Gambar 1 Jalak bali Leocopsar rotchildii jantan dan betina Sumber: Isom 2011.
2.2
Habitat dan Penyebaran
Penyebaran populasi jalak bali pada masa lampau menurut IUCN 1966 mencapai daerah Bubunan, sekitar 50 km sebelah timur kawasan Taman Nasional
Bali Barat. Menurut Hartojo dan Suwelo 1988, penyebaran perkiraan populasi jalak bali pada akhir tahun 1984 hanya tinggal di kawasan Taman Nasional Bali
Barat yaitu di hutan-hutan Tegal Bunder, Prapat Agung, Batu Licin, Lampu Merah, Teluk Kelor, Tanjung Gelap, Banyuwedang, dan Cekik. Habitat yang
disukai oleh jalak bali seperti hutan mangrove, hutan rawa, dan hutan musim dataran rendah Alikodra 1987. Hasil pengamatan yang dilakukan tim ICBP dan
Dirjen PHKA menunjukan bahwa penyebaran jalak bali hanya ada di Taman Nasional Bali Barat dengan jumlah populasi yang sangat terbatas di sebelah Utara
jalan yang membelah kawasan Taman Nasional Bali Barat dari Gilimanuk sampai ke Singaraja Hartojo dan Suwelo 1988.
2.3 Populasi
Perkembangan populasi jalak bali di Taman Nasional Bali Barat dari tahun ke tahun terus menurun bahkan mencapai kondisi kritis. Tahun 1977 diperkirakan
sejumlah 210 ekor Alikodra 1978 kemudian menurun menjadi 104 ekor pada tahun 1984 Helvoort et al. 1985, dan tahun 1986 oleh Pujiati 1987
memperkirakan sejumlah 54 ekor. Pada tahun 1989 Ballen dan Sutawidjaja 1990 memperkirakan populasi tidak lebih dari 25 ekor dan dalam perkiraan yang
dilakukan oleh tim bali starling project bulan Oktober 1990 menunjukan keadaan populasi yang sangat kritis yaitu sekitar 13
– 18 ekor Taman Nasional Bali Barat 1991. Data pada bulan Desember 2006, populasi di alam liar tercatat hanya
tersisa sebanyak enam ekor Taman Nasional Bali Barat 2009.
2.4 Sistem Penangkaran
Penangkaran merupakan kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwaliar dan tumbuhan alam yang bertujuan untuk memperbanyak populasi
dengan mempertahankan kemurnian jenis sehingga kelestarian dan keberadaannya di
alam tetap
terjaga yang
meliputi kegiatan
pengumpulan bibit,
pengembangbiakan, memelihara, membesarkan, dan restocking yang bertujuan untuk melestarikan satwaliar dan tumbuhan alam maupun memperbanyak
populasinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Thohari 1987. Suwelo 1988 membagi sistem penangkaran menjadi intensif dan
ekstensif. Intensif mengarah pada menternakan satwaliar game farming sedangkan ekstensif mengarah pada pemeliharaan satwaliar game ranching. Ciri
intensif yaitu semua sarana dan prasarana disediakan oleh pengelola seperti kebun binatang. Sistem ini mengandalkan kerja manusia seperti memberi
makanan dan minuman. Ciri ekstensif yaitu hanya menyediakan atau menanam hijauan. Sistem ekstensif ini dapat dilakukan pada habitat dimana jenis tersebut
berkembang misalnya pada taman buru atau dapat pula pada tempat yang berpagar tetapi dalam tempat berpagar tersebut tidak ada bangunan atau dibuat sedikit
mungkin bangunan buatan manusia. Berdasarkan tujuannya, penangkaran dibagi menjadi dua yaitu
penangkaran untuk budidaya dan penangkaran untuk konservasi Helvoort et al. 1986. Perbedaan antara penangkaran untuk tujuan budidaya dengan untuk tujuan
konservasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan antara penangkaran untuk budidaya dan konservasi
Aspek Budidaya
Konservasi
Obyek Beberapa individu dan ciri-cirinya
Suatu populasi dan ciri-cirinya Ras Varietas, forma
Jenisanak jenis Jumlah
Individu total
yang dimanipulasikan N terbatas
Jumlah total individu N besar
Sasaran Domestikasi
Realease Perubahan, dalam arti mencaiptakan
ras,forma Tidak merubah jenis
Komersial terutama segi kuantitas Non komersial
Terkurung untuk selama-lamanya. Pengembalian kepada alam asli
Manfaat Memenuhi
kebutuhan material
protein, kulit dan lain-lain Memepertahankan
stabilitas ekosistem
memenuhi kebutuhan batin dan sosial
burung berkicau,
anjing kesayangan
Meningkatkan nilai keindahan alam Jangka waktu
Pendek sampai sedang 1-250 tahun Selama-lamanya
Metode Terapkan teknologi reproduksi IB,
IVF, TE, dll Mempertahankan sex ratio
Jumlah mau kawin ditingkatkan Jaga keturunan tidak didominasi
Penentuan pasangan diatur Pasangan acak
Kembangkan galur
murni
inbreeding; lakukan mutasi gen Hindari inbreeding mutasi gen
Sumber : Helvoort et al. 1986
Dalam melakukan usaha-usaha kegiatan penangkaran terdapat beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan yaitu Soedharma 1985:
1. Mencari tempat penangkaran yang cocok untuk dapat dilakukan dengan
baik ditinjau dari lokasi untuk pelepasan kembali ke alam dan pemanfaatan bibit untuk kepentingan usaha.
2. Mengetahui dengan benar ketersediaan di alam dan status populasi di alam.
3. Kesiapan teknologi yang sudah dikuasai untuk penangkaran agar bisa
berhasil. 4.
Kesiapan perangkat kebijaksanaan sistem pengendalian pengawasan. 5.
Faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat setempat yang akan terlibat di dalamnya.
2.5 Penangkaran Jalak Bali