PRANATA KHITAN

C. PRANATA KHITAN

1. Pengertian khitan

Khitan secara bahasa diambil dari kata “khotana “yang berarti memotong. 21 Sementara dalam bahasa inggris khitan dikenal dengan circumcision. Di Indonesia, disamping kata khitan, sering digunakan pula istilah sunat, sunatan, islaman. Secara terminologis, khitan artinya memotong kulit yang menutupi alat kelamin lelaki (penis). Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki

dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd. 22 Dalam bahasa Arab khitan juga digunakan sebagai nama lain alat kelamin lelaki dan perempuan seperti dalam hadist yang mengatakan “Apabila terjadi pertemuan dua khitan, maka telah wajib mandi.” (HR. Muslim Tirmizi dll.)

2. Praktek Khitan di Berbagai Wilayah

Di dalam syari’at Islam tidak ditentukan umur berapa anak harus dkhitan. Untuk itu praktek khitan di berbagai wilayah tidak sama (berbeda-beda). Di Aceh anak-anak sudah dikhitan ketika umur sembilan atau sepuluh tahun. Di Sumatera Barat orang Minangkabau mengkhitan anaknya ketika umur 7-10 tahun. Orang Sunda di Jawa Barat ada yang mengkhitan anaknya ketika umur 1-12 tahun. Sedangkan orang Jawa mengkhitan anaknya pada umur 9 sampai 18 tahun. Di Jawa, khitan dikenal dengan istilah islaman atau sunatan, yang biasannya dilakukan setelah anak menamatkan pelajaran “ngaji” al-qur’an di masjid.

Di Eropa dan Amerika Utara kaum muslim mengkhitan segera setelah anak tersebut lahir. Di tanah Arab lebih disukai orang hari ketujuh atau kelipatan tujuh. Orang Hadramaut mengkhitan anaknya pada hari keempat puluh. Di Mesir, anak dikhitan pada hari-hari

21 Dr. Saad Al-Marshafi, Khitan, alih bahasa Amir Zain Zakaria, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 13. 22 Dr. Saad Al-Marshafi, Khitan, hlm. 13-14.

200 Seri Studi Islam 200 Seri Studi Islam

khalayak. 23 Walaupun praktek khitan banyak dilakukan di kawasan Islam, ternyata praktek ini tidak dilakukan di beberapa wilayah oleh kaum Muslim. Di Cina misalnya, tidak semua kaum Muslim mempraktikannya. Hal ini dimungkinkan karena tidak semua Muslim

beranggapan bahwa khitan adalah tradisi Islam yang harus diikuti. 24

3. Urgensi Khitan

Khitan adalah praktek yang sudah lama berlansung dan upacara yang terus dilestarikan. Ada tiga faktor yang menentukan urgensi khitan dalam Islam, yaitu:

1) Untuk membedakan orang Islam dengan orang non-Islam.

Bagi orang Islam dan yang hendak menganut Islam dianjurkan untuk khitan, karena hal itu merupakan bukti (tanda) ketundukan dan keber-Islam-an seseorang. Khitan juga merupakan syari’at umat-

umat sebelum Islam, terutama syariatnya Nabi Ibrahim. 25

Fithrah itu ada lima: Khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis. (HR. Al-Bukhary Muslim)

23 Lihat “Traditional Muslim Circumcision Performed by Arabs, Turkishs, Malaysian, and Others of his Faith”, http://www.circlist.com/rites/moslem.html, diakses pada 10 November 2012.

24 Lihat “Islam and Circumcision” dalam http://www.circumstitions.com/Islam.html, diakses pada 10 November 2012. 25 Khitannya Nabi Ibrahim juga tercantum di dalam kitabnya orang yahudi (Perjanjian Lama, Kejadian 17/ 11), dan ini merupakan syari'atnya Nabi Musa. Oleh karena itu Nabi Isa pun berkhitan karena beliau mengikuti syari'atnya Nabi Musa. (Injil Lukas 2/ 21).

Seri Studi Islam 201

Ibrahim ‘alaihissalam telah berkhitan dengan qadum(nama sebuah alat pemotong) sedangkan beliau berumur 80 tahun . (HR. Al-Bukhary Muslim)

2) Untuk kebersihan dan Kesehatan

Khitan untuk kebersihan dengan cara memotong kulup, yang bertujuan untuk mencegah terkumpulnya kotoran di kemaluan yang berakibat menimbulkan penyakit kelamin. Oleh kerana itu, khitan merupakan cara untuk memproteksi (pencegahan) diri dari

berbagai penyakit menular, terutama yang ditularkan lewat kelamin. 26 Disamping itu, kebersihan merupakan syarat sahnya ibadah. Sabda Nabi dalam salah satu hadisnya mengatakan, “Ibadah hanya boleh dikerjakan dalam keadaan suci.” Dan manfaat lain untuk kesehatan adalah bahwa khitan merupakan salah satu cara untuk mengatasi kemandulan. Ini telah dibuktikan dalam tarikh, dimana Nabi Ibrahim dalam perkawinannya dengan Sarah hingga umur 97 tahun, mereka tidak dikaruniai anak, tetapi setelah Ibrahim AS melakukan khitan lahirlah seorang anak.

4. Hukum Khitan

1) Ulama-Ulama Yang Mengatakan Wajib

Imam Nawawi 27 mengatakan bahwa jumhur (mayoritas ulama) 28 menetapkan khitan itu wajib bagi laki-laki dan perempuan. Pendapat ini turut didukung oleh Syaikh Muhammad Mukhtar al-Syinqithi 29 dan al-Albani. Berbeda dengan Imam An-Nawawi, Imam Ibn Qudamah 30 mengatakan bahwa jumhur 31 menetapkan bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki dan dianjurkan (mustahab) bagi perempuan. Dalil-dalil yang

26 Lihat lebih lanjut “Consedering Circumcision”, http://www.circlist.com/considering/consider. html

27 Imam Nawawi, al-Majmu’, Juz 1: 301. 28 Imam Nawawi menekankan bahwa jumhur itu mewakili mazhab Syafi’i, Hanabilah, dan

sebagian Malikiah. 29 Syaikh Muhammad Mukhtar al-Syinqithi, Ahkamul Jiraha Wa Tibbiyah, hlm.168 30 Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz 1:85 31 Imam Ibn Qudamah mengklaim bahwa jumhur itu mewakili sebagian Hanabilah, sebagian

Maliki dan Zahiri. Pendapat Ibn Qudamah disetujui oleh Syaikh Ibn Uthaimin. Disini kita bisa melihat bahwa istilah jumhur (mayoritas) itu sendiri tidak sama antara Imam Ibn Qudamah dan Imam Nawawi

202 Seri Studi Islam 202 Seri Studi Islam

1. Dalil dari Al’Quran Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya

(Alquran 2:124). Menurut Tafsir Ibn Abbas, khitan termasuk ujian untuk Nabi Ibrahim dan ujian bagi Nabi adalah perkara wajib. Dan Ibrahim tidak akan berkhitan dalam usia yang lanjut

sekiranya khitan bukan perkara yang wajib. 32 Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif ” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (Al-Quran 16:123). Menurut Ibn

Qayyim, 33 khitan termasuk dalam ajaran Ibrahim yang wajib

diikuti kecuali adanya dalil yang menyatakan sebaliknya.

2. Dalil Hadith Dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari datuknya, bahwa dia datang menemui Rasulullah S.A.W dan berkata: “Aku telah memeluk Islam. Maka Nabi pun bersabda, “Buanglah darimu

rambut-rambut kekufuran dan berkhitanlah.” 34 [HR Ahmad, Abu Daud dan dinilai Hasan oleh al-Albani]. Hadith ini dinilai dha’if oleh manhaj mutaqaddimin. Dari az-Zuhri, bahwa Nabi saw bersabda: “Barangsiapa masuk Islam, maka berkhitanlah walaupun sudah dewasa.” Komentar Ibn Qayyim mengenai hadis di atas, bahwa walaupun hadith itu dha’if, tapi ia dapat dijadikan penguat dalil.

2) Ulama-Ulama Yang Mengatakan Sunnat

Khitan menurut banyak ulama adalah amalan sunnah. Pendapat ini didukung oleh Hanafiah, Imam Malik, dan al-Syaukani. Syeikh al- Qardhawi menyetujui pendapat ini dan berkata, “Khitan bagi lelaki cuma sunnah syi’ariyah atau sunnah yang membawa syi’ar Islam yang harus ditegakkan.” Khitan adalah sunnah nabi, tidak hanya Nabi Muhammad saw, tetapi juga Nabi Ibrahim. Dalam hadis banyak sekali

32 Dr. Saad Al-Marshafi, Khitan, hlm. 18 33 Ibn Qayyim, Tuhfah, hlm.101.

34 Menurut Ibn Abbas: “al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima shalatnya dan tidak dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah) dalam versi Ibn Hajar “Tidak diterima syahadah, sholat dan sembelihan si Aqlaf (orang yang belum khitan)”.

Seri Studi Islam 203 Seri Studi Islam 203

yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi juga bersabda: “Barang siapa yang masuk islam, ia itu harus berkhitan.” Demikian pula

Rasulullah saw telah mengkhitan cucunya Hasan dan Husain ketika anak-anak itu berumur delapan hari. Dari Abu Hurairah ra: “Perkara fitrah ada lima: berkhitan….” (Sahih Bukhari-Muslim). Oleh kerana khitan dibariskan dengan sunan al-fitrah yang lain, maka hukumnya adalah sunah juga. (Al-Nayl oleh Syaukani). “Khitan itu sunnah bagi kaum lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita.” (HR Ahmad, dinilai dha’if oleh mutaqaddimin dan mutaakhirin seperti al-Albani). Jika hadis ini sahih barulah isu hukum wajib dan sunat dapat diselesaikan secara muktamad.

5. Khitan untuk Perempuan

1) Praktek Khitan Perempuan

Klitoridektomi (khafdh), adalah bentuk khitan perempuan yang secara historis dipraktikan di beberapa kawasan dunia Islam. Praktek ini berasal dari masa pra-islam, dan meluas lebih disebabkan oleh norma-norma budaya setempat daripada oleh ketentuan religius. Dikenal terutama di beberapa masyarakat afrika, baik islam maupun non-islam, seperti di Sudan, Somalia, Jibuti, dan beberapa daerah di Etiopia. Praktik klitoridektomi berbentuk mulai dari hanya memotong ujung klitoris hingga memotong total klitoris dan labia

yang lazim disebut khitan Fir’aun 35 atau khitan Sudan. Sehingga praktek khitan fir’aun ini dikenal sangat berbahaya bagi wanita. Praktek klitoridektomi tidak terbatas pada kaum muslim, di Mesir, misalnya klitoridektomi dilakukan di kalangan Koptik. Sebaliknya, klitoridektomi tidak dipraktikan di beberapa negara Islam atau dipraktikan tapi tidak merata, seperti di Arab Saudi, Tunisia, Iran dan Turki serta di Indonesia.

2) Hukum Khitan Wanita.

Para ulama sepakat bahwa khitan wanita secara umum ada di dalam Syari’at Islam. 36 Tetapi mereka berbeda pendapat tentang status

35 Dikatan sebagai khitan fir’aun karena praktek khitan ini dilakukan pertama kali pada era Fir’aun. Dr. Saad Al-Marshafi, Khitan, hlm. 47. 36 al-Bayan min Al Azhar as-Syarif, Juz 2:18

204 Seri Studi Islam 204 Seri Studi Islam

Lima hal yang termasuk fitroh yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis. (HR. Bukhori dan Muslim)

Bagi yang mewajibkan khitan wanita mengatakan bahwa arti “fitrah “dalam hadist di atas perikehidupan yang dipilih oleh para nabi dan disepakati oleh semua Syari’at, atau bisa disebut agama, sehingga menunjukkan kewajiban. Sebaliknya yang berpendapat sunnah mengatakan bahwa khitan dalam hadist tersebut disebut bersamaan dengan amalan-amalan yang status hukumnya adalah sunnah, seperti memotong kumis, memotong kuku dan seterusnya, sehingga hukumnya-pun menjadi sunnah.

“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (Hadist Shohih Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Kelompok yang berpendapat wajib mengatakan bahwa hadist di atas menyebut dua khitan yang bertemu, maksudnya adalah kemaluan laki-laki yang dikhitan dan kemaluan perempuan yang dikhitan. Hal

Seri Studi Islam 205 Seri Studi Islam 205

khitan bagi perempuan. 37

Apabila engkau mengkhitan wanita potonglang sedikit, dan janganlah berlebihan, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami.(HR. Abu Daud dan Baihaqi )

Bagi yang mewajibkan khitan wanita, menganggap bahwa hadist di atas derajatnya Hasan, sedang yang menyatakan sunnah atau kehormatan wanita menyatakan bahwa hadist tersebut lemah.

“Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi wanita. (HR Ahmad dan Baihaqi)

Ini adalah dalil yang digunakan oleh pihak yang mengatakan bahwa khitan wanita bukanlah wajib dan sunnah, akan tetapi kehormatan. Hadist ini dinyatakan lemah karena di dalamnya ada rawi yang bernama Hajaj bin Arthoh.

Dari beberapa hadist di atas, menunjukan bahwa hukum khitan wanita masih samar. 38 Sehingga tidak semua komunitas muslim melakukan praktek tersebut, bahkan di beberapa negara khitan perempuan sudah dilarang atau tidak diperbolehkan. Khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (klentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Sementara khitan bagi laki-laki adalah masyruk (wajib atau sunnah). Dan khitan bagi laki-laki adalah dengan cara memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka.

37 Imam Asy Syaukani, Nailul Author, Juz 1:147 38 Ridho Abdul Hamid, Imta’ul Khilan bi ar-Raddi ‘ala man Ankara al-Khitan, hlm. 21-22

206 Seri Studi Islam