Batasan Operasional Penelitian Analisis Kebutuhan

sedangkan nilai 3,0 sampai dengan 4,0 dianggap kuat. Demikian pula pada sumbu-y, total nilai EFE yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 dianggap rendah; nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; sedangkan nilai 3,0 sampai 4,0 dianggap tinggi. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.

3.4.5 Matriks QSPM

Langkah-langkah untuk membuat matriks QSPM adalah sebagai berikut: 1 Buatlah daftar peluangancaman eksternal kunci dan kekuatankelemahan internal kunci di kolom kiri QSPM. 2 Berilah bobot pada setiap faktor internal dan eksternal kunci. 3 Periksalah matriks-matriks pencocokan dan kenalilah strategi-strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan. 4 Tentukan nilai daya tarik AS. Cakupan nilai daya tarik adalah: 1 = tidak menarik; 2 = agak menarik; 3 = wajar menarik; 4 = sangat menarik. 5 Hitunglah TAS = Total Nilai Daya Tarik. Total nilai daya tarik didefinisikan sebagai hasil mengalikan bobot dengan nilai daya tarik di masing-masing baris. 6 Hitunglah jumlah total nilai daya tarik. Jumlahkan total nilai daya tarik di masing-masing kolom strategi QSPM, jumlah total nilai daya tarik STAS mengungkapkan strategi yang paling menarik David, 2003.

3.5 Batasan Operasional Penelitian

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1 Daerah Kabupaten Kulon Progo yang dikaji yaitu Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur. 2 Obyek yang diteliti merupakan obyek yang terkait di bidang perikanan laut. 3 Analisis komoditas unggulan perikanan yang diolah merupakan perikanan laut. 4 Analisis teknis yang diteliti merupakan hasil kesimpulan komoditas unggulan perikanan yang berada di Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari unit penangkapan dan metode operasional. 3,0 4,0 1,0 2,0 3,0 2,0 1,0 Tinggi 3,0-4,0 Sedang 2,0-2,99 Rendah 1,0-1,99 Lemah 1,0-1,99 Rata-rata 2,0-2,99 Kuat 3,0-4,0 TOTAL NILAI EFE YANG DIBOBOT TOTAL NILAI IFE YANG DIBERI BOBOT Tumbuh dan membangun Pertahankan dan pelihara Panen dan divestasi 5 Analisis finansial yang dilakukan meliputi analisis keuntungan, analisis imbangan penerimaan dan biaya RC, dan payback period PP. I II III IV V VI VII VIII IX Gambar 4 Matriks internal-eksternal. 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Kulon Progo

4.1.1 Kondisi umum wilayah

Kabupaten Kulon Progo beribu kota di Wates dengan luas wilayah 586,28 km², yang terdiri dari 12 kecamatan, 88 desa, dan 930 dukuh. Secara geografis terletak antara 7º 38 42-7º 59 3 Lintang Selatan dan 110º 1 37-110º 16 26 Bujur Timur. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di Provinsi DIY yang letaknya berada paling barat. Berdasarkan luas wilayah tersebut, 24,89 berada di wilayah selatan yang meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur, 38,16 di wilayah tengah yang meliputi Kecamatan Lendah, Pengasih, Sentolo, Kokap, dan 36,97 di wilayah utara yang meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh. Luas Kecamatan antara 3.000-7.500 ha dan yang wilayahnya paling luas adalah Kecamatan Kokap seluas 7.379,95 ha, sedangkan yang wilayahnya paling sempit adalah Kecamatan Wates seluas 3.200,239 ha. Kabupaten Kulon Progo memiliki batas wilayah administrasi, dimana pada bagian barat dibatasi oleh Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah; bagian timur dibatasi oleh Kabupaten Sleman dan Bantul, Provinsi DIY; bagian utara dibatasi oleh Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah; dan bagian selatan dibatasi oleh Samudera Hindia.

4.1.2 Keadaan geografis dan topografis

Kulon Progo dalam bahasa Jawa berarti sebelah barat Sungai Progo, wilayahnya terletak di sebelah barat Sungai Progo. Kabupaten Kulon Progo memiliki laut perairan yang berada di bagian selatan Pulau Jawa. Kabupaten Kulon Progo memilki kondisi geografis, sebagai berikut: 1 Bagian utara merupakan dataran tinggi atau perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500-1.000 meter dari permukaan laut. 2 Bagian tengah merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 meter sampai dengan 500 meter dari permukaan air laut. 3 Bagian selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai dengan 100 meter dari permukaan air laut. Dilihat dari segi topografi, Kabupaten Kulon Progo memiliki hamparan wilayah yang menurut ketinggian tanahnya adalah 17,58 berada pada ketinggian kurang dari 7 m di atas permukaan laut dpl, 15,20 berada pada ketinggian 8-25 m dpl, 22,84 berada pada ketinggian 26-100 dpl, 33 berada pada ketinggian 101-500 m dpl, dan 11,37 berada pada ketinggian 500 m dpl. Ditinjau berdasarkan kemiringan wilayah Kabupaten Kulon Progo, antara lain: 1 40,11 berada pada kemiringan 2º; 2 18,70 berada pada kemiringan 3º - 15º; 3 22,46 berada pada kemiringan 16º - 40º; 4 18,73 berada pada kemiringan 40º.

4.1.3 Musim dan iklim

Kabupaten Kulon Progo memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober, sedangkan musim hujan terjadi sekitar bulan November sampai April. Pada musim kemarau, angin dengan kecepatan tinggi bertiup dari timur sampai tenggara. Mendekati musim hujan, angin menjadi lebih lemah dan bertiup dari barat daya sampai barat laut. Sebagian besar angin berkecepatan kurang dari 10 knot 5 m dt. Kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Agustus dan September. Angin maksimum dapat mencapai 20-25 mdt Kamiso et al, 2000. Kabupaten Kulon Progo memiliki curah hujan rata-rata per tahunnya mencapai 2.150 mm, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 106 hari per tahun atau 9 hari per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Suhu terendahnya kurang lebih sebesar 24,2°C Juli dan tertinggi 25,4°C April, dengan kelembaban terendah 78,6 Agustus, serta tertinggi 85,9 Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan mencapai lebih kurang 45,5, terendah 37,5 Maret dan tertinggi 52,5 Juli. Adapun distribusi arah gelombang di laut Kabupaten Kulon Progo, yaitu dari arah tenggara 19,60, arah selatan 32,87, dan arah barat daya 16,53. Persentase tinggi dan arah gelombang di Samudera Hindia dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Persentase tinggi dan arah gelombang di Samudera Hindia Tinggi gelombang H m Persentase kejadian Tenggara Selatan Barat daya 0-1 4,67 3,02 2,54 1-2 9,89 20,27 7,79 2-3 4,48 7,54 5,07 3 0,56 1,89 1,13 ∑ 19,60 32,87 16,53 Sumber: Kamiso et al 2000.

4.1.4 Demografi

Kabupaten Kulon Progo memiliki penduduk dengan jumlah 374.445 jiwa pada tahun 2007, penduduk laki-laki 183.396 jiwa 49,25 dan penduduk perempuan sebesar 190.049 jiwa 50,75. Pada Tabel 10, pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo sebesar 0,64, dengan tingkat kepadatan penduduk 639 jiwa per km². Tabel 10 Rata-rata jumlah penduduk pada 4 Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2007 No. Kecamatan Luas kecamatan Jumlah penduduk Rata-rata penduduk per km² 1. Temon 36,30 22.788 628 2. Wates 32,00 40.978 1.281 3. Panjatan 44,59 31.439 705 4. Galur 32,91 27.948 849 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo 2008.

4.2 Keadaan Perikanan Tangkap Kabupaten Kulon Progo

4.2.1 Tempat Pendaratan Ikan

Kabupaten Kulon Progo memiliki satu Pangkalan Pendaratan Ikan PPI, yaitu PPI Karangwuni yang terletak disebelah obyek wisata Pantai Glagah, hanya sekitar 1 km selatan Jalan Negara Jawa Selatan yang sudah ada selama ini atau sekitar 400 m selatan JJLS jalur jalan lintas selatan yang sedang dalam proses pembangunan. Pelabuhan ini memiliki kolam parkir seluas 5 ha, dengan alur kedalaman lalu lintas masuk 2,5 hingga 4 meter. Pelabuhan dilengkapi tiga pemecah gelombang, sehingga gangguan ombak samudera tidak merepotkan masuknya kapal. Selama ini, penangkapan ikan hanya dilakukan menggunakan perahu jukung fiberglass oleh nelayan lokal, yang rata-rata sebanyak 400 nelayan dengan menggunakan kurang lebih 100 perahu. PPI Karangwuni belum dapat berjalan dengan lancar, karena pembangunan pemecah gelombang belum dapat terselesaikan. Selain itu, investor dari pihak asing sudah berencana untuk membangun pabrik pengolahan ikan dan kebutuhan melaut untuk nelayan di PPI Karangwuni. Kabupaten Kulon Progo memiliki TPI sebanyak 4 unit, yaitu TPI Congot, TPI Glagah, TPI Bugel, dan TPI Trisik. Letak TPI tersebut agak berjauhan. TPI Congot berada di Kecamatan Temon, TPI Glagah berada di Kecamatan Wates, TPI Bugel berada di Kecamatan Panjatan, dan TPI Trisik berada di Kecamatan Galur. Mulai dari awal tahun 2009 ini, TPI Glagah akan diarahkan menjadi tempat wisata, sehingga TPI Glagah disatukan dengan TPI yang ada di PPI Karangwuni.

4.2.2 Unit penangkapan ikan

1 Kapal Kapal yang digunakan terbuat dari bahan fiberglass. Tenaga penggerak berupa mesin tempel bermerek Suzuki atau Daihatsu dengan ukuran 15 PK. Kapal yang beroperasi di Kabupaten Kulon Progo sebagian berasal dari bantuan pemerintah daerah melalui Dana Alokasi Khusus DAK. Nelayan andon pendatang dari Cilacap yang melaut di wilayah perairan Kulon Progo membawa kapalnya sendiri. Jumlah kapal motor tempel di pantai Kulon Progo pada tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 11. Dilihat dari Tabel 11, pada tahun 2004 jumlah kapal mengalami peningkatan, namun mengalami penurunan pada tahun 2005 dan tetap sampai tahun 2007. Pada tahun 2005 sampai tahun 2007 jumlah kapal cenderung tetap, karena bantuan kapal dari pemerintah daerah sudah berkurang. Tabel 11 Jumlah kapal motor tempel di Pantai Kulon Progo tahun 2003-2007 No. Tahun Lokal kapal Andon kapal Jumlah kapal 1. 2003 110 13 123 2. 2004 114 13 127 3. 2005 105 11 116 4. 2006 105 - 105 5. 2007 105 - 105 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo 2008. 2 Alat Tangkap Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan bermacam-macam jenisnya. Alat tersebut seperti jaring sirang gillnet yang memiliki mata jaring antara 2-6 inchi, jodang bubu, pancing, serta pancing senggol. Jaring sirang memiliki ukuran mata jaring yang bermacam-macam, tergantung dengan musim ikan yang ada. Mata jaring berukuran 2 inchi digunakan untuk menangkap lisongtongkol, ukuran 4 inchi untuk menangkap ikan sejenis manyung dan bawal, dan ukuran 5 inchi untuk menangkap lobster. Bubu digunakan untuk menangkap keong, pancing untuk menangkap layur, dan pancing senggol untuk menangkap ikan pari. Jumlah dan jenis alat tangkap di Kulon Progo terlihat pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah dan jenis alat tangkap pada tahun 2003-2007 No. Jenis alat tangkap Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 1. Jaring 197 296 210 239 267 2. Pancing 85 110 113 139 168 3. Pukat pantai 25 39 40 68 72 Jumlah 307 445 363 446 507 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo 2008. Jumlah alat tangkap jaring mengalami fluktuasi, sedangkan pancing mengalami peningkatan. Pada alat tangkap pukat pantai, yang biasanya digunakan oleh nelayan pesisir, juga mengalami peningkatan. Dapat terjadi demikian karena masih terbatasnya pengetahuan nelayan mengenai alat tangkap dan kurangnya keterampilan nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap. Hal ini dapat disebabkan latar belakang nelayan Kulon Progo yang pada awalnya bermata pencaharian bertani dan beternak. 3 Nelayan Mayoritas nelayan Kabupaten Kulon Progo merupakan nelayan lokal dan sebagian adalah nelayan pendatang dari Cilacap. Nelayan tersebut terbagi 2, yaitu nelayan juragan dan nelayan ABK atau buruh. Nelayan juragan merupakan pemilik kapal beserta alat-alat yang digunakan dalam upaya penangkapan ikan, sedangkan nelayan buruh merupakan orang yang mengoperasikan kapal untuk menangkap ikan di laut. Nelayan Kulon Progo memiliki kegiatan kelompok yang dilakukan secara rutin setiap bulan. Mereka tergabung ke dalam kelompok nelayan di daerahnya masing-masing. Nelayan Kulon Progo merupakan nelayan sambilan utama, bukan nelayan penuh. Pekerjaan mereka sebagai petani padi, cabai, dan semangka, serta peternak. Pada setiap kapal terdiri dari 2-3 nelayan. Kapal dan alat tangkap yang sebagian digunakan untuk melaut, berasal dari pemerintah daerah. Data jumlah nelayan di Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Jumlah nelayan laut di Kulon Progo tahun 2004-2008 No. Tahun Jumlah orang 1. 2004 261 2. 2005 315 3. 2006 343 4. 2007 339 5. 2008 474 Sumber: Dinas Kelautan,Perikanan, dan Peternakan 2009. Dilihat dari tabel di atas, jumlah nelayan dari tahun 2004 sampai dengan 2006 semakin meningkat. Hal ini karena sebagian besar masyarakat memiliki keinginan untuk melaut untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada tahun 2007, jumlah nelayan mengalami penurunan. Pada tahun 2008, jumlah nelayan kembali mengalami peningkatan.

4.2.3 Koperasi dan Kelompok Nelayan

Pada tahun 2001, pemerintah memberikan dana untuk dikelola oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina LEPPM3. Lembaga tersebut membentuk koperasi untuk membantu para nelayan. Namun dalam menjalankan koperasi tersebut, terdapat kendala yang mengakibatkan kredit macet. Hal ini karena pada kenyataan di lapangan, banyak terjadi kerusakan mesin, alat tangkap, dan kapal. Kerusakan ini terjadi karena masyakat masih dalam proses beradaptasi dari petani menjadi nelayan. Pada tahun 2002, Koperasi LEPPM3 terbentuk dengan badan hukum Koperasi Serba Usaha untuk memperbaharui mekanisme kerja koperasi sebelumnya. Koperasi Swamitra Mina merupakan salah satu unit usaha Koperasi LEPPM3 yang berbasiskan sistem teknologi perbankan online. Koperasi ini bergerak di bidang unit simpan pinjam untuk masyarakat pesisir. LEPPM3 bekerjasama dengan Bank Bukopin untuk membentuk LKM Lembaga Keuangan Mikro. Koperasi Swamitra Mina mengelola dan memantau pergerakan keuangan secara transparan. Selain koperasi yang dapat diandalkan, nelayan Kabupaten Kulon Progo memiliki kelompok nelayan yang cukup aktif. Kelompok nelayan tersebut antara lain, Tani Maju Trisik yang berada di daerah Trisik, Bugel Peni yang berada di daerah Bugel, Ngudi Rejeki yang berada di Karangwuni Wates, Ngudi Mulyo di daerah Glagah Temon, Arung Samudro yang berada di Sindutan Temon dan Bogowonto di Congot Temon. Kelompok-kelompok nelayan ini mengadakan pertemuan rutin setiap bulan.

4.2.4 Produksi dan Nilai Produksi

Jenis hasil tangkap di Kabupaten Kulon Progo dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu ikan pelagis dan ikan demersal. Pada jenis ikan pelagis, antara lain: tenggiri Scomberomerus sp., kembung Rastrelliger kanagurta, layur Trichiurus sp., talang-talang Chorinemus tala, dan peperek Leiognathus sp.. Pada ikan demersal, antara lain: bawal Pampus argentus, pari Trigon sephen, manyung Arius thalassinus, cucut Charcharinus sp., dan tigawaja Johnius dussumieri. Produksi hasil laut lain berupa lobster Panulirus sp.. Hasil laut ini selalu habis terjual pada saat didaratkan. Perkembangan produksi dan nilai produksihasil laut dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil laut tahun 2004-2008 No. Tahun Produksi kg Nilai produksi Rp Rpkg 1. 2004 520.668 2.395.400.400,00 4.600,63 2. 2005 314.063 1.529.287.000,00 4.869,36 3. 2006 335.692 1.958.850.500,00 5.835,26 4. 2007 316.472 2.569.537.900,00 8.119,32 5. 2008 512.082 2.920.132.800,00 5.702,47 Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan 2004-2008. Berdasarkan tabel di atas, jumlah produksi tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 520.668 kg, dengan nilai produksi Rp 2.395.400.400,00. Jumlah produksi terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 314.063 kg, dengan nilai produksi Rp 1.529.287.000,00. Produktivitas hasil tangkapan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan berkurangnya armada penangkapan pada tahun 2005, sehingga banyak kapal yang tidak melakukan operasi penangkapan ikan dan mengakibatkan produksi ikan menurun.

4.2.5 Daerah Penangkapan Ikan

Lama melaut untuk tiap trip nelayan Kabupaten Kulon Progo masih sangat pendek, yaitu berkisar antara 5-7 jam. Nelayan menggunakan perahu motor tempel yang terbuat dari bahan fiber dengan ukuran 3 GT dan kekuatan mesin 15 PK. Hal ini menyebabkan jangkauan operasi penangkapan terbatas pada daerah sekitar pantai. Fishing ground terbatas sejauh 3-4 mil dari garis pantai dengan cakupan wilayah penangkapan dari perairan pantai Congot bagian barat Kabupaten Kulon Progo sampai Pantai Trisik yang berbatasan dengan wilayah perairan laut Kabupaten Bantul. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Kebutuhan

Pihak-pihak yang tekait dalam sistem perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Kulon Progo, antara lain Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan, para nelayan, petugas TPI, pedagang, pemilik kapal, dan koperasi. Adapun kebutuhan dari tiap-tiap sistem yang berkaitan dalam usaha perikanan tangkap ini terangkum ke dalam Tabel 15. Tabel 15 Kebutuhan pihak-pihak yang terkait dalam sistem perikanan tangkap di Kabupaten Kulon Progo No. Pihak-pihak terkait Kebutuhan 1. Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan - Data akurat - Pembangunan PPI yang terselesaikan - Menjaga potensi sumberdaya laut - Mengadakan pelatihan kegiatan penangkapan ikan 2. Pihak TPI - Penggunaan TPI yang optimal - Fasilitas lelang yang memadai - Perbaikan prasarana 3. Nelayan - Kelengkapan jenis alat tangkap sesuai musim - Bantuan modal untuk menjalankan operasi penangkapan ikan - Kolam pelabuhan dapat digunakan untuk tambat labuh 4. Pedagang - Modal untuk berdagang - Fasilitas berdagang - Ketersediaan ikan yang kontinyu - Konsumen tetap - Mutu ikan yang baik 5. Koperasi Swamitra Mina - Sumber modal - Pelayanan kredit untuk nelayan - Fasilitator pengadaan kapal 6. Pemilik kapal - Modal - Penyediaan alat tangkap - Penyediaan kapal

5.2 Formulasi Masalah