Prosedur Pernikahan
D. Prosedur Pernikahan
1. Mengenal pasangan hidup
Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
2. Nazhar (melihat calon pasangan hidup)
Sebelum memutuskan untuk melamar, dianjurkan untuk nazhar (Jawa: nontoni), yakni upaya komunikasi, melihat, meneliti baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap calon yang dikehendaki. Hal ini penting untuk menghindari kekecewaan
dikemudian hari 20 . Menurut Sulaiman Rasyid 21 , umat Islam telah
19 Pasal 6 Kompilasi hukum Islam (1991) yang berlaku sebagai hukum terapan bagi umat Islam Indonesia, menegaskan, “…setiap perkawinan harus dialngsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum”. Ditegaslkan lebih lanjut Pasal 7 ayat (1), “Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”. Perkawinan tanpa Akta Nikah adalah perkawinan yang tidak sah dank arena itu tidak dilindungi hukum di Indonesia.
20 Sebagai catatan yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh lelaki tersebut berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan si wanita. Karena Rasulullah n bersabda: ٍمَرْ َم يِذ َعَم َّلاِإ ٍةَأَرْماِب ٌلُجَر َّنَوُلْ َي َلا “Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259). Karenanya si wanita harus ditemani oleh salah seorang mahramnya, baik saudara laki-laki atau ayahnya. (Fiqhun Nisa` fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28). Bila sekiranya tidak memungkinkan baginya melihat wanita yang ingin dipinang, boleh ia mengutus seorang wanita yang tepercaya guna melihat/mengamati wanita yang ingin dipinang untuk kemudian disampaikan kepadanya. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar bi Hassatil Bashar, Ibnul Qaththan Al-Fasi hal. 394, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/280).
21 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap) Cet.33. Bandung: PT Sinar Baru
Seri Studi Islam 143 Seri Studi Islam 143
3. Peminangan (khitbah)
Peminangan dalam ilmu fiqh disebut “khitbah”. Meminang atau khitbah artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan
perantaraan seseorang yang dapat dipercaya 23 . Adapun Sayyid Sabiq, dengan ringkas mendefinisikan pinangan (khitbah) sebagai permintaan untuk mengadakan pernikahan oleh dua orang dengan perantaraan yang jelas. Pinangan ini merupakan syariat Allah SWT yang harus dilakukan sebelum mengadakan pernikahan agar kedua calon pengantin saling mengetahui.
Seorang laki-laki yang akan mengawini seorang perempuan hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi). Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
Agensindo, 2000, hlm.381 22 Batasan yang boleh dilihat dari seorang wanita. Ketika nazhar, boleh melihat si wanita pada
bagian tubuh yang biasa tampak di depan mahramnya. Bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya, seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki dan semisalnya. Karena adanya hadits Rasulullah SAW:
ْلَعْفَيْلَف اَهِحاَكِن َلِإ ُهوُعْدَي اَم َلِإ َرُظْنَي ْنَأ َعاَطَتْسا ِنِإَف ،َةَأْرَمْلا ُمُكُدَحَأ َبَطَخ اَذِإ “Bila seorang dari kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud no. 2082 dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Ash-Shahihah no. 99). Di samping itu, dilihat dari adat kebiasaan masyarakat, melihat bagian-bagian itu bukanlah sesuatu yang dianggap memberatkan atau aib. Juga dilihat dari pengamalan yang ada pada para sahabat. Jabir bin Abdillah RA ketika melamar seorang perempuan, ia pun bersembunyi untuk melihatnya hingga ia dapat melihat apa yang mendorongnya untuk menikahi si gadis, karena mengamalkan hadits tersebut. Demikian juga Muhammad bin Maslamah sebagaimana telah disinggung di atas. Sehingga cukuplah hadits-hadits ini dan pemahaman sahabat sebagai hujjah untuk membolehkan seorang lelaki untuk melihat lebih dari sekadar wajah dan dua telapak tangan.
23 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap) Cet.33. Bandung: PT Sinar Baru Agensindo, 2000, hlm.380
144 Seri Studi Islam
“Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144) 24
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh wali, ketika didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ketika hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:
a. Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya. Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 1868, Ash- Shahihah no. 1022)
b. Meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya. Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena biasanya ia malu. Sabda Rasulullah SAW
dari Abu Hurairah RA: ْ
24 Dalam riwayat Muslim (no. 3449) disebutkan: ِهْيِخ أ ِعْيَب َع َعاَتْبَي ْن أ ِنِمْؤُم ْلِل ُّل َِي َلاَف ،ِنِمْؤُمْلا وُخَأ ُنِمْؤُمْلا َرَذَي َّتَح ِهْيِخَأ ِةَبْطِخ َ َع َبُطْ َي َلاَو“ Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Maka
tidaklah halal baginya menawar barang yang telah dibeli oleh saudaranya dan tidak halal pula baginya meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya meninggalkan pinangannya (membatalkan).”
Seri Studi Islam 145
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana izinnya seorang gadis?” “Izinnya dengan ia diam,” jawab beliau. (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458)
Perempuan yang dipinang berhak menerima dan berhak pula menolaknya. Apabila diterima pinangan tersebut, berarti antara keduanya telah terjadi ikatan janji untuk melakukan pernikahan. Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad akan dilangsungkan. Masa antara pinangan sampai berlangsungnya pernikahan disebut masa pertunangan. Pada masa pertunangan ini biasanya si peminang (calon suami) memberikaan suatu barang kepada yang dipinang (calon istri) sebagai tanda ikatan cinta. Pemberian ini dalam adat Jawa disebut peningset.
Setelah peminangan tersebut, tidak berarti si lelaki bebas berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum terjadi akad pernikahan, keduanya tetap sebagai orang lain. Larangan- larangan agama yang berlaku dalam hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim, berlaku pula bagi mereka yang berada dalam masa pertunangan ini.
Adapun wanita-wanita yang haram dipinang dapat dibagi
menjadi dua kelompok 25 , yaitu:
a. Yang haram dipinang dengan cara sindiran dan terus terang adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih bersuami, wanita yang masih berada dalam masa idda talak raj’I, dan wanita yang sudah bertunangan.
b. Yang haram dipinang dengan cara terus terang, tetapi boleh dengan cara sindiran adalah wanita yang berada dalam iddah wafat dan wanita yang dalam iddah talak bain (talak tiga).
4. Aqad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Aqad nikah termasuk salah satu rukun pernikahan. Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan
25 Syamsuri, Pendidikan Agama Islam 3. Jakarta: Erlangga, 2004, hlm 129
146 Seri Studi Islam 146 Seri Studi Islam
5. Walimatul ‘Urusy
Walimatul ‘urusy merupakan perayaan untuk mensyukuri pernikahan menurut kemampuannya. Dalam budaya Indonesia disebut resepsi pernikahan. Mengenai hukum walimatul’urusy ini sebagian ulama mengatakan wajib, sebagian yang lain mengatakan hanya sunnat. Rasulullah SAW bersabda:
“Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)
Memenuhi undangan walimatul’urusy ini hukumnya wajib, bagi orang yang tidak berhalangan. Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah SAW bersabda:
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)
Disunnahkan bagi yang menghadiri sebuah pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai:
“Semoga Allah memberkahi untukmu dan memberkahi atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan’.” (HR. At-Tirmidzi
َ 26 Misalnya Lafadznya sebagai berikut: ،ُ ل َّل ِضُم َلاَف ُللا ِهِدْهَي ْنَم ،اَ ِلناَمْعَأ ِتاَئِّيَسَو اَنِسُفْنَأ ِرْوُ ُشر ْنِم ِللاِب ُذْوُعَنَو ،ِهْ َلِإ ُبوُتَنَو ُهُرِفْغَتْسَنَو ُهُنْيِعَتْسَنَو ُهُدَمْ َن ِ ِلل َدْمَْلا َّنِإ َ َ َ ُ ُلْوُسَرَو ُهُدْبَع اًدَّمَ ُم َّنَأ ُدَهْشَأَو ،ُ َل َكْيِ َشر َلا ُهَدْحَو ُللا َّلاإ َ َلِإ َّلا أ ُدَهْش أَو ،ُ ل َيِداَه َلاَف ْلِلْضُي ْنَمَو.
Seri Studi Islam 147 Seri Studi Islam 147
6. Setelah Akad Nikah
Masa setelah akad nikah adalah saat halalnya sebuah hubungan suami istri. Pada masa itu ditandai dengan adanya malam zafaf, yaitu suatu malam yang peka, ketika seorang wanita atau laki-laki pertama
kali berdekatan sebagai suami istri dalam satu kamar 27 . Beberapa perkara yang disunahkan dalam hal ini, yaitu: Pertama, Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan hubungan dan kedekatan di antara
keduanya 28 . Kedua, Berlaku lemah lembut kepada istrinya 29 . Ketiga, Setelah dia bertemu dan mendoakan istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya 30 . Keempat, bercanda, tenang, sabar dan tidak tergesa-gesa. Kelima, berdoa sambil mengecup kening istri 31 ,
27 Moh. Fauzil Adzim, Kado Pernikahan untik Istriku. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002, hlm. 257 28 Didapatkan dari perbuatan Rasulullah SAW, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah
menemui istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah RA (HR. Muslim no. 590).
29 Misalnya memberinya segelas minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah RA untuk dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah SAW. Setelah selesai aku memanggil Rasulullah untuk melihat Aisyah. Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.” Asma` pun menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah SAW. Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut….” maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah SWT, mendoakan keberkahan dan mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya’.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
30 Hal ini dinukilkan dari atsar Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari. Ia berkata: “Aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi SAW, di antara mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah. Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang menyuruhku agar aku yang maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka menjawab memang seharusnya demikian. Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaan aku berstatus budak. Mereka mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk menemui istrimu, shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah l dari kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu….” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq. Al-Imam Al-Albani berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 23, “Sanadnya shahih sampai ke Abu Sa’id”) 31 انتقزرام ناطيشلأ بنجو ناطيشلأ انبنج للهما للها مسب Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari apa yang Engkau rezekikan kepada kami.
148 Seri Studi Islam 148 Seri Studi Islam