Prinsip Pendekatan Experiential Learning Kelebihan dan kekurangan Pendekatan Experiential Learning
a. Concrete Experience Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta
atau pengalaman yang disediakan untuk pembelajaran yang lebih lanjut.
b. Reflective Observation Merupakan fase mendiskusikan pengalaman para peserta yang telah
dilalui atau saling berbagi reaksi dan observasi yang telah dilalui. c. Abstract Conceptualization
Merupakan fase dimana proses menemukan tren yang umum dan kebenaran dalam pengalaman yang telah dilalui peserta atau
membentuk reaksi pada pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau konsep yang baru.
d. Active Experimentation Merupakan fase modifikasi perilaku lama dan mempraktikkan pada
situasi keseharian para peserta. Efektivitas proses pembelajaran experiential learning akan
terdukung apabila peserta didik memiliki kemampuan mengikuti proses dari masing-masing fase tersebut. Keempat fase tersebut divisualisasikan
seperti pada gambar di bawah ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 2.2. Fase Pendekatan Experiential Learning Kolb
Sejalan dengan pendapat David Kolb tersebut, Pfeiffer Jones, 1979, dalam Supratikya, 2011, juga mengatakan bahwa dalam belajar
experiential learning peserta didik memiliki pengalaman yang bertahap
yakni: a. Mengalami
Peserta didik terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan tertentu, seperti melakukan tugas tertentu atau mengamati objek atau rekaman kejadian
tertentu, entah secara sendiri-sendiri atau bersama satu atau lebih peserta atau anggota kelompok lain.
b. Membagikan pengalaman Peserta didik membagikan hasil pelaksanaan tugas atau hasil
pengamatannya terhadap objek atau kejadian tertentu pada tahap sebelumnya termasuk reaksi pribadianya baik berupa tanggapan
pikiran maupun tanggapan perasaannya, kepada peserta lain baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kepada seluruh peserta.
c. Memroses pengalaman Peserta mengolah data yang baru dibagikan dengan cara
mendiskusikan atau memikirkannya bersama, memaknai atau menafsirkannya, membandingkan tanggapan peserta yang satu dengan
peserta yang lain, menemukan hubungan antar makna atau tanggapan yang muncul, dan sebagainya.
d. Merumuskan kesimpulan Peserta didik diajak dan dibantu untuk menyimpulkan prinsip-prinsip,
merumuskan hipotesis-hipotesis, dan merumuskan hikmat-manfaat untuk didiskusikan atau dipikirkan bersama.
e. Menerapkan Peserta didik sungguh-sungguh menangkap relevansi atau makna-
manfaat dari pelatihan atau bimbingan yang baru dijalaninya, serta memiliki tekad untuk menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan penjelasan di atas, bimbingan klasikal kolaboratif
dengan pendekatan experiential learning merupakan kegiatan bimbingan yang diperuntukan peserta didik, dirancang dan dilaksanakan oleh
konselorguru BK bekerja sama dengan guru mata pelajaran dengan tujuan membantu perkembangan peserta didik secara optimal baik dari segi
pribadi, sosial, belajar dan kariernya. Secara jelas proses bimbingan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI