76 dalam perlindunganpengawasan sumberdaya perikanan, pembangunan sarana dan
prasarana  perikanan,  pemberdayaan  masyarakat  dan  pelayanan  perizinan. Sedangkan  DKP  Kabupaten  Bandung  Barat  dan  Purwakarta  berperan  dalam
pembangunan  sarana  dan  prasarana  perikanan,  pemberdayaan  masyarakat  dan pelayanan  perizinan.  Perbedaan  tersebut  disebabkan  wilayah  Bandung  Barat  dan
Purwakarta  memiliki  wewenang  yang  lebih  tinggi  dalam  mengurus  waduk  yang ada di daerah masing-masing jadi tidak terfokus pada Cirata yang letaknya lintas
kabupaten. Selain itu DKP Provinsi Jawa Barat dan DKP Kabupaten lebih mudah melakukan  kegiatan  pengawasan  karena  masing-masing  memiiki  UPT  Cirata
yaitu  UPT  tingkat  Provinsi  dan  Kabupaten  dan  keduanya  terletak  di  wilayah Cianjur.  BPWC  memiliki  kewenangan  dalam  perlindunganpengawasan,
pembangunan  sarana  dan  prasarana,  pemberdayaan  masyarakat  dan  pelayanan SPL  untuk  KJA,  yang  semuanya  terkait  dengan  pengelolaan  sumberdaya  waduk
agar fungsinya sebagai pemasok listrik tidak terganggu. Kelompok pembudidaya ikandan  ASPINDAC  melakukan  pemberdayaan  masyarakat  dan  pengawasan
dalam  pengelolaan  sumberdaya  perikanan  di  Waduk  Cirata.  Kelompok  penjual pakan  memiliki  peran  dalam  mensosialisasikan  dan  memberdayakan  masyarakat
mengenai penggunaan pakan yang baik kepada pembudidaya ikan. Kontribusi  yang  diberikan  stakeholder  dalam  kuadran  ini  yaitu
sumberdaya  manusia,  dana,  fasilitas,  informasi.  Masing-masing  stakeholder menggunakan  sumberdaya  yang  disediakannya  untuk  kegiatan  yang  menjamin
kepentingannya.  DKP  provinsi  dan  kabupaten  mengadakan  program  penyuluhan dan  sosialisasi  kepada  masyarakat,  memberikan  informasi  yang  terkait  dengan
pengelolaan sumberdaya perikanan, serta pelatihan dan penyediaan fasilitas dalam usaha  perikanan.  Kelompok  pembudidaya  ikan  dan  ASPINDAC  melakukan
berbagai kegiatan untuk mendiskusikan pengelolaan dan permasalahan perikanan, penampung  aspirasi  dan  melaksakan  kegiatan  pelestarian  waduk.  Pihak  BPWC
menggunakan  sumberdaya  manusia,  dana,  fasilitas,  informasi  yang  dilimilikinya untuk  pelestarian waduk. Sementara kelompok penjual pakan dalam kegiatannya
menjual  pakan  juga  memberikan  transfer  informasi  mengenai  jenis  dan  cara pemberian pakan yang baik bagi pembudidayaan ikan dengan sistem KJA.
77
6.2.1.3 Bystanders
Bystanders  merupakan  stakeholder  dengan  kepentingan  dan  pengaruh yang  rendah  dalam  pengelolaan  sumberdaya  perikanan  di  Waduk  Cirata.
Stakeholder  yang  masuk  di  kuadran  ini  yaitu  aparat  desa,  BPPT  dan  lembaga peneliti.
1.  Kepentingan
Dilihat dari aspek keterlibatan, manfaat  yang diperoleh, sumberdaya yang disediakan,  fokus  pengelolaan  dan  tingkat  ketergantungan  terhdap  sumberdaya
perikanan,  stakeholder  yang  masuk  ke  dalam  kuadran  bystander  memiliki  nilai yang  sangat  rendah.  Aparat  desa  hanya  menjalankan  tugas-tugas  administrasi
yang  menyangkut  masalah  kependudukan,  kelengkapan  dalam  pengurusan perijinan  kegiatan  budidaya  ikan,  dan  bersama  BPWC  melakukan  pelaksanaan
pembuatan SPL dengan sistem jemput bola. Lembaga BPPT bertugas menerbitkan ijin  bagi  kegiatan  penangkapan  dan  pembudidayaan  ikan.  Lembaga  peneliti
memiliki  kepentingan  sendiri  untuk  melakukan  kegiatan  penelitian  tentang perairan  dan  perikanan  di  bawah  Kementrian  Kelautan  dan  Perikanan  KKP.
Kelompok  ini  tidak  terlalu  bergantung  terhadap  sumberdaya  waduk  termasuk sumberdaya perikanan karena memiliki mata pencaharian diluar bidang perikanan.
2.  Pengaruh
Dilihat  dari  aspek  penetapan  dan  pelaksanaan  aturankebijakan,  peranan, kemampuan  dalam  berinteraksi,  kewenangan  dan  kapasitas  sumberdaya  yang
disediakan bagi pengelolaan waduk dan sumberdaya perikanan, stakeholder yang termasuk  bystanders  memiliki  nilai  pengaruh  yang  sangat  rendah.  Kelompok  ini
tidak memberikan kontribusi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Waduk Cirata.
Stakeholder  tersebut  dibedakan  menjadi  stakeholder  yang  mempunyai kepentingan  dan  memberikan  pengaruh  secara  langsungserta  stakeholder  yang
mempunyai  kepentingan  lain  dan  memberikan  pengaruh  secara  tidak  langsung terhadap  kegiatan  pengelolaan  KJA  di  Waduk  Cirata.  Kedua  kelompok
stakeholder tersebut dipisahkan oleh garis diagonal pada Gambar 14. Stakeholder yang  harus  dilibatkan  secara  langsung  dalam  pengelolaan  KJA  di  Waduk  Cirata
yaitu  Dinas  Perikanan  dan  Kelautan  Provinsi  Jawa  Barat,  Dinas  Peternakan
78 Perikanan  dan  Kelautan  Kabupaten  Cianjur,  Dinas  Peternakan  dan  Perikanan
Kabupaten  Bandung  Barat,  Dinas  Peternakan  dan  Perikanan  Kabupaten Purwakarta,  BPWC,  ASPINDAC,  kelompok  penjual  pakan  ikan,  Kelompok
pembudidaya ikan, dan POKMASWAS. Sedangkan stakeholder yang tidak harus dilibatkan  secara  langsung  dalam  pengelolaan  KJA  di  Waduk  Cirata  yaitu
kelompok  nelayan,  kelompok  pengolahan  hasil  perikanan,  pedagang  ikan, lembaga peneliti, aparat desa, dan BPPT.
6.2.2 Hubungan antar Stakeholder
Stakeholder  dalam  pengelolaan  dan  pemanfaatan  sumberdaya  Waduk Cirata  terkait  dengan  pembudidayaan  ikan  dengan  KJA  tergolong  dalam  level
penentu  kebijakan  collective  choice  level  dan  level  operasional  operational choice  level.  Stakeholder  yang  termasuk  dalam  level  penentu  kebijakan  yaitu
Kementrian Kelautan dan Perikanan, DKP Provinsi Jawa Barat, PT. PLN dan PJB. Kelompok  ini  berperan  dalam  menyusun  dan  menentukan  kebijakan  dan  aturan
main  formal  dalam  pengelolaan  dan  pemanfaatan  sumberdaya  perikanan  di Waduk  Cirata.  Sedangkan  yang  termasuk  ke  dalam  level  operasional  yaitu  DKP
Kabupaten Cianjur, Bandung Barat, Purwakarta, BPWC, BPPT, UPTD, kelompok pembudidaya  ikan,  ASPINDAC,  kelompok  nelayan,  kelompok  pengolah  ikan,
pedagang ikan, dan kelompok penjual pakan. Berdasarkan  hasil  analisis  stakeholder  pengelolaan  dan  pemanfaatan
sumberdaya perikanan di  Waduk Cirata diperoleh bahwa koordinasi  yang terjadi antar  stakeholder  belum  optimal.  Walaupun  sudah  ada  kesepakatan  mengenai
pemanfataan  Waduk  Cirata  oleh  masing-masing  stakeholder,  namun  dalam implementasinya masih belum berjalan. Setiap stakeholder menjalankan perannya
di  dasarkan  pada  keputusannya  masing-masing.  Sehingga  terjadi  konflik kepentingan  dalam  kegiatan  pengelolaan  waduk.  Perbedaan  kepentingan  yang
paling  besar  dan  saling  mempengaruhi  dalam  pemenuhan  kepentingannya  yaitu antara BPWC dan Dinas Perikanan Provinsi. BPWC memanfaatkan waduk dalam
kegiatannya untuk menjamin terpenuhinya pasokan listrik. Oleh karena itu, besar sekali  kepentingan  BPWC  dalam  menjaga  kelestarian  waduk.  Sedangkan  Dinas
Perikanan  menggunakan  waduk  sebagai  lokasi  budidaya  ikan  yang  dalam
79 kegiatannya  telah  teridentifikasi  sebagai  salah  satu  penyebab  dari  penurunan
kualitas air Waduk Cirata. Pada  awalnya  pihak  BPWC  memang  mengijinkan  adanya  pemanfaatan
waduk  untuk  budidaya  ikan  dengan  sistem  KJA  yang  dimaksudkan  sebagai kompensasi  bagi  masyarakat  yang  kehilangan  pekerjaan  akibat  adanya
pembangunan waduk. Melihat potensi yang sangat besar untuk kegiatan budidaya tersebut,  pada  tahun  2003  Gubernur  Jawa  Barat,  Bupati  Bandung,  Cianjur,  dan
Pruwakarta,  serta  Direktur  Utama  PT.  PJB  membuat  kesepakatan  tentang pengembangan pemanfaatan Waduk Cirata. Kegiatan pemanfaatan budidaya ikan
dengan  KJA  merupakan  salah  satu  yang  disetujui  dengan  syarat  tidak mengganggu kegiatan pembangkitan listrik. Dalam keputusan gubernur jawa barat
no.  41  tahun  2002  telah  diatur  bahwa  kuota  KJA  untuk  seluruh  wilayah dianjurkan sebanyak 12.000 petak. Pada kenyataannya jumlah KJA yang terdapat
di Waduk Cirata lebih dari 50.000 BPWC, 2011. Banyaknya  jumlah  KJA  tentu  saja  sejalan  dengan  keinginan  dinas
perikanan  untuk  terus  meningkatkan  jumlah  produksi  ikan.  Namun  hal  tersebut jelas  menggangu  kegiatan  pembangkitan  listrik.  Sisa  pakan  dan  feses  yang
mengendap  di  dasar  danau  ditambah  dengan  limbah  dari  aktifitas  rumah  tangga penghuni KJA menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Biaya operasional
yang  semakin  meningkat  dan  laju  sedimentasi  yang  tinggi  adalah  dampak  yang harus  diterima  oleh  BPWC.  Disamping  itu,  terlalu  banyaknya  jumlah  KJA  yang
ada  juga  mempengaruhi  kualitas  dan  kuantitas  dari  ikan  yang  diproduksi  itu sendiri.  Tipe  pengelolaan  sumberdaya  perikanan  di  Waduk  Cirata  tergolong  ke
dalam  tipe  instruktif  dan  konsultatif.  Tipe  instruktif  terjadi  ketika  terdapat komunikasi  dan  tukar  informasi  yang  minimal  antara  pemerintah  dan  pelaku
perikanan.  Sedangkan  pada  tipe  konsultatif,  terdapat  mekanisme  dialog  antar pemerintah dan pelaku perikanan namun pengambilan keputusan masih dilakukan
pemerintah.  Petani  ikan  memberikan  aspirasi  mereka  melalui  penyuluh  lapang yang  kemudian  akan  disampaikan  dalam  berbagai  rapat  pengembilan  keputusan
mengenai pengelolaan waduk. Pemanfaatan  Waduk  Cirata  yang  luas  dengan  berbagai  kepentingan  di
dalamnnya  seharusnya  diatur  oleh  koordinasi  yang  baik  antar  stakeholder-nya.
80 DKP  provinsi  Jawa  Barat  menentukan  aturain  main  pengelolaan  sumberdaya
perikanan  di  Waduk  Cirata  dan  kegiatan  teknis  di  lapangannya  dilakukan  oleh BP3U.  masing-masing  DKP  Kabupaten  mengatur  pemanfataan  perikanan  di
wilayahnya.  Dalam  pengaturan  ijin  dan  retribusi  langsung  ke  povinsi,  hanya Kabupaten  Cianjur  yang  mendapat  retribusi  dari  kegiatan  KJA  untuk  PAD.
Kurangnnya  intensif  bagi  daerah  kabupaten  menyebabkan  tidak  optimalnya pengelolaan  Waduk  oleh  DKP  Kabupaten.  BPWC  berwenang  menerbitkan  SPL
bagi  KJA.  SPL  merupakan  salah  satu  syarat  bagi  pembuatan  ijin  di  tingkat provinsi.  Diagram  alur  hubungan  antar  stakeholder  yang  terlihat  dalam
pemanfaatan dan pengelolaan Waduk Cirata dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Grafik keterkaitan antar stakeholder
Keterangan : : Garis koordinasi
: Garis koordinasi di lapangan : Garis konsultasi
: Garis instruksi
BPPT Kementrian Kelautan dan
Perikanan
BPWC Dinas Perikanan
Provinsi Jawa Barat
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Purwakarta
BP3U  UPTD Provinsi
Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Cianjur Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bandung Barat
BPBP2U  UPTD Kabupaten
PT. PJB PLN
ASPINDAC
Kelompok Pembudidaya Ikan, kelompok nelayan,Kelompok pengola ikan, Pedagang
ikan, Kelompok Penjual Pakan Gudang Juragan, GPMT
Collectivechoicelevel
Operational choice level
POKMASWAS
81 Dari  grafik  tersebut  dapat  dilihat  pihak  yang  paling  berpengaruh  dalam
membuat kebijakan pengelolaan waduk adalah BPWC dan DKP Provinsi. BPWC mendapat kewenangan dalam pengelolaan waduk atas perintah dari PT. PJB yang
merupakan  anak  perusahaan  dari  PLN.  Segala  peraturan  dan  kebijakan  yang dibuat  oleh  DKP  provinsi  Jawa  Barat  juga  harus  sejalan  dengan  peraturan  yang
telah  dibuat  oleh  KKP.  DKP  provinsi  dibantu  oleh  DKP  Kabupaten  Cianjur, Bandung  Barat,  dan  Purwakarta  urusan  teknis  dilapangan.  DKP  Provinsi
berwenang  memberikan  koordinasi  terhadap  tiga  wilayah  kabupaten  tersebut dalam  menentukan  arah  pengelolaan  perikanan  di  Waduk  Cirata.  Selain  itu,
kegiatan  teknis  di  lapangan  dilakukan  oleh  BP3U  yang  mendapat  koordinasi langsung dari DKP Provinsi Jawa Barat.
BPWC berkoordinasi dengan DKP provinsi Jawa Barat dalam pengelolaan KJA  di  Waduk  Cirata.  Secara  berkala  BPWC  memberikan  laporan  kualitas  air
kepada  DKP  provinsi  sebagai  bahan  pertimbangan  pengelolaan  KJA  yang  akan provinsi  lakukan.  SPL  yang  diterbitkan  oleh  BPWC  merupakan  syarat  bagi  Ijin
Usaha  Prikanan  IUP  yang  diterbitkan  Badan  Pelayanan  Perijinan  Terpadu BPPT  atas  persetujuan  DKP  Provinsi.  Dalam  pelaksanaan  penertiban  SPL,
BPWC  dibantu  oleh  aparat  desa  dan  penyuluh  perikanan  menggunakan  sistem jemput  bola.    Sebelum  sampai  di  provinsi,  terlebih  dahulu  pengaju  harus
mendapatkan rekomendasi teknis dari DKP Kabupaten tempatnya berasal. Secara lengkap alur pembuatan IUP dapat dilihat pada Gambar 16.
Sumber : BPWC, 2012
Gambar 16. Mekanisme pengurusan SPL dan IUP KJA di Waduk Cirata
SPL  Stiker
IUP
Petani Ikan -
FC. KTPMPWP -
Permohonan SPL  IUP -
Surat Pernyataan -
Surat Ket. Domisili
- Rencana Usaha
BPWC : 1.
Surat Penempatan Lokasi KJA SPL 2.
Stiker Lokasi KJA 3.
Membayar Rp. 1.000m
2
Berlaku Selama 1 Tahun
Dasar : 1.
Perda Prop. No. 14 Tahun 2002 2.
Kep Gub. No. 45 Tahun 2003 3.
SK. DIR PJB 055.KDIRPJB II99
Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat
- Membayar Retribusi Rp. 50.000Petak KJA
- Mengeluarkan IUP Ijin Usaha Perikanan
atas nama Gubernur Rekomendasi Teknis Ijin Usaha Perikanan
oleh
Dinas Kabupaten
82 BPWC  menerbitkan  SPL  berdasarkan  Keputusan  Direksi  PT  PLN
Pembangkitan  Tenaga  Listrik  Jawa  Bali  II  No.  055  K010DIR1999.  Terdapat beberapa  persayaratan  dalam  pembuatan  SPL  seperti  yang  dapat  dilihat  pada
Gambar  15.  Namun  dalam  surat  keputusan  mengenai  SPL  tersebut  belum mengatur  batas  maksimum  jumlah  KJA  yang  seharusnya  dimiliki  RTP.  SPL
hanya mengatur tata letak KJA sesuai zonasi. Peraturan pembatasan jumlah KJA baru ada ditingkat  provinsi  misalnya pada Peraturan Daerah Provinsi  Jawa Barat
Nomor  7  Tahun  2011  yang  membatasi  jumlah  KJA  paling  banyak  20  petak dengan  ukuran  keramba  7  x  7  m.  Hal  tersebut  menyebabkan  tidak  adanya
kewenangan  yang  dimiliki  oleh  BPWC  untuk  membatasi  jumlah  KJA  yang dimiliki  oleh  petani  ikan,  padahal  mekanisme  SPL  merupakan  langkah  pertama
dalam penertiban KJA yang ada di Waduk Cirata. Pembatasan jumlah KJA untuk setiap  RTP  oleh  pemerintah  provinsi  juga  belum  berjalan  dengan  baik  walaupun
sudah  ada  peraturannya  di  tingkat  provinsi.  Jumlah  KJA  berlebih  yang  dimiliki petani dapat diketahui ketika pengurusai  IUP  atau dengan pengawasan langsung.
Namun  banyak  petani  ikan  yang  tidak  mengurus  IUP  ke  tingkat  provinsi,  begitu juga pengawasan yang dilakukan pemerintah provinsi yang masih lemah.
Berdasarkan  Keputusan  Direksi  PT  PLN  Pembangkitan  Tenaga  Listrik Jawa  Bali  II  No.  055  K010DIR1999,  BPWC  dapat  memfasilitasi  pengurusan
IUP  dan  SPbi  ketika  petani  ikan  mengurus  SPL.  Namun  sekarang  hal  tersebut tidak  berjalan  karena  tingginya  biaya  operasional  yang  tidak  sebanding  dengan
pendapatan  yang  diperoleh  dari  pengurusan  SPL.  Padahal  jika  sistem  ini  masih dilaksanakan  akan  mempermudah  dalam  pembatasan  jumlah  KJA  karena
dilakukan  bersamaan  antara  peraturan  di  BPWC  mengenai  SPL  dan  tingkat provinsi  mengenai  pembatasan jumlah KJA untuk  setiap petani ikan. Banyaknya
jumlah  KJA  yang  meningkat  setiap  tahunnya  disebabkan  karena  kurangnya instrumen  pengawas  yang  dimiliki  BPWC  maupun  pemerintah  provinsi.  Jumlah
KJA yang meningkat menjadi tidak terkontrol. Pemberian SPL sekarang diberikan kepada  petani  ikan  yang  sudah  mendirikan  KJA,  bukan  lagi  kepada  petani  ikan
yang  akan  mendirikan  KJA.  Selain  itu  tidak  jelasnya  kewenangan  antara  BPWC dan pemerintah menjadikan mekanisme pembatasan jumlah KJA menjadi kurang
efisien.
83 BPWC  berkoordinasi  dengan  DKP  Kabupaten  dalam  menjaga  kualitas
lingkungan perairan waduk. Beberapa kegiatan seperti pembersihan eceng gondok, pembersihan sampah sterofoam, penertiban KJA dilakukan secara bersama-sama.
Masing-masing  DKP  Kabupaten  memiliki  penyuluh  untuk  melakukan  kegiatan pembinaan  pada  petani  ikan.  Namun,  berdasarkan  wawancara  dengan  beberapa
informan,  jumlah  penyuluh  yang  ada  dirasa  masih  kurang.  DKP  Kabupaten Cianjur memiliki UPTD daerah yang melakukan kegiatan terknis dilapangan yaitu
BPBP2U. Keberadaan lembaga ini di Kabupaten Cianjur mengindikasikan bahwa Kabupaten  Cianjur  lebih  terfokus  dalam  pengelolaan  KJA  di  Waduk  Cirata
berbeda  dengan  kedua  wilayah  lainnya  yang  memiliki  waduk  lain  di  wilayah administrasinya.  Di  Kabupaten  Bandung  Barat  terdapat  paguyuban  kelompok-
kelompok petani ikan  yaitu ASPINDAC. ASPINDAC ini juga sering melakukan kegiatan  pembinaan  berupa  tukar  informasi  diantara  petani  ikan  dan  melakukan
kegiatan-kegiatan pelestarian waduk. Kelompok-kelompok  yang  mendapatkan  pembinaan  dari    DKP  Provinsi
maupun  Kabupaten  yaitu  POKMASWAS,    kelompok  pembudidaya  ikan, kelompok nelayan, kelompok pengolah ikan, dan pedagang ikan. POKMASWAS
bertindak  mengawasi  jalannya  kegiatan  perikanan.  Namun  kenyataannya  peran dari  kelompok  ini  masih  kurang  dirasakan.  Kelompok  penjual  pakan  memiliki
pengaruh  yang besar bagi  petani ikan. Pakan  yang dibayar diakhir setelah panen ikan  dapat  menjadi  hutang  apabila  petani  ikan  tidak  mampu  membayarnya  dan
ketika  hutang  tersebut  tidak  kunjung  dibayar  maka  KJA  milik  petani  ikan  dapat diambil  atau  dibongkar.  Beberapa  penjual  pakan  yang  disebut  gudang  ini  juga
bertindak  sebagai  penampung  hasil  panen  ikan  dari  para  petani  ikan.  Terdapat kelompok  Gabungan  Pengusaha  Pakan  yang  bernama  GPMT.  GPMT  ini  sering
mengikuti  kegiatan  pelestarian  waduk  seperti  pembersihan  eceng  gondok, pembersihan sampah, dan restoking ikan di Danau Cirata.
84
BAB VII. PERSEPSI STAKEHOLDER TERHADAP PENGELOLAAN KJA WADUK CIRATA
Persepsi  stakeholder  dan  petani  ikan  terhadap  kondisi  Waduk  Cirata penting  diidentifikasi.  Hasil  analisis  persepsi  dapat  diajadikan  sebagai  acuan
perbaikan pengelolaan sumberdaya Waduk terutama kaitannya dengan fungsinya sebagai  pemasok  aliran  listrik  dan  sarana  pembudidaya  ikan.  Identifikasi
kelompok  responden  mancakup  persepsi  petani  ikan  serta  persepsi  kelompok pemerintah  dan  private.  Parameter  yang  digunakan  untuk  menganalisis  persepsi
responden terhadap kondisi Waduk Cirata yaitu kondisi lingkungan Waduk Cirata, keberadaan  KJA,  dan  pengelolaan  Waduk  Cirata  dalam  kaitannya  dengan  KJA.
Persepsi  terhadap  kondisi  lingkungan  Waduk  Cirata  terbagi  menjadi  3  yaitu pentingnya keberadaan waduk, kualitas air waduk, dan kondisi sedimentasi waduk.
Persepsi  terhadap  keberadaan  KJA  terbagi  menjadi  2  yaitu  jumah  KJA  dan pembatasan  terhadap  jumlah  KJA.  Persepsi  terhadap  pengelolaan  Waduk  Cirata
dalam  kaitannya  dalam  pengelolaan  KJA  terbagi  manjadi  2  yaitu  kepemilikan waduk dan kejelasan aturan main waduk.
6.1 Persepsi terhadap Kondisi Lingkungan Waduk Cirata
Kondisi  lingkungan  Waduk  Cirata  merupakan  sesuatu  yang  harus diperhatikan  dalam  pemanfaatan  waduk.  Kondisi  lingkungan  yang  semakin
memburuk akan bedampak pada berkurangnya nilai manfaat yang dapat diperoleh dari  keberadaan  waduk.  Pengetahuan  stakeholder  terhadap  kondisi  lingkungan
Waduk dapat mengarahkan perilaku mereka dalam upaya mengelola dan menjaga kelestarian  sumberdaya  yang  terdapat  di  Waduk  Cirata.  Persepsi  responden
diidentifikasi  melalui  indikator  petingnya  keberadaan  waduk,  pengetahuan terhadap  kualitas  air  dan  sedimentasi  waduk.  Sebaran  persepsi  pemerintah  dan
swasta serta petani ikan dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19.
85 Tabel 18  Sebaran persepsi petani ikan terhadap kondisi lingkungan Waduk Cirata
Kondisi Lingkungan Waduk Cirata Sebaran Persepsi
Jumlah Orang Persentase
a. Pentingnya Keberadaan Waduk
1. Sangat tidak penting
2. Tidak penting
3. Cukup penting
4. Penting
5. Sangat penting
2 11
17 7
37 56
b. Kualitas Air Waduk
1. Sangat buruk
2. Buruk
3. Cukup baik
4. Baik
5. Sangat baik
2 25
3 7
83 10
c. Kondisi Sedimentasi Waduk
1. Sangat rendah
2. rendah
3. Sedang
4. Tinggi
5. Sangat tinggi
2 4
19 5
7 13
63 17
Sumber : Data primer diolah 2014
Berdasarkan hasil identifikasi persepsi petani ikan pada Tabel 18 diketahui bahwa sebesar 56 petani  ikan menyatakan bahwa keberadaan waduk dirasakan
sangat  penting  dan  37  menyatakan  bahwa  keberadaan  waduk  penting.  Petani ikan  yang  menyatakan  keberadaan  waduk  sangat  penting  dan  penting  rata-rata
merupakan  petani  ikan  yang  memperoleh  sumber  mata  pencarian  utama  sebagai pembudidaya  ikan  di  KJA  dan  tidak  memiliki  pekerjaan  sampingan.  Sedangkan
7  petani  ikan  menyatakan  keberadaan  waduk  cukup  penting.  Petani  ikan  yang merasa  keberadaan  waduk  cukup  penting  karena  mereka  memiliki  penghasilan
selain  dari  memanfaatkan  sumberdaya  waduk,  baik  sebagai  penghasilan  utama maupun sampingan.
Sebaran  persepsi  petani  ikan  menunjukkan  bahwa  83  dari  responden merasa bahwa kualitas air di Waduk Cirata buruk dan 7 responden mengatakan
bahwa  perairan  Waduk  Cirata  sudah  sangat  buruk  untuk  kegiatan  perikanan. Anggapan ini di dasarkan pada jumlah produksi perikanan mereka  yang semakin
menurun.  Bahkan  salah  seorang  responden  yang  telah  lama  berprofesi  menjadi petani ikan menyatakan dulu air di Waduk Cirata dapat diminum secara langsung
namun  sekarang  sudah  tidak  bisa  lagi.  Sedangkan,  sebanyak  10  petani  ikan menyatakan perairan Waduk Cirata masih cukup baik untuk kegiatan perikanan.