biasa dapat dengan mudah diperoleh nelayan hanya di muara sungai kini tidak dapat ditemukan lagi. Nelayan menyadari bahwa keberadaan perusahaan di Pulau
Sebuku sebenarnya merugikan, namun aksi protes dan meminta ganti rugi nelayan pada perusahaan baik langsung maupun melalui pemerintah kota bahkan Bupati
belum mendapat kepastian jaminan dan tindakan nyata untuk membantu mereka. Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak JH pada tanggal 19 Maret 2011.
“Umaa..sejak ada perusahaan di Pulau Sebuku nelayan semakin saja tertindas, kalo ada kejadian-kejadian di laut sana, mana
ada perusahaan mau ganti rugi. Kita sudah laporkan keluhan-keluhan nelayan di sini ke bapak-bapak yang terhormat bahkan sampai ke
Bupati mana ada keluhan kami ini didengar. Belum lagi saya dengar akan ada operasi pengeboran, lama-lama tenggelam sudah ini pulau.
Tinggal tunggu saja kapan waktunya.” Nelayan menyikapi masalah-masalah yang ada terutama kaitannya dengan
adanya operasi perusahaan tambang di sekitar dengan berusaha mengadukannya pada pihak yang dirasa lebih berwenang, hanya saja posisi mereka yang
cenderung lebih termarjinalkan, maka mereka tidak dapat bertindak apa-apa dan pasrah. Sebagai strategi yang mereka lakukan dengan menangkap hasil laut di
lokasi yang lebih jauh, sehingga strategi yang mereka lakukan adalah memperluas jangkauan wilayah tangkap.
c. Mengoplos bahan bakar menggunakan minyak tanah
Semakin jauh wilayah tangkap menyebabkan semakin banyak jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk melakukan satu kali perjalanan sehingga semakin
besar juga biaya operasional termasuk didalamnya biaya transportasi yang dibutuhkan. Ketersediaan minyak di desa terbatas, sedangkan kebutuhan mereka
terhadap minyak tinggi baik untuk keperluan rumah tangga sehari-hari maupun untuk keperluan bahan bakar armada tangkap yaitu kapal motor KM. Selain sulit
dicari, minyak yang dijual di warung harganya lebih mahal. Kebutuhan bahan bakar untuk pergi kelaut bagi nelayan yang menggunakan kapal motor KM
disiasati dengan mengoplos bahkan sama sekali menggunakan minyak tanah untuk mesin kapal walaupun nelayan menyadari bahwa penggunaan minyak pada
mesin kapal akan mengakibatkan mesin kapal lebih cepat rusak. Hal ini mereka lakukan karena harga minyak tanah jatah jauh lebih murah daripada harga solar.
Berbeda dengan mesin kapal yang masih baru, mereka menggunakan solar sebagai bahan bakar armada dan tidak mengoplos dengan minyak tanah agar
mesin kapal tidak cepat rusak. Sebagaimana hasil wawancara dengan Ibu ID pada tanggal 24 Maret 2011.
“Minyak sekarang sakit Mba, terkadang sulit didapat. Pernah satu hari nelayan disini tidak pergi melaut karena tidak ada minyak,
jadi harus ke kota dulu baru dapat minyak. Terkadang jatah minyak juga kurang, ga cukup. Jatah minyak sehari selawi liter
7
harganya cuma Rp3500,00 liter, sisanya kalo kurang ya harus beli sendiri di
warung harganya lebih mahal, bisa sampe Rp5000,00 liter. Habis mau gimana lagi Mba, kalo pake solar mahal, sakit Mba karena 1
liternya Rp6.000,00”
d. Membeli emas dan alat-alat elektronik
Pendapatan yang diperoleh nelayan setelah menjual hasil tangkap dan dikurangi biaya operasional mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Pendapatan yang mereka peroleh ketika musim tangkap yaitu pada bulan Januari hingga Juni, penghasilan yang didapat oleh nelayan menjadi besar.
Besarnya pendapatan yang diperoleh nelayan ketika musim tangkap, sebagian mereka gunakan untuk membeli emas sebagai simpanan yang dapat mereka jual
kembali ketika musim paceklik dan membeli barang-barang elektronik, namun dapat pula hanya ditabung atau disimpan di rumah.
e. Memobilisasi peran keluarga istri dan anak