Kelembagaan Formal Kelembagaan Sebagai Aturan Main dalam Pengelolaan KJA Waduk Cirata

98 waduk. Untuk wilayah hulu sungai Citarum mungkin sudah dilakukan pengawasan oleh pengawas kelautan dan perikanan namun masih dirasa kurang dalam penindaklanjutan untuk mengatasi pencemaran. g. Keputusan Direksi PT PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali II Nomor 037.K023DIR1998 tentang Pembentukan Badan Pengelola Waduk Cirata pada PT PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali II Unit Pembangkitan Cirata Keputusan Direksi ini memuat pembentukan sekaligus menunjuk BPWC pada PT PLN Pemangkitan Jawa-Bali II Unit Pembangkitan Cirata untuk melaksanakan tugas pegelolaan Waduk. Tugas utama Badan Pengelola Waduk Cirata adalah : 1. Pengelolaan pemeliharaan Waduk Cirata dan lahan surutan di sekitarnya. 2. Pengelolaan pengembangan pemanfaatan perairan umum dan lahan surutan, serta pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan pencemaran air, untuk kepentingan pembangkit tenaga listrik dan pelayanan kepada masyarakat. 3. Pengelolaan administrasi dan keuangan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaanniaga yang sehat. BPWC telah melaksakan tugasnya dalam mengelola Waduk Cirata dan bekerjasama dengan instansi lain dalam pelaksanaannya. Luas waduk yang begitu besar hingga melintasi 3 wilayah administrasi dan banyaknya jenis pemanfaatan di Waduk Cirata membuat BPWC harus bekerjasama dengan pihak lain dalam melaksanakan tugasnya. Langkah yang dilakukan oleh BPWC dalam penertiban KJA yaitu dengan diberlakukannya SPL bagi setiap KJA yang ada di Waduk Cirata. Usaha pengurangan jumlah KJA juga dilakukan dengan pengembangan usaha budidaya ikan di darat. Dengan pengembangan usaha budidaya ikan di darat diharapkan dapat mereduksi jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata dengan relokasi. Untuk kelestarian Waduk, BPWC secara berkala melakukan pembersihan eceng gondok dan sampah-sampah yang ada di sekitar waduk. h. Keputusan Direksi PT PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali II No. 055 K010DIR1999 tentang Tarif Jasa Pengelolaan dan Pemeliharaan Waduk Cirata untuk Budidaya Perikanan Kolam Jaring Apung  Pengolongan Konsumen KJA Konsumen KJA adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perikanan kolam jaring apung di Waduk Cirata. Konsumen KJA dibagi menjadi beberapa golongan yaitu pengusaha ekonomi lemah, pengusaha ekonomi 99 menengah, dan pengusaha ekonomi kuat. Penggolongan konsumen KJA memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Pengusaha ekonomi lemah - Jumlah maksimum 4 petak kolam - Penduduk asli daerah sekitar waduk - Lahan garapannya terendam - Tidak punya usaha lain - Bukan pengusaha KJA petani penggarap b. Pengusaha ekonomi menengah - Jumlah kolam 5 – 24 petak kolam - Pengusaha KJA c. Pengusaha ekonomi kuat - Jumlah kolam lebih dari 24 kolam - Pengusaha KJA  Tarif Jasa Pengelolaan dan Pemeliharaan Waduk Cirata untuk Budidaya Perikanan Kolam Jaring Apung Petani ikan yang mendirikan KJA di Waduk Cirata dikenakan biaya sebesar Rp. 1.500m 2 . Komponen biaya tarif tersebut terdiri dari biaya pemeliharaan waduk, biaya operasional, biaya administrasi, dan biaya kompensasi. Rincian tarif jasa pengelolaan dan pemeliharaan Waduk Cirata untuk budidaya perikanan dalam KJA dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Rincian tarif jasa pengelolaan dan pemeliharaan Waduk Cirata untuk budidaya perikanan dalam KJA Biaya Pemeliharaan Rp.m 2 Biaya Operasional Biaya Administrasi Biaya Kompensasi Total Tarif Rp.m 2 Jasa Rp.m 2 Jasa Rp.m 2 1000 Plat nomor 50 Formulir 60 120 Supervisi 50 Registrasi 40 Penempatan Lokasi 50 Pengurusan ijin 50 Pengendalian limbah 50 Rekomendasi 30 1000 200 180 120 1500 Sumber : BPWC, 1999 100  Dispensasi Tarif Dispensasi tarif adalah keringanan pembayaran tarif jasa pengelolaan dan pemeliharaan Waduk Cirata kepada konsumen KJA dengan syarat konsumen KJA merupakan pengusaha ekonomi lemah, berdomisili di sekitar Waduk Cirata, membawa surat keterangan otentik dari kepala desa, direkomendasikan oleh kepala zona. Dispensasi tarif tersebut terbagi menjadi beberapa kategori seperti yang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Dispensasi tarif untuk konsumen KJA No. Kode Tarif Jumlah PK Volume PK DSC Diskon Keterangan 1. TR – 1 1 – 4 4 Rp. 500,- TR = Tarif Ringan DSC = Domisili Sekitar Cirata PK = Petak Kolam 2. TR – 2 5 – 8 4 Rp. 400,- 3. TR – 3 9 – 16 8 Rp. 300,- 4. TR – 4 17 – 24 8 Rp. 200,- 5. TR – 5  24 -  Sanksi Petani pengusaha perikanan KJA yang belum memiliki IUP dan SPbi atau yang sudah habis masa berlakunya SPbi, akan diberikan surat pemberitahuan yang dilengkapi dengan jadwal penyelesaiannya. Keterlambatan pengurusan IUP dan SPbi dari jadwal yang telah dibentuk dalam surat pemberitahuan akan dikenakan biaya keterlambatan. Surat peringatan akan dikeluarkan setiap bulannya hingga bulan ke tiga jika masih belum diselesaikan. Apabila sesudah surat peringatan ketiga tidak juga menyelesaikan pengurusan IUP dan atau SPbi maka akan dilaporkan ke Dinas Perikanan TK I Jawa Barat untuk dilakukan pembongkaran. Petani ikan yang telah mengurus pembayaran tarif kepada BPWC nantinya akan diberikan SPL dan pemasangan stiker di KJA-nya. SPL inilah yang menjadi salah satu syarat bagi pengurusan IUP dan SPbi. Di Waduk Cirata hanya 5.517 petak KJA yang memiliki SPL, sisanya sebanyak 47.517 petak KJA tidak memiliki SPL Sensus PT. Cikal, 2011. Kebanyakan masyarakat enggan mengurus SPL karena mereka menilai tidak ada perbedaan yang mendasar antara petani ikan yang memiliki SPL dan tidak memiliki SPL. Pengurusan SPL dengan sistem jemput bola hasil kerjasama BPWC, dinas perikanan kabupaten dan aparat desa juga memiliki biaya operasional yang tinggi. Biaya operasional untuk 101 kegiatan pengurusan SPL ini sebesar 34 juta rupiah per-bulan, sedangkan pendapatan BPWC dari hasil SPL ini rata-rata hanya 12 juta per-bulan Widiastuti, 2013. Dalam peraturan ini memang belum ditetapkan batas maksimal KJA yang boleh dimiliki setiap petani. Hal ini dikarenakan pada waktu peraturan ini dibuat jumlah petani KJA di Waduk Cirata masih relatif sedikit, hanya ada Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 yang menyatakan jumlah KJA keseluruhan yang boleh ada di Waduk Cirata yaitu sebanyak 12.000 petak. Pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Perikanan telah diatur bahwa pembudidaya ikan paling banyak memiliki jumlah KJA sebanyak 20 petak. Berlebihnya jumlah KJA di Waduk Cirata memang diakui oleh berbagai pihak terkait karena kurangnya pengawasan pada awal diijinkannya KJA di Waduk Cirata. Wilayah waduk yang luas dan biaya operasional yang tinggi dinilai menjadi penyebab dari kurangnya pengawasan tersebut. Sekarang sudah mulai dilakukan pembedaan terhadap petani ikan yang memiliki SPL dan tidak memiliki SPL. SPL yang dimiliki petani ikan dapat dijadikan sebagai jaminan apabila petani ikan ingin meminjam uang di bank. Hal ini diharapkan mampu menjadi insentif bagi petani ikan untuk mengurus SPL. Pengurangan KJA yang kini telah lebih dari 50.000 petak nampaknya tidak mudah untuk dilakukan. Pembongakaran KJA yang seharusnya dilakukan bagi petani yang melanggar ketentuan jarang dilakukan karena alasan kemanusiaan. Petugas merasa tidak tega menghilangkan mata pencarian masyarakat, apalagi yang memiliki ekonomi lemah. Saat ini pembongkaran hanya dilakukan pada KJA yang sudah rusak atau tidak dipakai lagi. Bagi petani ikan yang ingin membongkar KJA-nya namun tidak memiliki biaya untuk menariknya ke darat, dapat melaporkan kepada penyuluh lapangan atau dinas perikanan di wilayahnya untuk mendapatkan bantuan penarikan KJA. BPWC juga sedang melakukan upaya pembudidayaan ikan di darat yang nantinya dapat menjadikan lapangan kerja baru untuk petani ikan dan mereduksi KJA di Waduk Cirata untuk dipindahkan. Langkah yang ditempuh saat ini oleh pihak pengelola dan pemerintah adalah tidak diperbolehkan adanya penambahan jumlah KJA di Waduk Cirata. 102 i. Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat, Bupati Bandung, Bupati Cianjur, Bupati Purwakarta, Direktur Utama PT. Pembangkitan Jawa Bali Nomor 15 Tahun 2003; 1 Tahun 2003; 13 Tahun 2003; 8 tahun 2003; 036060DinetV2003 tentang Pengembangan Pemanfaatan Kawasan Waduk Cirata Keputusan ini berisi kesepakatan pengembangan secara terkoordinasi dan terpadu melalui optimalisasi pemanfaatan dan pendayagunaan potensi sumberdaya alam kawasan Waduk Cirata sebagai Kawasan Terpadu Agribisnis dan Pariwisata yang bernuansa budaya Jawa Barat sekaligus berfungsi sebagai Pusat Pengembangan Pendidikan dan tanpa mengganggu fungsi utama waduk sebagai penampung air untuk digunakan mengoperasionalkan PLTA Cirata.  Perijinan Penyelenggaraan proses perijinan dalam rangka pengembangan pemanfaatan kawasan Waduk dilaksanaan melalui Pola Pelayanan Satu Atap yang terdiri dari unsur Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan PT. Pembangkitan Jawa-Bali selaku penanggung jawab pengelolaan.  Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan PT. Pembangkitan Jawa Bali secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya masing-masing melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengembangan pemanfaatan kawasan Waduk Cirata. Pemanfaatan Waduk Cirata telah berkembang salah satunya sebgai lokasi budidaya ikan, koordinasi diantara pihak terkait belum optimal dari banyaknya pelanggaran seperti jumlah KJA yang berlebih, tidak memiliki ijin, dan perairan Cirata yang mulai tercemar sehingga mengganggu kegiatan budidaya ikan dan pembangkitan listrik. Koordinasi antar pihak terkait belum optimal dalam pelaksanaan dan pengawasan peraturan yang berlaku. Pola pelayanan satu atap untuk pengurusan perijinan usaha perikanan juga sudah tidak berjalan. j. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 05 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perikanan Kepada setiap penyelenggara usaha perikanan dipungut retribusi atas jasa pelayanan pemberian Ijin Usaha Perikanan IUP, penggunaan fasilitas barang dan jasa PPI, produksi benih dan konsumsi di instansi milik Pemerintah Daerah serta pelelangan ikan. Pemberian ijin dan produksi ikan hasil budidaya yang diusahakan 103 termasuk objek retribusi. Pembudidaya ikan termasuk ke dalam subjek retribusi. Usaha pembudidayaan ikan di air tawar dengan areal lahan ± 1 Ha wajib memiliki IUP dari Bupati. Setiap unit usaha perikanan yang telah memiliki IUP pembudidayaan ikan wajib dilengkapi dengan SPBI dari Bupati. SPBI berlaku selama 2 dua tahun dan dapat diperpanjang. Besarnya retribusi ijin usaha pembudiayaan IUP di tambak sebesar Rp. 10,-m 2 dan SPBI sebesar Rp. 250,-m 2 2 tahun. Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktunya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang. Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 tiga bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah. Banyak petani ikan yang belum memiliki ijin usaha budidaya. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah setempat tentang keharusan dan tata cara memperoleh ijin adalah penyebab dari hal tersebut. Sebagai satu-satunya kabupaten yang mewajibkan retribusi, seharusnya sosialisasi dan penegakan aturan lebih ditingkatkan karena bermanfaat untuk menambah PAD Kabupaten Cianjur. k. Peraturan Bupati Cianjur Nomor 34 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perikanan Untuk memperoleh SPBI pemohon harus mengajukan secara tertulis kepada dinas dengan melampirkan photo copy IUP; rekomendasi lokasi dari instansi yang berwenang untuk usaha budidaya di KJA di perairan umum. Permohonan SPBI dapat ditunda apabila persyaratan yang telah ditentukan tidak dipenuhi. Penundaan SPBI diberikan dalam tenggang waktu 3 tiga bulan. Apabila dalam jangka waktu tersebut persyaratan masih tidak dipenuhi, permohonan dapat dibatalkan. Banyak petani ikan yang belum memiliki ijin usaha budidaya. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah setempat tentang keharusan dan tata cara memperoleh ijin adalah penyebab dari hal tersebut. Sebagai satu-satunya kabupaten yang mewajibkan retribusi, seharusnya sosialisasi dan penegakan 104 aturan lebih ditingkatkan karena bermanfaat untuk menambah PAD Kabupaten Cianjur. Beberapa peraturan yang berlaku telah ditetapkan ditingkat provinsi dan kabupaten. Peraturan perundang-undangan yang berlaku telah mengatur sumberdaya perikanan, baik untuk tujuan ekonomi maupun konservasi perlindungan terhadap sumberdaya waduk. Bedasarkan hasil analisis terhadap peraturan tersebut, dapat dilihat bahwa telah ada peraturan untuk kegiatan perikanan di Waduk Cirata. Namun yang menjadi masalah adalah penerapan dari aturan yang telah berlaku tersebut. Implementasi dari aturan yang berlaku dirasa belum berjalan. Hal tersebut dapat dilihat dari bayaknya pelanggaran yang terjadi. Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat menyebabkan peraturan-peraturan tersebut tidak berjalan di lingkungan masyarakat. Penegakan saksi juga masih tidak berjalan. Salah satu alasan tidak berjalannya saksi yaitu karena faktor kemanusiaan. Contohnya yaitu ketika KJA yang tidak memiliki ijin seharusnya dibongkar ada rasa tidak tega sehingga pembongkaran tidak dilakukan. Selain itu pihak pemerintah juga menyadari kelebihan KJA yang sekarang ini terjadi juga disebabkan kurangnya pengawasan pada awal masa diijinkannya KJA di Waduk Cirata.

8.1.2 Kelembagaan Informal

Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Waduk Cirata terdapat beberapa aturan informal yang berlaku. Aturan informal tersebut berupa kesepakatan diantara para petani ikan yang berupa norma dan aturan tidak tertulis. Beberapa aturan informal tersebut antara lain : 1. Setiap petani ikan wajib menjaga kebersihan waduk dengan mengumpulkan sampah dan eceng gondok yang terdapat di sekitar KJA masing-masing. 2. Setiap petani ikan dilarang menempatkan KJA di jalur lalu lintas perahu yang beroperasi. 3. Setiap petani KJA harus memberikan jarak antara KJA miliknya dan milik orang lain agar terdapat sirkulasi udara bagi perkembangan ikan. 4. Petani KJA dilarang menambah jumlah petak KJA. 5. Setiap petani KJA diwajibkan melarang siapapun yang baru akan mendirikan KJA di Waduk Cirata. 105 Kesepakatan berupa norma atau aturan tidak tertulis dapat mendukung usaha pengelolaan perikanan di Waduk Cirata. Kesepakatan ini dibuat berdasarkan pengetahuan petani ikan terhadap kondisi perikanan di Waduk Cirata. Tidak ada sanksi hukum yang diberlakukan bagi pelanggar. Saksi yang berlaku adalah saksi sosial berupa teguran dan pengucilan oleh petani ikan yang lain. Terdapat tujuan implisit dalam peraturan informal yang berlaku di masyarakat. Tujuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Aturan-aturan informal dalam pengelolaan KJA di Waduk Cirata No Aturan Informal Tujuan Sosial Ekonomi Konservasi 1. Setiap petani ikan wajib menjaga kebersihan waduk dengan mengumpulkan sampah dan eceng gondok yang terdapat di sekitar KJA masing-masing. X X X 2. Setiap petani ikan di larang menempatkan KJA di jalur lalu lintas perahu yang beroperasi. X X 3. Setiap petani KJA harus memberikan jarak antara KJA miliknya dan milik orang lain agar terdapat sirkulasi udara bagi perkembangan ikan. X X 4. Petani KJA dilarang menambah jumlah petak KJA. X 5. Setiap petani KJA diwajibkan melarang siapapun yang baru akan mendirikan KJA di Waduk Cirata. X X Aturan-aturan informal tersebut memiliki tujuan implisit yang mendukung usaha pengelolaan perikanan di Waduk Cirata yaitu untuk tujuan sosial, ekonomi, dan konservasi. Aturan tersebut mengindikasikan bahwa petani ikan telah mengetahui pentingnya menjaga kelestarian waduk dan pembatasan jumlah KJA. Mereka terlah sadar bahwa banyaknya jumlah KJA telah berimplikasi terhadap menurunnya kualitas air waduk dan produksi ikan mereka sendiri. Kesepakatan 106 untuk membersihkan sampah dan membatasi jumlah KJA sejalan dengan tujuan pengelolaan waduk secara lestari.

8.2 Redesain Kelembagaan Pengelolaan Waduk Cirata

Dalam pengelolaan Waduk Cirata terdapat interaksi dari berbagai stakeholder yang memiliki kepentingan berbeda-beda diantaranya yaitu kepentingan pembangkit linstrik dan budidaya ikan dengan sistem KJA. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tindakan stakeholder dalam melakukan pengelolaan waduk. Pengguna sumberdaya waduk terdiri dari kelompok lokal, kelompok private, dan kelompok pemerintah. Kelompok lokal terdiri dari kelompok pembudidaya ikan, nelayan, pedagang ikan, pengolah hasil perikanan, buruh KJA, dan pengguna langsung sumberdaya lainnya. Kelompok ini memanfaatkan sumberdaya waduk bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari- hari. Rata-rata tingkat pendidikan kelompok ini masih rendah dan sering dinilai sebagai penyebab pencemaran dan sedimentasi yang ada di waduk. Apabila pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan waduk dilakukan dengan baik, kelompok ini juga akan melakukan kegiatannya dengan tertib. Mereka merupakan target dari kebijakan dan perundang-undangan yang dibuat pemerintah. Kelompok private yaitu BPWC dan kelompok penjual pakan. Kelompok ini memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. BPWC berwenang mengelola waduk secara lestari untuk kebutuhan pasokan listrik dari kegiatan PLTA. Kelompok penjual pakan melakukan kegiatan penjualan pakan dengan cara dibayar diakhir dengan ikan hasil budidaya. Hal ini menyebabkan pembudidaya ikan memiliki ketergantungan terhadap penjual pakan. Kelompok pemerintah yaitu pemerintah daerah, DKP Provinsi dan tiap Kabupaten, UPTD, dll. Kelompok ini merupakan pembuat kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan sumberdaya perikanan. Kelompok ini juga memiliki akses yang cukup besar terhadap pendanaan, teknologi, dan informasi terkini. Kurangnya koordinasi dan persamaan pandangan antar stakeholder menyebabkan sulitnya pengelolaan waduk yang begitu besar. Pihak pengelola saat ini berupaya untuk merangkul dinas terkait dan kelompok- kelompok lokal untuk bersama membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan 107 pelestarian waduk. Sampai sekarang sudah dilakukan beberapa kali kegiatan pertemuan untuk membahas sistem pengelolaan waduk yang baik. Dalam pengelolaan Waduk Cirata diperlukan kelembagaan yang mampu menjembatani kepentingan beberapa pihak yang memanfaatkan Waduk Cirata terutama antara kepentingan pembangkitan listrik dan kegiatan budidaya perikanan. Perlu dibentuk suatu visi bersama antara berbagai pihak yang berkepentingan yaitu untuk pengelolaan waduk secara berkelanjutan sehingga menjaga kestabilan kegiatan pembangkitan listrik dan usaha perikanan. Prioritas utama waduk yang merupakan milik PLN sebagai sarana pembangkit listrik jelas tidak boleh dikesampingkan. Hal tersebut perlu disepakati oleh semua pihak yang terkait dalam pemanfaatan waduk sehingga aktifitasnya tidak mengganggu kegiatan pembangkitan listrik. Setelah terbentuk kesepakatan mengenai pengelolaan waduk, diperlukan pula komitmen dari berbagai pihak yang terkait terutama BPWC dan Dinas Perikanan untuk terus bekerjasama dalam menjalankan kesepakatan tersebut. Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan, semuanya sepakat bahwa yang diperlukan dalam membuat pengelolaan Waduk Cirata yang lebih baik adalah dengan memperkuat koordinasi diantara stakeholder yang terlibat. Peraruran yang ada dinilai sudah cukup mencakup kebutuhan yang ada di Waduk Cirata. Namun, implementasi dan penegakannya saja yang masih sangat kurang dalam pelaksanaanya. Perlu adanya pembagian tugas yang jelas antara pengelola waduk, dinas terkait, dan kelompok masyarakat lokal dalam pengelolaan waduk. Sanksi yang ada juga perlu ditegakan bagi pelanggar aturan. Selama ini telah terjadi pembiaran terhadap petani ikan yang melanggar ketentuan. Saat ini telah dibentuk Masyarakat Peduli Cirata MPC yang diharapkan dapat memudahkan pengelolaan dan pengawasan terhadap kegiatan di waduk dengan melibatkan masyarakat. Berdasarkan indikator acceptabilitas, possibility, efektivitas, pengutan koordinasi merupakan yang paling mungkin dilakukan. Daya penerimaan terhadap kelembagaan baru belum tentu terjamin dapat memfasilitasi berbagai kepentingan. Beberapa informan berpendapat sebaiknya mengoptimalkan kelembagaan yang telah ada. Kemungkinan pelaksanaan terhadap penguatan koordinasi paling mungkin terjadi asal ada komitmen yang 108 kuat diantara para stakeholder untuk melakukan tugasnya secara terkoordinasi dengan kesepakan pembagian tugasnya. Efisiensi dalam pencapaian tujuan dan keutuhan kewenangan juga lebih mudah dilakukan karena setiap stakeholder dalam setiap pertemuan dan pembuatan kebijakannya mengetahui betul kepentingannya terhadap waduk yang harus dijaga. MPC baru dideklarasikan pada tanggal 21 Maret 2014. Tujuan dibentuknya MPC adalah mewujudkan implementasi atas masterplan pengelolaan Waduk Cirata; mengoptimalkan sumberdaya stakeholder, pengusaha dan peran masyarakat pemanfaat Waduk Citara; dan terciptanya Waduk Cirata lestari, sehingga tidak terjadi kerusakan pada peralatan pembangkit dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Struktur MPC dapat dilihat pada Gambar 17. Sumber : BPWC, 2014 Gambar 17. Draft struktur MPC Di dalam MPC dibentuk kelompok yang khusus menangani persoalan yang terjadi di Waduk Cirata. Kelompok tersebut terdiri dari kelompok KJA, kelompok sampah dan gulma, kelompok pemanfaatan lahan, dan kelompok TPA. Tujuan dibentuknya kelompok ini adalah diharapkannnya pengelolan yang lebih terfokus pada sumber-sumber permasalahan yang mengganggu fungsi waduk. Struktur anggota setiap kelompok dapat dilihat pada Gambar 18. Stuktur yang telah dibentuk baru pada kelompok KJA, kelompok sampah dan gulma, dan kelompok lahan. Kelompok 1. KJA 2. Sampah Gulma 3. Pemanfaatan Lahan 4. TPA Forum Koordinasi MPC BPWC Jalur koordinasi Dinas Terkait MPC 1. Pembinaan 2. Supervisor 3. koordinasi Fokus Bahasan Dinas terkait 1. BPLHD 2. Dinas Perikanan 3. Dinas Perhubungan 4. DLL Jalur operaional 109 Sumber : BPWC, 2014 Gambar 18. Draft struktur kelompok dalam MPC MPC diharapkan dapat menjadi penguat koordinasi diantara banyaknya pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan Waduk Cirata. Forum MPC harus mampu menjembatani kepentingan beberapa pihak yang memanfaatkan Waduk Citara terutama kepentingan pembangkit listrik dan kegiatan budidaya perikanan. Visi MPC yaitu Pemerintah, BPWC dan masyarakat bekerja bersama demi terciptanya Waduk Cirata yang lestari, bersih dan berkesinambungan bagi PLTA Cirata dan seluruh mayarakat di wilayah Waduk Cirata. Visi tersebut diharapkan mampu menjadi pedoman bagi setiap pihak dalam melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan Waduk Cirata. MPC dapat dijadikan sebagai pengawal bagi terciptanya visi tersebut agar tidak hanya menjadi wacana, tentunya dengan didorong dengan kesadaran dan komitmen di antara pemerintah, BPWC dan masyarakat di sekitar Waduk Cirata. Penanggung Jawab Koordinator sekretariat Ketua Kelompok KJA Anggota : 1. Kelopok KJA 2. GPMT 3. BPWC 4. Penyuluh perikanan Ketua Kelompok Sampah Gulma Anggota : 1. Kelopok pengrajin 2. BPWC 3. GPMT 4. Penyuluhmarketing Ketua Kelompok Lahan Anggota : 1. Kelopok pengrajin 2. BPWC 3. PemdaMuspika 5. Penyuluh 110

BAB IX. SIMPULAN DAN SARAN

9.1 Simpulan

1. Stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan KJA di Waduk Cirata terdiri dari : a. Subject yaitu pengolah hasil perikanan, pedagang ikan, kelompok nelayan, dan POKMASWAS. b. Players yaitu BPWC, DKP Provinsi Jawa Barat, DKP Kabupaten Cianjur, DKP Kabupaten Bandung Barat, DKP Kabupaten Purwakarta, kelompok penjual pakan, kelompok pembudidaya ikan, dan ASPINDAC. c. Bystanders yaitu aparat desa, BPPT, dan lembaga peneliti. 2. Keterkaitan stakeholder yang terdapat dalam pengelolaan KJA di Waduk Cirata yaitu antara beberapa pihak yang memiliki kepentingan berbeda dalam suatu lingkup wilayah yang sama. BPWC selaku pengelola waduk yang merasa terganggu dengan adanya KJA di bawah dinas perikanan. BPWC dan Dinas Perikanan provinsi sama-sama pengambil kebijakan yang saling berkoordinasi dalm pengelolaan Waduk Cirata. Tipe pengelolaan sumberdaya perikanan KJA di Waduk Cirata tergolong ke dalam tipe instruktif dan konsultatif. Tipe instruktif terjadi ketika terdapat komunikasi dan tukar informasi yang minimal antara pemerintah dan pelaku perikanan. Sedangkan pada tipe konsultatif, terdapat mekanisme dialog antar pemerintah dan pelaku perikanan namun pengambilan keputusan masih dilakukan pemerintah. 3. Persepsi dari pemerintah dan swasta BPWC serta petani ikan terhadap kondisi Waduk Cirata yaitu sebagai berikut : a. Persepsi terhadap kondisi lingkungan Waduk Cirata. Dalam hal persepsi terhadap pentingnya keberadaan Waduk pihak pemerintah dan swasta BPWC serta petani ikan sebagian besar sepakat mengatakan bahwa keberadaan Waduk sangat penting. Kesamaan persepsi juga terdapat dalam pandangan pemerintah dan swasta BPWC serta petani ikan terhadap kualitas air Waduk Cirata yang buruk untuk kegiatan perikanan dan tingginya tingkat sedimentasi yang ada di Waduk Cirata. Pengetahuan stakeholder terhadap kondisi lingkungan Waduk Cirata dapat 111 mengarahkan perilaku mereka dalam upaya mengelola dan menjaga kelestarian sumberdaya yang terdapat di Waduk Cirata. Dengan adanya persamaan persepsi ini, maka perilaku setiap stakeholder dapat berjalan selaras dalam pengelolaan Waduk, baik untuk pemerintah dan swasta selaku pembuat kebijakan maupun petani ikan sebagai pelaksana peraturan. b. Persepsi terhadap keberadaan KJA. Persepsi pemerintah dan swasta BPWC serta petani ikan sepakat menganggap bahwa Jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sudah sangat banyak dan perlu dilakukan pembatasan jumlah KJA. Pengetahuan stakeholder terhadap keberadaan KJA dapat mengarahkan perilaku mereka dalam upaya perbaikan pengelolaan KJA. Dengan adanya persamaan persepsi ini, maka perilaku setiap stakeholder dapat berjalan selaras dalam pembatasan KJA sehingga aturan yang dibuat pemerintah dan swasta BPWC dapat diterima oleh petani ikan yang memanfaatkan KJA. c. Persepsi terhadap pengelolaan Waduk Cirata dalam kaitanya dengan KJA. Dalam hal persepsi terhadap kepemilikan waduk, pihak pemerintah dan swasta sudah mengetahui bahwa Waduk Cirata adalah milik PLN. Sebagian besar petani ikan juga sudah mengetahui bahwa Waduk Cirata adalah milik PLN, hanya sebagian kecil yang tidak mengetahuinya. Sedangkan untuk persepsi terhadap kejelasan aturan main yang ada di Waduk Cirata pemerintah dan swasta menganggap aturan main yang ada di Waduk Cirata sudah jelas. Hal itu berbeda dengan persepsi petani ikan yang memiliki persepsi beragam. Sebagian besar patani ikan memang menganggap aturan main di Waduk Cirata sudah jelas, namun ada juga yang mengatakan aturan mainnya tidak jelas. Perbedaan persepsi ini menunjukan kurangnya sosialisasi mengenai aturan di tingkat pemerintah ke masyarakat. 4. Aturan-aturan formal yang berlaku telah mengatur pengelolaan sumberdaya perikanan KJA yang mencakup tujuan ekonomi dan konservasi perlindungan terhadap sumberdaya waduk. Namun implementasi dari aturan tersebut belum berjalan. Kurangnya sosialisasi aturan terhadap masyarakat menyebabkan banyaknya pelanggaran teradap aturan tersebut. Saksi bagi pelanggar aturan juga belum dapat ditegakan karena alasan kemanusiaan. Aturan-aturan