Tabel 1 Perbedaan antara penangkaran untuk budidaya dan konservasi
Aspek Budidaya
Konservasi
Obyek Beberapa individu dan ciri-cirinya
Suatu populasi dan ciri-cirinya Ras Varietas, forma
Jenisanak jenis Jumlah
Individu total
yang dimanipulasikan N terbatas
Jumlah total individu N besar
Sasaran Domestikasi
Realease Perubahan, dalam arti mencaiptakan
ras,forma Tidak merubah jenis
Komersial terutama segi kuantitas Non komersial
Terkurung untuk selama-lamanya. Pengembalian kepada alam asli
Manfaat Memenuhi
kebutuhan material
protein, kulit dan lain-lain Memepertahankan
stabilitas ekosistem
memenuhi kebutuhan batin dan sosial
burung berkicau,
anjing kesayangan
Meningkatkan nilai keindahan alam Jangka waktu
Pendek sampai sedang 1-250 tahun Selama-lamanya
Metode Terapkan teknologi reproduksi IB,
IVF, TE, dll Mempertahankan sex ratio
Jumlah mau kawin ditingkatkan Jaga keturunan tidak didominasi
Penentuan pasangan diatur Pasangan acak
Kembangkan galur
murni
inbreeding; lakukan mutasi gen Hindari inbreeding mutasi gen
Sumber : Helvoort et al. 1986
Dalam melakukan usaha-usaha kegiatan penangkaran terdapat beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan yaitu Soedharma 1985:
1. Mencari tempat penangkaran yang cocok untuk dapat dilakukan dengan
baik ditinjau dari lokasi untuk pelepasan kembali ke alam dan pemanfaatan bibit untuk kepentingan usaha.
2. Mengetahui dengan benar ketersediaan di alam dan status populasi di alam.
3. Kesiapan teknologi yang sudah dikuasai untuk penangkaran agar bisa
berhasil. 4.
Kesiapan perangkat kebijaksanaan sistem pengendalian pengawasan. 5.
Faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat setempat yang akan terlibat di dalamnya.
2.5 Penangkaran Jalak Bali
Penangkaran jalak bali merupakan upaya yang harus dilakukan untuk menaggulangi punahnya jalak bali di alam. Pelepasan ke alam hasil penangkaran
jalak bali restocking akan berhasil menambah populasi di alam apabila sebab-
sebab yang pada awalnya telah mengakibatkan kemerosotan populasi jalak bali sudah ditanggulangi dengan baik Helvoort et al. 1986.
Beberapa penangkaran jalak bali yang sudah ada seperti di Kebun Binatang Surabaya KBS, Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah, penangkaran jalak
bali UD. Safari Bird Farm di kabupaten Jombang, dan penangkaran di Tegal Bunder, Taman Nasional Bali Barat TNBB. Perkembangan penangkaran di
Tegal Bunder TNBB pada beberapa tahun terakhir terlihat mengalami penurunan yang merupakan hasil sumbangan dari KBS dan TSI Taman Safari Indonesia I
Cisarua serta hasil sitaan maupun anak yang dihasilkan seluruhnya berjumlah 284 ekor dan pada tahun 2006 tersisa sekitar 70 ekor. Hal tersebut disebabkan antara
lain kurang gencarnya penelitian tentang pengembangan penangkaran dari pihak terkait, sehingga para petugas hanya memiliki pengetahuan yang terbatas dalam
pengelolaan penangkaran tersebut dan kematian satwa dalam penangkaran di TNBB tersebut cukup memprihatinkan
Aryanto 2010.
2.6 Aspek Teknik Penangkaran
2.6.1 Perkembangbiakan
Jalak bali termasuk burung yang terbang secara bergerombol pada saat musim kawin antara bulan November sampai dengan bulan April sedangkan di
penangkaran terjadi sepanjang tahun dan dalam mencari makan Helvoort et al. 1988. Hartojo dan Suwelo 1985 mengatakan musim kawin terjadi pada bulan
Januari sampai dengan AprilMei. Menurut Gepak 1986, masa breeding burung jalak bali di habitatnya pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret. Perbedaan
musim kawin diduga berhubungan dengan tersedianya makanan dalam jumlah cukup bagi jalak bali pada musim breeding tersebut. Musim breeding ini agak
berbeda dengan penangkaran burung jalak bali di Kebun Binatang Surabaya KBS. Jalak bali di KBS dapat bertelur setiap saat. Setiap bertelur dapat menelur
2 – 4 butir. Setiap pasang induk paling banyak hanya mampu membesarkan dua
ekor burung.
Jalak bali jantan dan betina sulit dibedakan kecuali melalui perilaku pada saat birahi dan hal tersebut tidak pasti 100 Helvoort et al. 1985. Sangat sulit
dilakukan pembakuan kriterianya hanya para pakar dan penggemar burung yang telah lama menangani jalak bali yang dapat menentukan jenis kelamin. Kriteria-
kriteria alam yang dipakai para pakar yaitu melalui ciri-ciri khas yang dimiliki tiap jenis kelamin tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2 Ciri-ciri morfologi yang membedakan jenis kelamin jalak bali
Ciri Morfologi Jenis Jantan
Jenis Betina
Kepala Lebih besar dan bentunya panjang
Lebih kecil dan bentuknya cenderung bulat
Daerah sekitar mata Warna lebih gelap dan
permukaannya lebih kasar Warna lebih terang dan
permukaannya lebih halus Ukuran tubuh
Lebih besar dan gagah Lebih ramping
Jambul Lebih panjang dan hampir
merupakan kuncir Relatif lebih pendek dan datar
Sumber: Jaya 2006
Jalak bali memiliki sifat monogamus yaitu sex ratio jantan dan betina adalah 1:1. Selama melakukan perkawinan jalak bali tidak boleh merasa terganggu
karena akan mengakibatkan gagalnya perkawinan tersebut. Oleh karena itu, pada saat melangsungkan perkawinan, kandang harus tertutup dan bebas gangguan
Jaya 2006. Pada musim kawin, jalak bali jantan sering mengejar betina dan mencoba mengusir jantan yang lain dan jika terjadi kecocokan maka antara
keduanya sering berdekatan. Pada saat bercumbu jambul yang panjang pada jantan terlihat ditegakan dan diturunkan sambil berkicau MacKinnon 1989.
Ciri-ciri jalak bali yang akan bertelur antara lain frekuensi masuk ke sarang baik jantan maupun betina relatif tinggi dibanding biasanya dan sering membawa
ranting-ranting kering atau rumput masuk kedalam sarang sebagai alas sarang Nurana 1989. Jalak bali bertelur antara dua sampai tiga butir dalam satu kali
reproduksi MacKinnon 1989. Telur jalak bali berwarna kebiru-biruan, berbentuk bulat panjang oval, rata-rata berukuran panjang 30,8 mm dan lebar 22,3 mm
dengan bobot 8,2 gram Sieber 1983 dalam Helvoort et al. 1986. Lama pengeraman telur berlangsung rata-rata 11
– 14 hari Nurana 1989. Di tempat penangkaran, pengeraman telur dimulai pada waktu telur pertama kali
dihasilkan Sieber 1983 dalam Helvoort et al. 1986. Lama pengasuhan anak di penangkaran kurang lebih selama satu bulan. Apabila lebih dari satu bulan anak
jalak bali belum dipisahkan dengan induknya maka anak jalak bali tersebut
dipatuki induknya terutama oleh jantannya bahkan dapat menyebabkan anak burung tersebut mati. Naluri yang mendorong induk untuk menyapih anaknya
diduga karena induknya mulai birahi. Dugaan ini berdasarkan data perkembangbiakan jalak bali. Jika anak sudah disapih, 1
– 2 minggu kemudian induknya bertelur kembali Nurana 1989. Anakan jalak bali dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2 Anakan jalak bali sumber: berita burung 2010.
2.6.2 Pakan
Makanan jalak bali berupa buah-buahan, biji-bijian, dan serangga MacKinnon 1989. Makanan alaminya seperti tembelekan Lantana camara dan
macam-macam serangga capung, belalang, dan ulat. Di tempat penangkaran, pakan yang umum diberikan adalah pepaya, pisang, telur serangga kroto, tulang
cumi-cumi, dan ulat hongkong Nurana 1989. 2.6.3
Kandang
Kandang untuk penangkaran jalak bali dapat ditempatkan pada suatu areal yang cukup luas, yang penting harus mempertimbangkan kondisi alami dari jenis
burung jalak bali tersebut. Untuk menjamin keamanan dan masa pakai yang lama, maka kandang penangkaran dapat terbuat dari rangka besi atau tiang kayu yang
bagus. Dinding kandang dapat dibuat terbuka dengan kawat ram berdiameter 1 cm untuk seluruh dinding atau sebagian dinding dibuat tertutup dari tembok atau
ram yang ditutup dengan plastik gelap, sebagian ditutup oleh genteng atau asbes dan sebagian lainnya dibiarkan terbuka yang ditutup dengan kawat ram. Kandang
penangkaran dibedakan atas beberapa jenis dengan ukuran yang berbeda-beda
Masy ’ud 2010. Untuk lebih jelasnya jenis dan ukuran kandang dapat dilihat
pada tabel 3. Tabel 3 Jenis dan ukuran kandang penangkaran jalak bali
No Jenis Kandang
Ukuran Kandang
1 Kandang pembiakan
4m x 3m x 2.5m atau 3m x 2,5m x 2,25m 2
Kandang sapihan 4m x 4m x 2,5m atau 3m x 3m x 2,5m
3 Kandang calon induk
6m x 3m x 2m 4
Kandang karantina 4m x 1m x 2,25m
5 Kandang angkut
80cm x 30cm x 20cm 6
Kandang kubah pelepasliaran Tinggi 17,5m dan diameter 17,5m
Sumber: Masy ’ud 2010.
2.6.4 Bibit
Syarat keberhasilan pengembangbiakan jalak bali di penangkaran diawali dengan ketepatan dalam memilih bibit. Penangkaran harus benar-benar
memperhatikan kualitas bibit atau syarat bibit yang baik yaitu bibit harus sehat, tidak cacat, bersuara lantang dan bagus serta jelas asal usulnya. Sebagai jenis
monomorfik yaitu jenis yang memilki ciri morfologi yang relatif sama antara jantan dan betina, maka dalam memilih bibit harus dipastikan bahwa pasangan
bibit yang dipilih jelas terdiri dari jantan dan betina. Menurut Masy ’ud 2010,
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bibit yang baik yaitu: 1.
Bentuk dan berat badan Bibit jalak bali yang baik memilki bentuk badan bulat panjang dan relatif
lebih berat dari pada bibit jalak bali betina. 2.
Bulu Bulu bibit yang baik tampak mengkilap, tidak kumal dan apabila
disemprotkan air maka air semprotan tidak menempel pada bulunya. 3.
Sikap Sikap yang gagah, sorot mata yang tajam, kepala yang tegak tetapi tidak
tampak liar. 4.
Usia Burung yang dipilih sebagai bibit harus memiliki usia yang muda karena
memungkinkan stress dan sifat liarnya masih relatif kecil.
2.6.5 Perawatan kesehatan
Perawatan kesehatan adalah sebuah proses yang berhubungan dengan pencegahan, perawatan, dan manajemen penyakit. Kesehatan merupakan salah
satu faktor penting yang akan menentukan keberhasilan penangkaran burung jalak bali. Kunci dalam perawatan kesehatan burung adalah pada pemberian makanan
yang teratur dan bergizi serta sesuai kesukaan. Burung yang stress biasanya disebabkan karena kelaparan dan akan menjadi liar sehingga dapat menggagu
kesehatan dan perkembangbiakannya. Selain itu, kebersihan dari makanan, tempat makan, dan lingkungan kandang dapat mempengaruhi kesehatan jalak bali.
Ventilasi udara dan sirkulasi udara di dalam kandang juga harus optimal. Selain itu, adanya gangguan lain seperti ular, tikus, dan kucing karena dapat menjadi
predator dan sebagai pembawa penyakit M asy’ud 2010.
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh jalak bali di penangkaran, dapat dilakukan dengan cara memberikan multivitamin secara teratur. Untuk mengobati
sekaligus untuk mencegah terjangkitnya penyakit cacing dapat juga diberikan obat-obatan. Selain itu, untuk mempertinggi daya tahan tubuh terhadap serangan
penyakit maka salah satu cara yang terbaik adalah dengan memberikan makanan yang bergizi. Makanan harus di selang-seling dengan pur kesehatan. Cahaya
matahari di pagi hari penting bagi kesehatan burung sebagai sumber provitamin D. Oleh karena itu, diusahakan agar cahaya matahari pagi masuk dengan jumlah
yang cukup kedalam kandang Masy’ud 2010.
2.7 Inbreeding
Silang dalam Inbreeding adalah persilangan antar satwa yang memiliki hubungan keluarga yang lebih dekat jika dibanding dengan rataan hubungan
kekerabatan kelompok tempat satwa tersebut berada. Silang dalam ini mengakibatkan meningkatnya derajat homozigisitas dan pada saat bersamaan
menurunkan derajat heterozigositas Noor 2008. Menurut Warwick et al. 1986, silang dalam adalah perkawinan antar
individu-individu yang lebih dekat hubungannya dibandingkan rata-rata satwa dalam bangsa atau populasi itu yaitu satwa yang mempunyai moyang bersama
dalam 4 sampai 6 generasi pertama silsilahnya. Pengaruh genetik dari silang dalam yaitu meningkatkan proporsi lokus-lokus genetik yang homozigot bila
dibandingkan dengan proporsi yang diakibatkan dari persilangan satwa-satwa bukan inbreeding dari populasi yang sama. Silang dalam merupakan proses yang
seimbang dan menyebabkan fiksasi gen-gen yang tak disukai sama cepatnya dengan gen-gen yang disukai.
Menurut Helvoort 1988, penangkaran satwaliar dapat dinilai berhasil apabila teknologi reproduksi jenis satwa tersebut telah dikuasai, artinya usaha
penangkaran tersebut telah berhasil mengembangbiakan jenis satwa yang ditangkarkan dan satwa hasil penangkaran tersebut berhasil bereproduksi di alam
bebas. Di dalam populasi yang kecil, meningkatnya inbreeding lebih cepat dibandingkan dalam populasi yang besar.
Helvoort 1988 mengatakan bahwa, burung-burung yang sudah kawin dalam inbreed tidak patut di tangkarkan karena genetika populasi dan variasi
genetiknya rendah. Hal ini akan berpengaruh terhadap daya reproduksi, ketahanan tubuh, dan penampilan bibit. Cara-cara mengurangi inbreeding menurut Thohari
1987 adalah sebagai berikut: 1.
Pengambilan satwa dari populasi yang berbeda. 2.
Melakukan test heterozigositas pada satwa yang akan digunakan sebagai bibit. Lebih tinggi tingkat heterozigositasnya nilai satwa sebagai bibit lebih
baik. 3.
Melakukan pencatatan silsilah yang teratur pada setiap individu yang ditangkar.
4. Memasukan individu baru secara berkala yang bukan satwa inbreed atau
tidak mempunyai hubungan keluarga dengan satwa yang telah ada. Koefisien inbreeding merupakan peluang dua alel dalam satu lokus untuk
sama homozigot dalam satu keturunan. Menurut Noor 2008, koefisien inbreeding dapat digunakan untuk mengukur peningkatan homozigositas suatu
individu akibat silang dalam. Koefisien ini dapat pula digunakan untuk mengukur penurunan derajat heterozigositas suatu individu relatif terhadaap tetuanya pada
populasi yang sama. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui perihal koefisisen inbreeding.
Menurut Masy ’ud 1992, perhitungan koefisien silang dalam dilakukan
berdasarkan informasi silsilah jalak bali dengan menelaah buku silsilah studbook. Jika koefisien silang dalam bernilai nol, maka pasangan tersebut
dipindahkan dan ditempatkan dalam satu kandang untuk diamati perilaku asosiasinya lebih lanjut dan penampilan reproduksinya. Sebaliknya, jika koefisien
silang dalam bernilai satu atau mendekati satu, maka pasangan tersebut dipisahkan kembali untuk dicarikan pasangannya dengan jalak bali lain.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai teknik penangkaran dan analisis koefisien inbreeding jalak bali dilakukan di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm MBOF, Desa
Ciujung Tengah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengamatan dan pengumpulan data di MBOF dilakukan pada bulan Juni
– Oktober 2011.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain alat tulis, penggaris, jangka sorong, kamera digital, timbangan, termometer dry-wet, dan
pita ukur. Bahan yang digunakan adalah jalak bali hasil penangkaran dan pakan jalak bali yang terdapat di MBOF.
3.3
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder sedangkan metode pengumpulan data yaitu pengamatan langsung dan pengukuran, teknik
wawancara serta penelusuran dokumen. Jenis data dan metode pengumpulan data lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis data dan metode pengumpulan data.
Data yang diambil Jenis data
Metode pengumpulan data Primer
Sekunder Pengamtan
dan pengukuran
Wawan cara Dokumen
literatur I
Teknik penangkaran
Pakan v
v v
v v
Perawatan kesehatan v
v v
Tenaga kerja v
v Kandang
v v
v Sejarah
v v
Organisasi v
v Teknik reproduksi
v v
v Populasi
v v
v Faktor keberhasilan
v v
v
II Koefisisen
inbreeding
Silsilah jalak bali v
v
III Karakteristik morfologi
Data kuantitatif v
v v
v Data kualitatif
v v