POLITIK HUBUNGAN INTERNASIONAL
F. POLITIK HUBUNGAN INTERNASIONAL
Politik hubungan internasional di dalam fiqh islam lebih dikenal dengan istilah Siyasah al-‘Alaqah al-Duwaliyah atau al-‘alaqah ad- duwaliyyah. Sementara ilmu yang berkenaan dengan hubungan internasional tersebut dibahas dalam al- fiqh ad-duwaliyyah atau al-ahkam ad-Duwaliyyah. Secara istilah, yang dimaksud dengan al- fiqh ad-duwaliyah adalah ilmu yang membahas tentang hubungan- hubungan antar negara di dalam Islam, baik menyangkut tentang cara membangun hubungan, melakukan kerjasama atau perjanjian, ataupun prinsip-prinsip etika, dan batasan-batasan hukum yang diperbolehkan ketika terjadi peperangan.
1. Pembagian wilayah Dunia
Menurut perspektif fiqh siyasah (ad-duwaliyyah), negara-negara yang ada di dunia dilihat dari sisi afiliasinya kepada Islam dan kaum muslimin dapat dibagi dalam tiga kelompok, 31 yaitu al-‘alam al-Islami, al-‘alam al-‘ahdi, dan al-‘alam al-harbi. 32
1) Al-‘Alam Al-Islami (dunia Islam).
Al-‘alamul Islami adalah negara-negara baik secara idiologis- konstitusional ataupun berdasarkan komunitas memiliki afiliasi kepada Islam dan kaum muslimin yang sangat nyata. Al-‘Alam Islami
31 Istilah yang digunakan oleh para ulama pun bervariasi, ada yang menggunakan istilah dar, seprti darul Islam, darul ‘ahdi, dan darul harbi. Ada juga ulama yang menggunakan istilah wilayah, yaitu wilayatul islam, wilayatul ‘ahdi dan wilayatul harbi. Walaupun berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, yaitu wilayah (Negara).
32 Prof. HA. Djazuli, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Prenada Media, 2007), hlm. 119.
Seri Studi Islam 223 Seri Studi Islam 223
a) Dawlah Islamiyah (Negara Islam), yaitu negara-negara yang secara –idiologis-konstitusional menyatakan dirinya sebagai negara Islam. Hal ini dinyatakan secara resmi melalui konstitusi negara ataupun tertera dalam berbagai perundagan yang menjadi rujukan utama dalam bermasyarakat dan negara. Untuk saat ini, negara-negara yang menyatakan dirinya secara resmi sebagai negara Islam adalah kerajaan Saudi Arabia, Republik Islam Iran, dan Republik Islam Pakistan
b) Baldah Islamiyah (negeri muslim/negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam) yaitu negara-negara yang berdasarakan jumlah penduduk Muslimnya adalah mayoritas. Negara-negara tersebut walaupun memilki penduduk Muslim mayoritas, tetapi tidak secara eksplisit menyebutkan dalam konstitusinya bahwa mereka adalah negara yang beradasarkan asas Islam. Islam sebagai agama hanya difungsikan sebagai basis moral kemasyarakatan. Islam mungkin menjadi salah satu inspirasi dan sumber bagi pembentukan konstitusi negara atau lainya, tetapi bukan satu-satunya.
2) Al-‘Alam al-‘Ahdi.
Al-Alam al-ahdi adalah Negara-negara di luar al-alam al-Islami yang berdamai dengan Negara Islam dan juga kaum muslimnya. Dalam hal ini, negara-negara Muslim wajib menjaga hubungan baik dengan negara-negara tersebut, bahkan dapat menjalin kemitraan strategis demi kebaikan bersama.
3) Al-‘Alam al-Harbi
Al-‘alam al-harbi adalah negara-negara yang mengambil sikap permusuhan dengan negara-negera muslim. Dan permusuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk peperangan yang bersifat ofensif kepada negara-negara Muslim. Dan tujuan peperangan tersebut adalah dalam rangka untuk menumbangkan atau menduduki atau mengambil sebagaian wilayah kaum muslim. Dalam hal ini, sikap negara-negara muslim yang diajarkan oleh Islam adalah melawan dalam rangka untuk mempertahankan diri (defensif). Dan ini menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang berada di wilayah tersebut untuk berjuang melakukan perlawanan terhadap negara-negara pelaku agresor tersebut.
224 Seri Studi Islam
Pembagian dunia tersebut diatas bukanlah pembagian yang permanen, artinnya bisa terjadi perubahan status dari Negara-negara yang ada didunia tergantung kepada perubahan-perubahan yang terjadi didalam negeri masing-masing.
2. Dasar-Dasar Siyasah Dauliyah
1) Kesatuan Umat Manusia (wihdatul ummah) Meskipun manusia berbeda suku bangsa, warna kulit, tanah
air bahkan agama, akan tetapi merupakan satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah. Dengan demikian, perbedaan antar manusia harus disikapi dengan pikiran yang positif untuk saling memberikan kelebihannya masing-masing dan saling menutupi kekurangan masing-masing. Untuk menetralisir dampak negative dari kemajemukan kepentingan budaya manusia supaya tidak berkembang menjadi ancaman bagi persatuan memperkokoh dan menghargai Ukhuwah Insaniyah (persaudaraan manusia) maka muncul dasar keadilan, persamaan, dan perilaku moral yang baik.
2) Al-‘Adalah (keadilan)
Hidup berdampingan dengan damai baru terlaksana apabila didasarkan pada keadilan baik antara manusia maupun di antara manusia maupun di antara berbagai Negara, bahkan perang pun terjadi karena salah satu pihak merasa di perlakukan dengan tidak adil. Oleh karena itu, ajaran islam meajibkan penegakkan keadilan baik terhadap musuh sekalipun kita wajib bertindak adil.
3) Al-Musawah (persamaan)
Manusia memiliki hak-hak kemanusiaan yang sama, untuk mewujudkan keadilan adalah mutlak mempersamakan manusia dihadapan hukum kerjasama internasional sulit dilaksanakan apabila tidak di dalam kesederajatan antar Negara dan antar bangsa. Adapun perbedaan-perbedaan di antara manusia adalah perbadaan tugas posisi dan fungsi masing-masing di dalam kiprah kehidupan mausia di dunia.
4) Karunia Insaniyah (kehormatan manusia, human dignity)
Kerjasama internasional tidak mungkin dikembangkan tanpa landasan saling hormat menghormati. Kehormatan inilah pada gilirannya menumbuhkan harga diri yang wajar baik pada induvidu
Seri Studi Islam 225 Seri Studi Islam 225
5) Tasamuh (toleransi)
Dasar ini tidak mengandung arti harus menyerah kepada kejahatan atau memberi peluang kepada kejahatan. Sifat pemaaf merupakan sesuatu yang sangat terpuji, sebaliknya sifat dendam merupakan sesuatu sifat yang tercela. Kehidupan tidak bisa dikembangkan atas dasar dendam, kebencian dan paksaan. Kehidupan bersama bisa dibina dan dikembangkan atas dasar pemaaf, kasih saying dan dialog.
6) Kerjasama Kemanusiaan
Kesadaran akan perlunya kerjasama disepakati yang baik, akan menghilangkan nafsu ermusuhan, dan saling berebut hidup. Kehidupan individu dan antar bangsa akan harmonis apabila didasarkan kepada kerjasama, bukan karena saling menghancurkan yang satu terhadap yang lain.
7) Kebebasan, Kemerdekaan (al-huriyah)
Kebebasan yang dimaksudkan di sini, adalah hubungan antar negara tersebut di dasarkan pada kebebasan dan kemerdekaan masing- masing negara. Antara satu negara dengan negara lain tidak saling mengintervensi kepentingan masing-masing negera bersangkutan, lebih-lebih melakukan pemaksaan dan mendominasi antara satu dengan yang lain.
8) Perilaku Moral yang Baik (al-akhlak al-karimah)
Perilaku moral yang baik merupakan dasar moral di dalam hubungan antar manusia, antar umat dan antar bangsa di dunia ini, selain itu prinsip ini diterapkan terhadap seluruh makhluk Allah dimuka bumi, termasuk flora dan fauna,alam nabati dan alam hewani.
3. Hubungan Internasional Diwaktu Damai
Asas hubungan internasional adalah perdamaian dan saling membantu dalam kebaikan. Dengan kata lain, damai adalah asas pokok hubungan internasional dalam Islam. Dan subjek hukum dalam hubungan internasional (siyasah dauliyah) adalah Negara. Konsekuensi dari asas damai tersebut, hubungan antar satu negara dengan negara lainya adalah saling membantu dalam kebaikan dan
226 Seri Studi Islam 226 Seri Studi Islam
1) Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sesuai dengan persyaratan darurat, hanya dilakukan seperlunnya (tuqadaru biqadariha).
2) Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh di perlakukan sebagai musuh.
3) Segera menghentikan peperangan apabila salah satu pihak cenderung kepada damai.
4) Memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi. Pada saat situasi damai, negara-negara Islam dengan yang lainya
dapat melakukan kerjasama dan perjanjian dalam berbagai bidang kehidupan yang menguntungkan kedua belah pihak. Dan segala perjanjian yang sudah disepakati dan mengikat harus ditaati oleh kedua belah pihak, sampai perjanjian tersebut dibatalkan. Dalam perspektif Islam, suatu perjanjian itu menjadi sah dan mengikat apabila memenuhi tiga syarat:
a. Yang melakukan perjanjian memiliki kewenangan. Perjanjian dianggap sah manakala yang melakukan adalah orang berwenang, yakni memiliki kewenangan yang dilimpahkan (delegasikan) kepadanya oleh otoritas negara yang bersangkutan. Kewenangan disini juga termasuk kapabilitas individual untuk melakukan perbuatan hukum yang sah menurut syara’, yaitu mukallaf (baligh dan berakal).
b. Kerelaan. Perjanjian tidak boleh dipaksakan oleh salah satu pihak, sementara pihak lain tidak ridha. Maka perjanjian yang demikian itu tidak syah menurut syara’.
c. Isi perjanjian dan obyeknya tidak dilarang oleh syari’ah. Isi perjanjian tidak boleh menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang halal.
4. Hubungan Internasional Di Waktu Perang
Peperangan antar satu negara dengan negara lain, dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Perang untuk Mempertahankan Diri. Perang dilakukan karena negara Islam diserang oleh negara lain dan kepentingan kaum muslimin dan negara menjadi terancam. Perlawanan yang bersifat diefensive ini adalah wajib dilakukan oleh negara dan juga kaum muslimin dalam rangka untuk mempertahankan
Seri Studi Islam 227 Seri Studi Islam 227
kedaulatan negara ke negara lain. 33
b. Perang dalam Rangka Dakwah. Perang juga bisa terjadi di dalam rangka menjamin jalannya dakwah, artinya dakwah kepada kebenaran dan keadilan serta kepada prinsip-prinsip yang mulai tidak boleh di halangi dan ditindas oleh penguasa manapun. 34
4.1. Etika dan Aturan perang
Tidak diperkenankan memasuki perang kecuali setelah pengumuman/pernyataan perang di dalam waktu yang memungkinkan sampainnya berita itu pada musuh. Dalam kaitanya dengan perang sudah terjadi dan berkecamuk, menurut Prof. Dr. Djazuli paling tidak ada sepuluh perilaku mulia yang wajib dipegang oleh seorang muslim di dalam peperangan dengan musuh, yaitu:
a) Dilarang membunuh anak-anak.
b) Dilarang membunuh wanita.
c) Dilarang membunuh orang yang sudah tua.
d) Dilarang memotong dan merusak pohon-pohon dan tanaman di sawah dan ladang.
e) Dilarang membunuh binatang ternak.
f) Dilarang menghancurkan gereja, biara, dan tempat beribadat.
g) Dilarang mencincang mayat musuh dan mayat binatang.
h) Dilarang membunuh pendeta dan para pekerja.
i) Bersikap sabar, berani, dan ikhlas. j) Tidak melampaui batas. 35
Menyangkut tawanan perang, Islam mengatur untuk tidak sewenang-wenang (dhalim) kepada para tawanan, tetapi sangat menekankan tentang nilai-nilai keadilan dan kemanusian. Tawanan perang adalah orang-orang yang tertawan oleh musuh akibat peperangan yang terjadi antar dua negara atau lebih. Tawanan perang
dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: 36
a) Tawanan perang wanita dan anak-anak. Mereka tidak boleh dihukum, tetapi dilepaskan, atau ditukar dengan tawanan musuh.
33 Prof. H.A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syariat, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2007), hlm. 142-143. 34 Prof. H.A. Djazuli, Fiqh Siyasah, hlm. 144
35 Prof. H.A. Djazuli, Fiqh Siyasah, hlm. 149-150 36 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 462-463.
228 Seri Studi Islam 228 Seri Studi Islam
4.2. Persiapan dan Organisasi Ketentaraan
Di dalam Islam, peperangan itu bersifat defensif, namun hal ini tidaklah berarti tidak ada persiapan diri dalam meghadapi musuh, agar apabila terjadi serangan kilat, kaum muslimin telah siap meghadapinya, dan apabila musuh tahu bahwa kaum muslimin selalu siap mempertahankan bangsa dan negarannya maka mereka akan berfikir beberapa kali untuk melakukan serangan. Untuk itulah, organisasi ketentaraan perlu dilakukan dengan baik. Karena kecanggihan organisasi ketentaraan sangat membantu dalam mencapai kemenangan terhadap musuh. Disamping itu, organisasi yang baik juga dapat memberikan pengaruh yang positif bagi semangat
tentara (mujahid) di medan perang. 37 Dalam sejarah Islam, organisasi ketentaraan telah diorganisasikan semenjak zaman rasulullah, dan pencapaian sistematis pada zaman Umar Ibn Al-Khathab. Pada era Umar ini ketentaraan dibagi menjadi dua yaitu: 1) Murtaziqah, yaitu tentara yang digaji oleh pemerintah, 2) Mutathowi’ah, yaitu tentara
yang atas kesadaran sendiri (sukarelawan). 38
5. Penghentian Peperangan dan Penyelesaian Persengketaan
Sengketa antar negara dimungkinkan terjadi antar negara-negara Muslim atau negara-negara muslim dengan negara lainya. Untuk menyelesaikan persengketaan, Islam mengajarkan beberapa cara sebagai instrumen untuk mengakhiri konflik yang ada. Instrumen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perwasitan (hakam). Perwasitan ini dapat terlaksana manakala kedua belah pihak sepakat untuk menunjuk wasit yang mana masing-masing pihak rela menyerahkan masalah sengketanya
37 Prof. H.A. Djazuli, Fiqh Siyasah, hlm. 152-154. 38 Prof. H.A. Djazuli, Fiqh Siyasah, hlm. 154.
Seri Studi Islam 229 Seri Studi Islam 229
b. Pengadilan Internasional. Suatu persengketaan dapat diselesaikan dengan cara diajukan ke pengadilan internasional, yaitu pengadilan yang mengadili persengketaan antar bangsa dan mampu memaksakan keputusannya untuk ditaati oleh Negara yang bersangkutan. 40
c. Perundingan. Perundingan juga merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengakhiri konflik yang terjadi.
Dan persengketan dapat menjurus kepada konflik bersenjata (peperangan), manakala tidak ditangani secara baik dan bijak. Tentu saja, peperangan antar negara tidak mungkin terjadi secara terus menerus, pasti peperangan itu ada akhirnya. Di dalam fiqh siyasah, penghentian peperangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1) Peperangan dapat berhenti karena telah tercapainnya tujuan perang, yaitu menangnya salah satu pihak, 2) Perjanjian damai antara kedua belah pihak yang berperang. Dan perjanjian damai dapat berbentuk perjanjian sementara, perjanjian abadi, dan perjanjian
keamanan. 41