Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Munib 2009: 28, pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan sama sekali bukan untuk merusak kepribadian anak didik, seperti misalnya memberi bekal pengetahuan maupun keterampilan yang tidak baik dan bermanfaat kepada anak, melainkan dapat membentuk bahkan memperbaiki kepribadian anak didik. Dalam dunia pendidikan dikenal istilah pedagogik. Pedagogik yaitu pendidikan menuju kepribadian yang lebih baik, karena pada hakikatnya pendidikan sebagai suatu usaha menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak didik. Langeveld dalam Munib 2009: 26 mengemukakan batasan pendidikan, yaitu suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan. Sedangkan dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spititual- keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan harus diberikan kepada setiap individu, karena selain membantu untuk mencapai kedewasaan, pendidikan juga diharapkan mampu memberikan 2 bekal berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk menghadapi kehidupannya. Untuk itu pelaksanaan pendidikan harus diarahkan pada usaha memberdayakan warga Indonesia untuk berkembang menjadi manusia yang berkualitas dalam menghadapi kehidupannya. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, yaitu Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 yang menjadi standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, maka di dalam Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 telah ditetapkan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Terkait dengan misi tersebut, telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru atau tenaga pengajar yang mampu memberikan teladan, membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma pengajaran menjadi pembelajaran. 3 Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik atau siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk tiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, manantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar tersebut berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien Rusman, 2012: 3-4. 4 Menurut Suprijono 2009: vi, pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangnya keterampilan intelektual, sosial, dan personal. Pendidikan harus menumbuhkan berbagai kompetensi peserta didik. Keterampilan intelaktual, sosial, dan personal tidak hanya dibangun dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral, intuisi emosi, dan spiritual. Sekolah sebagai institusi pendidikan dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan pembelajaran sesuai tuntutan kebutuhan era global. Salah satu upaya yang dapat dikembangkan oleh sekolah adalah pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan PAIKEM. Fondasi kritis dan rasional PAIKEM adalah filsafat konstruktivisme. Berdasarkan konstruktivisme, pembelajaran ini merupakan proses konstruksi pengetahuan, bukan duplikasi pengetahuan. Pengetahuan dikonstruksi pada latar kenyataannya, bukan seharusnya. Pengetahuan yang dipelajari diatur berdasarkan autentisitasnya, bukan artifisialnya. PAIKEM sebagai proses learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together mendorong terciptanya kebermaknaan belajar bagi peserta didik. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran di Indonesia harus berupaya menekankan pada keaktifan peserta didik, kebutuhan peserta didik, serta menempatkan peserta didik sebagai center stage performance. Seperti penjelasan Suprijono 2009: x yang menyebutkan pembelajaran lebih menekankan bahwa peserta didik sebagai makhluk berkesadaran mamahami arti penting interaksi dirinya dengan lingkungan yang menghasilkan pengalaman adalah kebutuhan. 5 Kebutuhan baginya mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan yang dimilikinya. Zaini dkk 2008: xiv menjelaskan bahwa pembelajaran aktif active learning adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik atau siswa untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental, akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya peserta didik akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar bisa dimaksimalkan. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja diterima. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya ke dalam otak. Hal ini perlu diperhatikan, karena salah satu faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri. Belajar yang hanya mengandalkan indera pendengaran mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil belajar seharusnya disimpan sampai jangka waktu yang lama agar maksimal. Agar hasil belajar maksimal, diperlukan strategi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan PAIKEM. Salah satu strategi 6 pembelajaran yang mendukung PAIKEM adalah strategi Practice-Rehearsal Pairs latihan praktik berpasangan. Strategi Practice-Rehearsal Pairs merupakan bagian dari pembelajaran aktif active learning. Strategi Practice-rehearsal Pairs menurut Silberman 2009: 75 dapat melatih gladi resik kecakapan atau prosedur dengan partner belajar dan bertujuan untuk meyakinkan bahwa kedua partner dapat melaksanakan kecakapan atau prosedur. Pertimbangan lain untuk menerapkan strategi praktik berpasangan sama dengan pertimbangan untuk menerapkan strategi pembelajaran aktif yang dijelaskan Zaini dkk 2008: xvi, yakni realita bahwa peserta didik mempunyai cara belajar yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang lebih senang membaca, ada yang aktif berdiskusi, dan ada juga yang terampil dalam praktik langsung. Inilah yang sering disebut dengan gaya belajar atau learning style. Untuk dapat membantu peserta didik dengan maksimal dalam belajar, maka kesenangan dan keterampilan dalam belajar itu sebisa mungkin diperhatikan. Untuk mengakomodir atau menunjang kebutuhan tersebut, yaitu dengan menerapkan variasi strategi pembelajaran yang beragam yang melibatkan semua alat indera. Namun pada kenyataannya, strategi pembelajaran praktik berpasangan belum begitu banyak diterapkan di sekolah dasar pada proses pendidikan di Indonesia. Saat ini guru lebih suka mengajar dengan stategi pembelajaran yang berpusat pada guru teacher centered instruction. Termasuk pembelajaran IPA kelas V di Sekolah Dasar Negeri Debong Tengah 1 dan 3 Kota Tegal. Berdasarkan informasi dari guru kelas V Ibu Nur Aeni dan Bapak Widji Sulistyo, pembelajaran IPA di sekolah tersebut masih didominasi dengan pembelajaran konvensional. Pada 7 pembelajaran konvensional ini guru bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, guru menyajikan pelajaran dengan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Guru lebih dominan dalam pembelajaran, sementara siswa hanya mendengarkan ceramah dari guru. Walaupun pada pembelajaran IPA di kelas, guru sudah menggunakan alat peraga atau kit IPA untuk mendukung pembelajaran dan praktik, namun alat peraga tersebut belum sepenuhnya digunakan untuk mengaktifkan seluruh siswa di kelas. Hal ini akan menyebabkan siswa menjadi bosan dan pembelajaran berlangsung tidak menyenangkan. Pembelajaran IPA untuk kelas V harus dilaksanakan aktif dan menyenangkan disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik atau siswa. Anak usia SD pada umumnya berusia antara 7-11 tahun. Menurut Piaget 1988 dalam Rifa’i 2009: 29 pada usia 7-11 tahun, anak berada pada tahap perkembangan operasional konkrit. Pada tahap ini anak mampu mengoperasionalkan berbagai logika, namun masih dalam bentuk benda konkrit. Berdasarkan pada penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Desi Rosita Dewi pada tahun 2010 tentang Implementasi Strategi Pembelajaran Practice-Rehearsal Pairs Berbasis Portofolio Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa PTK Kelas VII SMP Al Islam 1 Surakarta Tahun Ajaran 20092010. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan stategi pembelajaran praktik berpasangan berbasis portofolio dalam pembelajaran matematika efektif diterapkan, strategi ini dapat mengaktifkan siswa dan seluruh siswa dalam kelas merasakan semua keterampilan yang dipraktikkan sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga berdampak pada peningkatan prestasi belajar. Untuk itu, 8 penerapan strategi Practice-Rehearsal Pairs cocok diterapkan pada pembelajaran yang melatih keterampilan psikomotorik siswa, khususnya pada materi sifat-sifat cahaya di kelas V. Maka pada penelitian ini akan dilakukan kajian bagaimana keefektifan strategi Practice-Rehearsal Pairs dibandingkan dengan strategi pembelajaran konvensional pada pembelajaran IPA kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Tengah 1 dan 3 Kota Tegal.

1.2 Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL NUMBER HEADS TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI DEBONG KIDUL KOTA TEGAL

0 16 287

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL CLIS (CHILDREN LEARNING IN SCIENCE) TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1 KOTA TEGAL

0 15 402

KEEFEKTIFAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SIFAT SIFAT CAHAYA SISWA KELAS V SDN 1 PRIGI KABUPATEN BANJARNEGARA

2 19 225

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PECAHAN KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1, 2, 3 KOTA TEGAL

5 24 333

KEEFEKTIFAN STRATEGI PRACTICE REHEARSAL PAIRS TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI BERMAIN ALAT MUSIK MELODIS DI SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBOK LUWUNG 01 KABUPATEN TEGAL

0 20 216

KEEFEKTIFAN STRATEGI PRACTICE REHEARSAL PAIRS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA MATERI KARYA RANCANGAN SENDIRI DI SD NEGERI PESAREAN 01 KABUPATEN TEGAL

0 9 167

Pengaruh Video Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Sifat-sifat Cahaya

0 7 188

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PRACTICE-REHEARSAL PAIRS TERHADAP HASIL BELAJAR MENGANYAM VAS BUNGA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SUNGGAL.

0 1 24

EKSPERIMEN STRATEGI PRACTICE-REHEARSAL PAIRS DAN Eksperimen Strategi Practice-Rehearsal Pairs dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Siswa SMP Negeri 3 Colomadu 2011/2012.

0 0 17

EKSPERIMEN STRATEGI PRACTICE-REHEARSAL PAIRS DAN Eksperimen Strategi Practice-Rehearsal Pairs dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Siswa SMP Negeri 3 Colomadu 2011/2012.

0 0 14