Memperluas jangkauan wilayah tangkap

perusahaan mulai berdiri dengan sistem kontrak, sehingga ketika kontrak sudah habis dan terjadi pergantian manajemen pada tahun 2008, banyak karyawan yang kembali menjadi nelayan walaupun beberapa dari mereka memilih keluar desa untuk bekerja pada perusahaan lain dan atau menoreh karet di hutan. Ada nelayan yang menjadi karyawan namun tetap melakukan aktifitas melaut sebagai pekerjaan sampingan pengisi waktu luang. Tujuan mereka bekerja di perusahaan bagi beberapa nelayan hanya untuk mengumpulkan modal, sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak SF pada tanggal 21 Maret 2011. “Sebenernya saya masuk ke perusahaan niatnya untuk ngumpulin modal aja, karena lebih enak jadi nelayan atau buka usaha sendiri daripada kerja di perusahaan. Kalo jadi nelayan kita bebas kapan aja mau turun ke laut, kalo kerja di perusahaan banyak aturan, kerja juga dibawah komando dari jam 6 pagi sampe jam 6 malem. Tapi ya kalo di perusahaan kita jelas dalam satu bulan pasti dapat gaji, ga kaya nelayan kan ga pasti, untung- untungan.” Terdapat nelayan yang memang tidak memilih bekerja di perusahaan sebagai mata pencaharian karena merasa gaji yang diperoleh tidak sesuai, sebagaimana hasil wawancara dengan JR pada tanggal 24 Maret 2011. “Kerja di perusahaan engga cukup buat kasih makan anak- anak, engga mencukupi kebutuhan hidup. Paling tinggi dapat gaji hanya Rp1.800.000,00. Mending ke laut walau untung-untungan tapi bisa dapat Rp1000.000,00 satu hari kalo lagi rejeki. Asal kita turun pasti dapat kadang Rp30.000,00, Rp50.000,00, Rp100.000,00 atau Rp200.000,00 tapi pasti dapat, bahkan bisa lebih gede daripada gaji di perusahaan, Mbak.”

b. Memperluas jangkauan wilayah tangkap

Adanya perusahaan membawa dampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan. Dilihat dari segi limbah perusahaan, dampak pencemaran laut dari sisa material hasil pertambangan yang terbawa air hujan mengalir menuju muara sungai hingga ke laut. Hal ini disadari oleh semua nelayan baik di Desa Rampa maupun di Desa Sekapung cukup merugikan posisi mereka karena matinya biota laut sehingga mengurangi jumlah tangkapan yang dapat diperoleh. Keadaaan ini menyebabkan ikan dan jenis tangkapan lain yang biasa dapat dengan mudah diperoleh nelayan hanya di muara sungai kini tidak dapat ditemukan lagi. Nelayan menyadari bahwa keberadaan perusahaan di Pulau Sebuku sebenarnya merugikan, namun aksi protes dan meminta ganti rugi nelayan pada perusahaan baik langsung maupun melalui pemerintah kota bahkan Bupati belum mendapat kepastian jaminan dan tindakan nyata untuk membantu mereka. Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak JH pada tanggal 19 Maret 2011. “Umaa..sejak ada perusahaan di Pulau Sebuku nelayan semakin saja tertindas, kalo ada kejadian-kejadian di laut sana, mana ada perusahaan mau ganti rugi. Kita sudah laporkan keluhan-keluhan nelayan di sini ke bapak-bapak yang terhormat bahkan sampai ke Bupati mana ada keluhan kami ini didengar. Belum lagi saya dengar akan ada operasi pengeboran, lama-lama tenggelam sudah ini pulau. Tinggal tunggu saja kapan waktunya.” Nelayan menyikapi masalah-masalah yang ada terutama kaitannya dengan adanya operasi perusahaan tambang di sekitar dengan berusaha mengadukannya pada pihak yang dirasa lebih berwenang, hanya saja posisi mereka yang cenderung lebih termarjinalkan, maka mereka tidak dapat bertindak apa-apa dan pasrah. Sebagai strategi yang mereka lakukan dengan menangkap hasil laut di lokasi yang lebih jauh, sehingga strategi yang mereka lakukan adalah memperluas jangkauan wilayah tangkap.

c. Mengoplos bahan bakar menggunakan minyak tanah