dalam PAK, dibutuhkan interaksi
antara guru dengan siswa, maupun siswa dengan siswa lainnya. Interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar tujuan, isi atau bahan, metode dan alat, serta
penilaian. Dalam interaksi siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pengajaran melalui bahan pengajaran yang dipelajari oleh siswa dengan
menggunakan metode dan alat kemudian dinilai untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada diri siswa setelah menyelesaikan proses belajar mengajar.
Keberhasilan interaksi antara guru-siswa tergantung pada bentuk komunikasi yang digunakan guru pada saat berinteraksi dengan siswa. Komunikasi yang sesuai yaitu
komunikasi sebagai transaksi yang menuntut keaktivan dari siswa Nana Sudjana, 1989: 9-10.
Pelajaran Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi atau interaksi iman. Komunikasi iman itu mengandung unsur pengetahuan iman,
pergumulan iman dan unsur penghayatan iman dalam pelbagai bentuk. Bagi siswa yang beriman katolik dan memiliki pengetahuan mengenai iman katolik, komunikasi
iman diharapkan membantu mereka dalam menggumuli dan menghayati hidup beriman. Hidup beriman juga tidak hanya bagi yang beriman katolik, melainkan
siswa yang beragama lain pun dapat mengkomunikasikan imannya melalui agamanya sendiri. Dengan adanya keterbukaan, pengharapan dan kebebasan dari
masing- masing agama komunikasi iman antar siswa semakin diperkaya Jacobs, 1992: 9.
33
Dalam Silabus Pendidikan Agama Katolik Jacobs, 1992: 10-11 diterangkan bahwa pelajaran agama di sekolah diharapkan dapat menumbuhkan sikap untuk
bekerja sama dengan saudara beriman lainnya dan semua orang yang berkehendak baik. Kegiatan komunikasi juga memerlukan sarana yaitu bahan. Bahan ini bukanlah
bahan mati melainkan mitra dalam dialog yang bersaksi dan menggairahkan siswa untuk ikut dalam gerakan Kerajaan Allah. Supaya bahan menjadi mitra dialog yang
hidup, menarik dan tidak memaksa, bahan perlu diolah dalam bentuk cerita. Dalam dialog terjadi komunikasi iman yang hidup antar siswa dalam kelas sehingga
melalui cerita, siswa mampu mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman dalam bentuk cerita pengalaman. Dengan demikian dalam menyampaikan
cerita, dibutuhkan pola yaitu pola yang bersifat Naratif Eksperiensial. Berdasarkan pengertian cerita pola yang bersifat naratif-eksperiensial adalah pola cerita
pengalaman. Naratif berarti bahan diceritakan narasi sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai pengalaman serta penghayatan iman eksperiensi. Komunikasi
tersebut berawal dari dan menuju ke pengalaman dan penghayatan eksperiensi sehari-hari siswa. Dalam pola komunikasi cerita membantu siswa untuk membuka
dan menyapa pengalamannya secara terbuka, tidak memaksa dan tidak mengindoktrinasi, sehingga terjadi komunikasi yang menciptakan iklim untuk
memperkembangkan kreativitas siswa. Pola komunikasi juga diharapkan dapat membantu penghayatan hidup beriman siswa melalui sharing pengalaman hidup
siswa sehari-hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Oleh sebab itu, pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP merupakan salah satu bentuk komunikasi dan interaksi tanya jawab dan atau dialog iman