Gambar 23 Obat-obatan dan multivitamin jalak bali di MBOF. Menurut Jaya 2006, ada beberapa praktek pencegahan penyakit yang
dilakukan pada jalak bali untuk dijadikan acuan yaitu: 1.
Sejak awal menggunakan bibit yang berkualitas baik dan yang sehat. 2.
Sediakan selalu makanan dan minuman yang baru dan segar. Bersihkan dan gantikan makanan dan minuman yang sudah kotor.
3. Bibit burung yang baru didatangkan maka perlu diisolasi atau dimasukan
dalam kandang karantina kurang lebih 2 – 3 minggu.
4. Dalam pemeliharaan burung sebaiknya dipisahkan menurut kelas umur
burung. 5.
Sanitasi dan kebersihan baik kandang maupun lingkungan sekitar harus tetap diperhatikan.
6. Lakukan pemerikasaan kesehatan burung dan cegah binatang pengganggu
untuk masuk dalam kandang seperti tikus, kucing, dan ular. 7.
Berikan vitamin dan pakan tambahan secara rutin.
5.1.6 Teknik reproduksi
Reproduksi merupakan kunci keberhasilan dalam penangkaran untuk meningkatkan populasi dan produktivitas. Pengetahuan tentang biologi dan
perilaku reproduksi jenis satwa yang ditangkarkan sangat penting karena dapat memberikan arah pada tindakan manajemen yang diperlukan guna menghasilkan
produksi satwa yang ditangkarkan sesuai harapan Setio Takandjanji 2009. Beberapa aspek reproduksi yang penting untuk diperhatikan dalam penangkaran
antara lain adalah penentuan jenis kelamin, pemilihan induk, penjodohan, pengeraman dan penetasan, serta pembesaran piyik jalak bali.
1. Penentuan jenis kelamin
Komposisi jenis kelamin jantan dan betina untuk setiap jenis burung sangat penting untuk keberhasilan perkembangbiakannya, sehingga pengetahuan
pembedaan jenis kelamin harus dikuasai. Penentuan jenis kelamin burung dapat dilakukan dengan membedakan suara, ukuran, tingkah laku, dan sebagainya.
Untuk penentuan jenis kelamin, pengelola penangkaran di MBOF mengetahui jenis kelamin jalak bali di usia yang cukup dewasa karena sangat sulit dilakukan
pembakuan kriterianya, hanya para pakar dan penggemar burung yang telah lama menangani jalak bali yang dapat menentukan jenis kelamin. Berikut gambar jalak
bali jantan dan betina pada kandang reproduksi Gambar 24.
Gambar 24 Pasangan jalak bali di kandang reproduksi A jantan dan B betina.
2. Pemilihan induk
Pemilihan bibit untuk indukan diutamakan jalak bali dengan kondisi yang sehat dan tidak dalam kondisi yang cacat dan akan jauh lebih baik jika diketahui
pula asal usul jalak bali tersebut berasal dari alam atau merupakan hasil penangkaran sehingga tidak terjadi perkawinan silang dalam inbreeding dan
silsilahnya jelas serta terjamin kesehatannya. Usia jalak bali yang tepat untuk untuk bereproduksi atau bertelur adalah usia 4
– 5 tahun. Perbandingan sex ratio jantan dan betina di MBOF adalah 1 : 1, dimana jantan dan betina selalu
dipasangkan dalam satu kandang.
A B
Menurut Prana et al. 2006 memilih pasangan induk yang tepat adalah memilih induk yang masih muda atau masih pada usia produktif, meskipun
pengalaman menunjukan bahwa induk yang tua umur 10 – 12 tahun masih
mampu bereproduksi atau menghasilkan anak tetapi tingkat produktivitasnya relatif sudah jauh berkurang disamping kualitas anaknya secara genetik
cenderung menurun. Induk yang masih muda masa kemampuan berproduksinya masih lama tetapi usia burung yang terlalu muda dibawah 2 tahun juga tidak
baik karena mungkin belum mencapai tingkat kematangan fisiologis atau belum siap menghasilkan keturunan.
3. Penjodohan
Proses pembentukan pasangan dilakukan dengan cara menjodohkan beberapa pasang atau sepasang jalak bali didalam satu kandang yang selanjutnya
dilihat tingkah lakunya. Apabila terlihat ada pasangan jalak bali yang cocok maka dapat dilakukan perkawinan dengan mamasukan jalak bali tersebut kedalam
kandang reproduksi yang aman, tertutup, dan jauh dari gangguan. Pasangan jalak bali sebaiknya dijodohkan ketika burung jalak bali betina
mencapai usia 2 tahun dan burung jantan mencapai usia 2,5 tahun karena kematangan secara fisik dan fisiologis baru tercapai kira-kira umur tersebut
Prana et al. 2006. Dalam melakukan penjodohan terlebih dahulu memilih pasangan jantan dan betina. Sejumlah ahli berpendapat bahwa jalak bali sifatnya
dimorfik yaitu mudah dibedakan antara jantan dan betina karena memiliki ciri perawakan yang berbeda, namun tetap tidak menjamin kepastian perbedaan jenis
kelamin, sehingga di negara-negara maju sekalipun penetuan jenis kelamin dikaukan dengan bantuan teknologi misalnya dengan teknik endoskopi
pemeriksaan organ kelamin bagian dalam melalui pembedahan ringan dan dengan bantuan endoskop dan analisa karyotipe kromosoma atau analisa DNA.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk menentukan pasangan jantan dan betina adalah dengan mengamati perilaku sekelompok burung yang belum diketahui
jenis kelaminnya. Kelompok burung ini ditempatkan berdampingan dengan burung jantan yang telah diketahui jenis kelaminnya. Asumsinya, burung yang
paling tinggi intensitas interaksi seksualnya dengan burung jantan tersebut hampir dapat dipastikan burung tersebut adalah betina Prana et al. 2006.
4. Peneluran, pengeraman, dan penetasan telur
Peneluran, pengeraman, dan penetasan telur dilakukan oleh indukan jalak bali jantan dan betina dalam kandang reproduksi dimana terdapat sarang kotak
yang terbuat dari triplek yang terdapat didalam kandang. Sarang tersebut digunakan indukan jalak bali untuk meletakan telur-telurnya hingga menetas.
Selang waktu antara peneluran hingga penetasan telur sacara alami berkisar antara 15 hari. Menurut Prana et al. 2006, telur dierami oleh kedua induknya selama
13 – 14 hari secara bergiliran. Hasil pengamatan menunjukan bahwa porsi
mengeram induk betina lebih banyak dibandingkan dengan yang jantan. Teknik reproduksi hanya dilakukan pada jalak bali yang ada di dalam
kandang reproduksi. Pada satu kandang reproduksi terdapat satu ekor jantan dan satu ekor betina. Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh satu pasang jalak bali
adalah 2 – 3 ekor telur dengan jumlah induk jalak bali sebanyak lima pasang.
Rata-rata telur yang menetas yaitu sebanyak 1 – 2 telur oleh satu induk. Jalak bali
betina mampu bereproduksi sebanyak 8 – 12 kali dalam satu tahun dan jumlah
anakan atau piyik yang dapat hidup adalah 1 – 2 ekor.
.
5. Pembesaran piyik jalak bali
Pada umumnya, dalam satu kandang terdapat satu pasang jalak bali yaitu pada kandang indukan reproduksi, sedangkan pada kandang peraga dan kandang
pemeliharaan terdapat lebih dari satu pasang jalak bali dan pada inkubator dapat mencapai 5
– 10 anakan jalak bali. Umur jalak bali yang ada di penangkaran berkisar antara 0 bulan samapai dengan 5 tahun karena setiap bulannya selalu
tersedia anakan atau piyik jalak bali. Piyik jalak bali yang telah menetas dalam kadang reproduksi masih bersama
dengan indukan. Namun setelah empat hari, dipindahkan dalam kandang inkubator. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan kebutuhan pakan piyik
jalak bali. Pembesaran piyik jalak bali seperti ini disebut juga hand rearing yaitu pembesaran piyik jalak bali dengan cara memisahkan atau mengambil piyik dari
induknya untuk selanjutnya dipelihara dan dibesarkan oleh penangkar secara intensif hingga burung dapat mandiri. Berikut gambar piyik jalak bali di MBOF
Gambar 25
Gambar 25 Piyik jalak bali di MBOF. Menurut Prana et al. 2006, perawatan piyik setelah telur menetas dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu secara alami oleh induknya sendiri dan dengan bantuan perawat burung. Perawatan alami memberi peluang terbaik bagi piyik
untuk mendapatkan menu makannan yang paling sesuai, kenyamanan hidup yang optimal dalam lingk
ungan “kasih sayang” induk, serta pendidikan dasar. Hasilnya, anak-anak burung tumbuh secara sehat dan mandiri. Namun, perawatan piyik
secara alami bukan tanpa resiko. Ancaman kematian piyik bahkan oleh induknya sendiri bukanlah suatu kejadian yang langka. Selain itu, beban merawat piyik oleh
induknya secara otomatis akan berdampak pada menurunnya frekuansi perbiakan setiap tahunnya.
5.1.7 Faktor- faktor penentu keberhasilan penangkaran jalak bali