makanan Kemenkes RI, yaitu diketahui bahwa sejauh ini penilaian program ini belum dilakukan karena belum ada pelaporan dari tingkat bawah. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya penekanan kepada petugas pelaksana untuk mengirimkan laporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI bencana ini. Berdasarkan
wawancara dengan koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan, penilaian belum dilakukan. Pencatatan dilakukan melalui tanda terima yang telah dibuat pada saat
pembagian MP-ASI kepada para petugas Puskesmas kecamatan. Sedangkan untuk pelaporan belum dilakukan karena belum ada permintaan dari Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta untuk melaporkan hasil program MP-ASI bencana ini. Berikut kutipan pernyataannya:
“Evaluasinya belum, paling pencatatan dan pelaporan aja. Pencatatan sih ada dari tanda terima. Sudin buat tanda terima untuk bukti dari Sudin ke
Kecamatan, nanti Kecamatan buat sendiri untuk ke Kelurahan, nanti Kelurahan buat sendiri untuk ke lokasi kejadian atau untuk RTRW
setempat. Kalau pelaporannya seharusnya berjenjang aja, kelurahan lapor ke kecamatan, kecamatan lapor ke saya, nanti saya ke Dinas. Yang dilaporin
jumlah yang diberikan aja, ke kelurahan mana aja, tidak sampai berapa balita dan 1 balita dapet berapa. Nah, sampai sekarang saya belum minta
laporan dari bawah, karena belum ada permintaan dari Dinas. Jadi, kalau
Dinas minta karena Kementrian minta, baru kita bikin pelaporannya.” Informan LH
87
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan, yaitu tidak adanya pembedaan pertanyaan wawancara mendalam di tingkat Kemenkes dan organisasi pelaksana
tingkat bawah, sehingga infomasi yang diperoleh kurang mendalam, khususnya di tingkat kemenkes sebagai perencana strategis program ini.
6.2 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Dalam penelitian ini, perencanaan adalah upaya untuk merumuskan tujuan, target, sasaran dan kegiatan dalam program pemberian MP-ASI di lokasi
bencana. Dari hasil wawancara mendalam terhadap para informan, perencanaan dilakukan dari tingkat Kemenkes hingga Posyandu. Perencanaan yang dilakukan
oleh Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI adalah penyusunan tujuan, sasaran, target, hingga prosedur pelaksanaan program. Menurut Muninjaya 2004
dan Siagian 2012, rencana yang baik dapat menjawab pertanyaan Apa, Dimana, Siapa, Kapan, Bagaimana dan Mengapa. Rencana yang dibuat dalam program ini
telah dapat menjawab keenam pertanyaan tersebut, yaitu:
a. Apa – program ini adalah program MP-ASI biskuit diberikan kepada
baduta usia 6-24 bulan di daerah rawan gizi atau bencana untuk mengantisipasi agar balita tersebut tidak mengalami gizi kurang serta
mempertahankan status gizi balita yang sudah baik. Target persentase MP-ASI buffer stock di daerah bencana ialah sebesar 100 . Persentase
ini dijabarkan dengan penghitungan jumlah MP-ASI yang diadakan dibagi dengan jumlah buffer stock MP-ASI yang diperlukan untuk
antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya.
b. Dimana – dilaksanakan di seluruh daerah rawan gizi dan bencana di
seluruh Indonesia, jika ada permintaan dari daerah tersebut. c.
Siapa – MP-ASI diberikan kepada anak usia 6-24 bulan gizi kurang di daerah rawan gizikeadaan daruratbencana.
d. Kapan – program MP-ASI buffer stock dilaksanakan tahun 2010 hingga
2014. MP-ASI dikeluarkan jika ada permintaan dari stakeholder tempat kejadian bencana.
e. Bagaimana – MP-ASI didistribusikan secara berjenjang dari pusat ke
provinsi atau bisa langsung ke tingkat kota sesuai permintaan. f.
Mengapa – karena Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam. Bencana tersebut mengakibatkan permasalahan kesehatan dan gizi. Bayi
dan anak merupakan kelompok rentan yang perlu mendapat perhatian saat terjadi bencana. Selain itu karena program MP-ASI reguler untuk
baduta gakin dan gizi kurang sudah dikelola sendiri oleh Puskesmas dengan menggunakan dana BOK.
Menurut Siagian 2012, rencana yang baik harus disertai oleh suatu rincian yang cermat. Dengan kata lain, suatu rencana tidak hanya merupakan
keputusan tentang apa yang akan dikerjakan di masa depan, tetapi juga merupakan petunjuk operasionalisasinya. Sedangkan Kemenkes belum membuat petunjuk
teknis pelaksanaan yang lengkap yang memuat ketentuan konsumsi dan teknis pemantauan kepada sasaran. Muninjaya 2004 berpendapat bahwa tanpa ada
perencanaan yang tersusun lengkap, maka tidak lengkap pula kejelasan kegiatan yang akan dilaksanakan dan akan berakibat pada pelaksanaan fungsi manajemen
lainnya. Tidak adanya ketentuan konsumsi MP-ASI ini membuat para pelaksana
program di tingkat bawah berusaha melaksanakannya sebaik mungkin dengan cara mereka sendiri. Ada yang berencana membagikan secara merata, sehingga setiap
anak hanya mendapat sedikit MP-ASI, namun ada pula yang berencana membagikan seorang balita untuk konsumsi selama 7 hari. Meskipun program
tersebut merupakan program Kemenkes dan belum mendapat petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya, sebaiknya Dinas Kesehatan ProvinsiKota
lebih aktif dan kritis untuk meminta petunjuk tersebut. Jika memang Kemenkes belum menyusunnya, seyogyanya berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, asas desentralisasi yang sudah diterapkan dapat dijadikan dasar untuk membuat prosedur teknis pemberian MP-ASI sesuai kondisi di
wilayah DKI Jakarta, termasuk Jakarta Selatan. Sedangkan perencanaan yang dilakukan dari tingkat Kota hingga Posyandu
adalah perencanaan dalam menentukan lokasi rawan bencana banjir yang akan diberikan MP-ASI, jumlah MP-ASI yang akan diberikan dan pendistribusiannya.
Perencanaan yang dilakukan oleh Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan ialah